Upaya Barat Mengganggu Pemilu Legislatif Rusia dan Peringatan Moskow
Pemilihan umum parlemen Rusia, yang dimulai pada hari Jumat (17/09/2021), telah menjadi ajang upaya Barat untuk mengintensifkan gangguan terhadap pemilu ini.
Pemilihan umum parlemen Rusia diadakan dari 17 hingga 19 September, dan sekitar 108 juta orang berhak memilih. Warga Rusia akan memilih 450 anggota Duma.
Hasil pemilu ini akan diumumkan pada Minggu (19/09/2021) malam.
Ketika Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Kamis (16/9) meminta warga negaranya untuk menunjukkan patriotisme mereka dengan berpartisipasi dalam pemilu legislatif, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi yang menyerukan Uni Eropa untuk bersiap menolak hasil pemilu ini bila terjadi pelanggaran berat atas standar internasional.
"Hari ini ada bentuk konflik yang tidak dapat didamaikan antara Rusia yang tidak demokratis dan Eropa. Rusia Vladimir Putin menjadi tantangan keamanan dan geopolitik terbesar bagi Eropa," ungkap Andrei Kubilius, pelapor resolusi dari delegasi Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Eropa kepada para anggota Parlemen Eropa.
Dalam langkah lain untuk melemahkan legitimasi pemilu parlemen, Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) menyatakan, para pengamat internasional tidak hadir dalam pemilu parlemen Rusia. Kantor Keamanan dan Kerja Sama di Eropa mengatakan tidak dalam posisi untuk mengirim pengamat ke Rusia karena pembatasan yang dilakukan Rusia.
Rusia ingin membatasi jumlah pengamat menjadi 60, sementara organisasi itu ingin mengirim 500 pengamat.
Sentimen anti-Rusia telah membawa Barat, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa, untuk memasuki arena propaganda langsung dan perang media melawan pemerintah Moskow dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pemilu legislatif Rusia baru-baru ini. Kenyataan ini telah memicu reaksi keras dari Rusia.
Pemilihan umum legislatif dan DPRD Rusia, yang dimulai pada hari Jumat (17/09/2021), telah menjadi ajang upaya Barat untuk mengintensifkan gangguan terhadap pemilu ini.
Kementerian luar negeri Rusia memperingatkan pada hari Kamis bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap Amerika Serikat atas apa yang disebut "campur tangan dalam pemilu Rusia". Menurut Kemenlu Rusia, Moskow memiliki bukti "tidak dapat disangkal" tentang pelanggaran hukum Rusia oleh berbagai platform Internet AS sehubungan dengan pemilu parlemen Rusia.
Rusia telah berulang kali menyaksikan campur tangan AS dan Eropa secara terbuka dalam pemilunya, serta provokasi Washington terhadap oposisi Rusia untuk menciptakan protes dan pertemuan umum sebagai tanggapan atas hasil pemilu parlemen atau presiden Rusia.
Hal itu dikarenakan kebijakan dan tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin tidak pernah disukai Barat. Langkah-langkah intervensionis Barat ditujukan untuk menciptakan ketidakstabilan, meningkatkan protes, dan pada akhirnya menciptakan kondisi untuk pembentukan perkembangan yang mereka inginkan di Rusia.
Di antara kegiatan yang paling menonjol dari Eropa dan Amerika Serikat di bidang ini adalah peningkatan bantuan keuangan dan dukungan media penuh dari oposisi dan penciptaan suasana negatif dalam konteks situasi internal di Rusia.
Brussels dan Washington menginginkan tokoh pro-Barat seperti Alexei Navalny, pemimpin oposisi, berkuasa di Rusia. Namun, karena ketergantungan yang jelas dari oposisi ke Barat dan kesadaran rakyat Rusia, mereka gagal mencapai tujuannya. Oposisi pro-Barat Rusia, yang dipimpin oleh Navalny, mengecam keras proses pemilu Rusia dan berupaya menghapusnya dari proses pemilu.
Navalny saat ini dipenjara karena kejahatan yang dilakukan, dan Amerika Serikat serta Uni Eropa telah memberikan tekanan dan sanksi politik yang luas untuk memaksa Moskow membebaskannya.
Kini, bersamaan dengan pemilu legislatif dan perwakilan daerah di Rusia, para pengunjuk rasa mencoba mengganggu pemilu dengan menciptakan suasana perang psikologis dan perang media, serta membuat pemilihan umum ini tidak sah.