Mengapa Negara-negara Arab Selalu tak Akur ?
(last modified Thu, 17 Dec 2020 13:56:37 GMT )
Des 17, 2020 20:56 Asia/Jakarta
  • PGCC
    PGCC

Dalam sebulan terakhir ramai pemberitaan tentang selesainya konflik Qatar dan empat negara Arab yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, dan Bahrain, namun ternyata di antara keempat negara Arab itu belum dicapai kata sepakat.

Saudi, Bahrain, UEA, dan Mesir pada 5 Juni 2018 memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar, dan memblokade negara itu. Alasannya karena Qatar dituduh mendukung terorisme dan menerapkan kebijakan luar negeri serta dalam negeri yang tidak sejalan dengan Dewan Kerjasama Teluk Persia, PGCC.

Keempat negara Arab itu menetapkan 13 syarat untuk memulihkan hubungan dengan Qatar, di antaranya Doha harus memutus hubungan dengan Iran, dan Hamas di Palestina, mengakhiri dukungan terhadap Ikhwanul Muslimin, dan merevisi aktivitas stasiun televisi Al Jazeera.

Dalam 3,5 tahun terakhir, Qatar yang mengalami berbagai bentuk tekanan, secara praktis telah menghadapkan kebijakan empat negara Arab itu dengan kekalahan.

Bulan Desember setiap tahun, digelar sidang tinggi negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia, PGCC, namun sampai sekarang masih belum pasti kapan sidang tinggi PGCC tahun 2020 akan diselenggarakan.

Surat kabar Kuwait, Al Rai baru-baru ini mengutip sejumlah sumber diplomatik mengabarkan, rencananya dalam pertemuan PGCC mendatang, Arab Saudi, Bahrain, UEA dan Mesir akan berdamai dengan Qatar.

Realitasnya hanya Saudi dan Qatar yang menyetujui sejumlah kesepakatan untuk mengakhiri ketegangan, sementara respon tiga negara Arab lain menunjukkan masih belum dicapainya kata sepakat terkait masalah ini.

Respon pertama datang dari UEA. Negara ini tidak menyambut baik kesepakatan dengan Qatar, karena dilakukan tanpa kehadiran Abu Dhabi. Penasihat Putra Mahkota UEA, Abdulkhaleq Abdulla di akun Twitternya terkait berita pemulihan hubungan Saudi dan Qatar menulis, kereta perdamaian Teluk (Persia) tanpa sepengetahuan, dan persetujuan yang sudah diumumkan UEA sebelumnya, tidak akan pernah bergerak meski satu centimeter.

Raja Saudi dan Emir Qatar

Setelah UEA, menyusul Bahrain yang mereaksi kesepakatan damai Saudi dan Qatar. Parlemen Bahrain tanggal 16 Desember 2020 mendesak negara-negara Arab yang memboikot Qatar untuk tidak memulihkan hubungannya dengan Doha.

Lalu alasan apa yang membuat empat negara Arab tidak mencapai kata sepakat seputar penyelesaian konflik dengan Qatar ?

Sepertinya alasan utama adalah diabaikannya negara-negara Arab lain oleh Saudi dalam mencapai kesepakatan damai dengan Qatar. UEA dengan tegas menyinggung masalah ini, dan Mesir yang masih merasa terancam oleh Ikhwanul Muslimin, dan menganggap Qatar sebagai pendukung kelompok itu, percaya bahwa dukungan tersebut tidak berkurang sedikitpun.

Alasan lain adalah pertikaian negara-negara Arab dengan Qatar di beberapa masalah. Bahrain berseteru dengan Qatar dalam masalah penangkapan ikan, dan hak nelayan, dan pernyataan parlemen Bahrain juga bersumber dari pertikaian ini.

Menteri Dalam Negeri Bahrain Rashid bin Abdullah A Khalifa menuduh Qatar mengungkit kasus perbatasannya dengan maksud ekspansi, dan parlemen Bahrain menegaskan sebelum masalah-masalah ini selesai, kita tidak boleh berdamai dengan Qatar.

Sebab lain adalah empat negara Arab menganggap kesepakatan Saudi dan Qatar dicapai bukan karena selesainya ketegangan di meja perundingan, tapi karena tekanan Amerika Serikat. Oleh karena itu, pada situasi seperti ini konflik dua pihak masih akan terus berlangsung, karena Doha tidak mematuhi satupun dari syarat yang ditetapkan empat negara pemboikot.

Dapat dikatakan bahwa sekalipun Emir Qatar menghadiri pertemuan virtual petinggi negara-negara PGCC, tetap saja ini bukan berarti konflik selesai. Mungkin pemerintahan baru Amerika, dan kebijakan negara itu terkait PGCC, dan anggota dapat mendorong negara-negara Arab tersebut untuk mencapai rekonsiliasi dengan Qatar. (HS)