Tangan AS di Balik Kebuntuan Pembentukan Kabinet Baru Lebanon
(last modified Thu, 18 Mar 2021 13:39:45 GMT )
Mar 18, 2021 20:39 Asia/Jakarta
  • Michel Aoun dan Saad Al-Hariri
    Michel Aoun dan Saad Al-Hariri

Perselisihan yang semakin memuncak antara Presiden Lebanon, Michel Aoun dan Perdana Menteri Saad al-Hariri mengenai pembentukan kabinet menunjukkan alotnya masalah tersebut.

Saad al-Hariri diangkat untuk membentuk kabinet baru pada Oktober 2020, tapi setelah lima bulan berlalu, kabinet belum terbentuk. Menyikapi masalah ini, Michel Aoun meminta Saad al-Hariri mundur, jika tidak bisa membentuk kabinet.

Sebaliknya, Saad al-Hariri menuduh Michel Aoun menunda pembentukan pemerintahan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan hanya beberapa jam setelah pengumuman tersebut. Ia juga menyerukan Michel Aoun untuk mempersiapkan pemilu presiden dini.

Reaksi ini menunjukkan bahwa pembentukan kabinet baru Lebanon menemui jalan buntu. Di permukaan, faktor pemicu tidak terbentuknya kabinet dipicu perilaku politik Aoun dan Al-Hariri, tapi tampaknya ada masalah yang lebih krusial di balik itu.

Al-Hariri secara resmi mengumumkan bahwa dirinya menekankan pembentukan pemerintahan teknokrat non-partisan. Dia juga mengklaim telah bertemu dengan Michel Aoun sebanyak 16 kali dalam lima bulan terakhir untuk membahas pembentukan kabinet. Sebaliknya, Aoun menuduh Saad al-Hariri tidak kompeten. 

Saad al-Hariri menghendaki pembentukan kabinet yang mengabaikan porsi partai dan representasi kelompok Lebanon. Pendekatan ini tidak sejalan dengan hukum dan tradisi politik Lebanon. Pasalnya, Saad al-Hariri sendiri bukanlah perwakilan dari fraksi terbesar di parlementer. Selain itu, pembagian kekuasaan di Lebanon didasarkan pada kategori sektarian yang dibagi antara kubu Sunni, Syiah dan Kristen, yang masing-masing memiliki bagian kekuasaan tertentu dalam struktur kekuasaan negara ini. Oleh karena itu, Michel Aoun menentang tawaran Saad al-Hariri.

Meski perbedaan antara Aoun dan Hariri telah membuat proses pembentukan kabinet di Lebanon berantakan, tapi akar dari kebuntuan ini harus dicari di luar Lebanon. Penyebab utama situasi demikian akibat konflik antara kekuatan regional dan trans-regional, terutama terhadap poros perlawanan.

 

Saad Al-Hariri

 

Arab Saudi, UEA, Amerika Serikat dan rezim Zionis dalam dekade terakhir telah berusaha untuk menghilangkan atau setidaknya melemahkan front perlawanan di kawasan yang dipimpin oleh Hizbullah Lebanon.

Upaya ini dilakukan dalam berbagai bentuk dari militer hingga politik, tetapi tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Bahkan sebaliknya, kubu perlawanan menjadi lebih sistematis dan kuat. Oleh karena itu, langkah yang diambil Saad al-Hariri tidak bisa dilepaskan dari tekanan pihak luas Lebanon yang berupaya memaksakan kepentingannya terhadap Beirut.

Sejak awal Saad al-Hariri ditugaskan untuk membentuk kabinet baru Lebanon, Amerika Serikat mengancamnya supaya memutus pengaruh Hizbullah dalam sumbu kekuasaan. Langkah pertama yang dilakukan AS memutuskan bantuan keuangan terhadap Lebanon, terutama di sektor kesehatan. Kedua, Departemen Keuangan AS tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan menjatuhkan sanksi terhadap tokoh Lebanon seperti Gebran Bassil, mantan menteri luar negeri dan pemimpin Gerakan Patriotik Bebas.   

Oleh karena itu, Saad al-Hariri sejak awal, seperti pada periode sebelumnya, berupaya membentuk kabinet sesuai dengan tuntutan tersebut dengan menghapus kehadiran Hizbullah, dan mengusung pemerintahan teknokratik tanpa peran partai politik. Langkah sepihak Al- Hariri ini memicu penentangan keras dari Aoun yang saat ini menjabat sebagai presiden Lebanon.(PH)