Mengenal Perang Perebutan Kekuasaan Bin Salman
Pangeran Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman (MBS) mulai menggelar perang perebutan kekuasaan di sejumlah bidang baik di dalam maupun luar negeri.
MBS memiliki peluang lebih besar untuk menjadi pemimpin baru negara petro dollar ini mengingat kondisi fisik Raja Salman bin Abdulaziz, 85 tahun. Untuk sampai ke kursi pemimpin negara ini, MBS memiliki sejumlah agenda kerja.
Langkah pertama adalah renovasi dan modernisasi di Arab Saudi. Bin Salman sejak tahun 2017 ketika menempati posisi putra mahkota, menerapkan banyak kebijakan merusak struktur budaya dan sosial. Langkah terpenting adalah di bidang perempuan dan musik. Sejatinya Bin Salman melalui langkahnya tersebut selain mengabaikan tradisi dan norma-norma yang ada di Arab Saudi, juga berusaha untuk meraih dukungan pemuda dan perempuan negara ini.

Langkah terpenting kedua adalah meningkatkan tensi politik di Arab Saudi. Mohammad bin Salman bersamaan dengan gerakan modernisasi di sektor budaya dan sosial, juga meningkatkan kekerasan terhadap pangeran yang menjadi rivalnya. MBS November 2017 menginstruksikan penangkapan puluhan pangeran Saudi. Selama dua tahun kemudian, ia juga menangkap sejumlah pangeran. Baru-baru ini, ia juga menginstruksikan penangkaan sejumlah pangeran di mana sejumlah sumber menyebutkan jumlahnya mencapai 20 orang dan di antara mereka terdapat Ahmad bin Abdulaziz, saudara raja dan Mohammad bin Nayef, mantan putra mahkota.
Mohammad Rezaei, pengamat masalah Arab Saudi meyakini bahwa ada hubungan antara modernisasi dan penangkapan para pangeran oleh MBS. Ia mengatakan, “Kekerasan MBS terhadap para penentangnya harus dicermati di model modernisasinya. Putra Mahkota Arab Saudi menggulirkan modernisasi dalam bentuk dari atas ke bawah dan sebuah instruksi di mana penerapannya membutuhkan ujung tombak, sama seperti yang dilakukan Ataturk di Turki. Model modernisasi ini cenderung memiliki sisi sosial dan budaya serta membiarkan sisi politik tanpa perubahan. Alasan utama penangkapan terbaru juga dikarenakan model pembangunan dan pengembangan yang dipilih MBS.”
Isu lain adalah MBS selain perang perebutan kekuasaan di dalam negeri, juga melakukan langkah-langkah di luar negeri yang menimbulkan kesulitan bagi dirinya. Di antara langkah tersebut adalah perang minyak dengan Rusia. Moskow baru-baru ini menolak menurunkan lebih banyak produksi minyak, sementara Arab Saudi untuk meningkatkan harga minyak atau paling tidak menjaga harga minyak tetap stabil, menuntut penurunan produksi minyak lebih besar.
Seiring dengan sikap Rusia menolak penurunan produksi minyak, Arab Saudi mulai mengambil langkah untuk menurunkan harga minyak. Sebuah langkah yang dinilai sebagai sebuah perang minyak dengan Moskow. Masalah ini dari satu sisi berimbas pada penurunan drastis saham perusahaan minyak Arab Saudi (Aramco) dan dari sisi lain dibarengi dengan penyebaran wabah Corona di dunia termasuk di Arab Saudi sendiri. Wabah Corona di Arab Saudi telah mendorong diliburkannya ibadah umrah.
Sabah Zanganeh, pengamat Asia Barat terkait hal ini menyebutkan bahwa puncak ibadah umrah di bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan serta jutaan umat Muslim di seluruh dunia menunju Arab Saudi untuk menunaikan ibadah ini. Namun keberadaan virus Corona di negara ini secara praktis membuat ibadah umrah di bulan-bulan ini akan diliburkan serta sektor ekonomi terpenting Arab Saudi juga tergoncang. Oleh karena itu penurunan harga minyak dari satu sisi dan liburnya ibadah umrah di bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan dari sisi lain tercatat sebuah tragedi ekonomi bagi negara ini serta mayoritas lembaga, perusahaan, hotel dan restoran negara ini menghadapi kendala serius. Di kondisi seperti ini MBS berusaha dan akan berupaya seluruh individu dan tokoh yang memiliki kredibilitas dan popularitas di dalam dan luar negeri serta berpotensi menggantikan raja, seluruhnya ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Dengan demikian ia mempersiapkan peluang lebih besar bagi penobatan dirinya sebagai raja baru Arab Saudi.