Mengapa Sejumlah Negara Menolak Sanksi Barat atas Rusia ?
(last modified Sat, 26 Mar 2022 03:38:27 GMT )
Mar 26, 2022 10:38 Asia/Jakarta

Penerapan sanksi luas negara-negara Barat, terhadap Rusia, dengan dalih operasi militer negara itu di Ukraina, ternyata mendapat penentangan dari sejumlah negara dunia.

Perang di Ukraina, dan sanksi luas terhadap Rusia, tidak diragukan telah membawa dampak-dampak yang sangat negatif bagi perekonomian, perdagangan dan transportasi barang di dunia, oleh karena itu berlanjutnya sanksi terhadap Rusia, mendapat penentangan serius dari beberapa negara.

Penolakan terbaru atas sanksi Barat terhadap Rusia dilakukan Brazil, sebagai salah satu kekuatan ekonomi baru, anggota G20, dan anggota BRICS bersama Rusia. Brazil menyebut sanksi Barat atas Rusia melanggar hukum.

Menteri Luar Negeri Brazil, Carlos Alberto Franca mengumumkan penolakan negara itu atas sanksi Barat terhadap Rusia, dan ia menegaskan bahwa kepentingan sebagian negara terancam dengan adanya sanksi ini.

Bukan hanya Brazil, Cina, India dan Turki juga mengambil sikap yang sama. Negara-negara ini adalah anggota G20, dan termasuk kekuatan ekonomi besar dunia yang baru muncul.

Dalam pandangan negara-negara ini, penerapan sanksi luas terhadap Rusia, dengan dalih perang di Ukraina, tidak tepat dan melanggar hukum. Sanksi juga dianggap membawa dampak negatif luas bagi perekonomian dan keuangan global, yang dapat memicu krisis internasional termasuk di bidang energi dan pangan.

Sanksi baru dan terkoordinir Barat atas Rusia dilakukan dengan maksud untuk melumpuhkan total ekonomi Moskow, dan menggulingkan pemerintahan negara ini.

Realitasnya Amerika Serikat sebagai pimpinan Blok Barat menganggap saat ini sebagai waktu yang tepat untuk menerapkan tekanan guna menghancurkan perekonomian Rusia, serta menjatuhkan legitimasi Presiden Vladimir Putin.

Meskipun demikian, negara-negara seperti Cina, India, Brazil dan Turki yang menyadari dengan baik maksud sebenarnya Barat, tidak bersedia mengikuti kebijakan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.

Brazil Minister of Foreign Affairs Carlos Alberto Franca

 

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, "Di tengah kebijakan kami terkait krisis Ukraina, kami menolak bergabung dalam kampanye sanksi terhadap Rusia. Sekalipun Ankara akan tetap mematuhi sebagian sanksi PBB, namun kami tidak bisa menutup mata atas hubungan, dan kerja sama kami dengan Rusia. Jika kami bergabung dengan kebijakan sanksi terhadap Rusia, maka kami sebenarnya menekan rakyat Turki."

Di sisi lain, Menlu Cina Wang Yi juga mengumumkan penentangan negaranya atas sanksi terhadap Rusia, dan menegaskan bahwa Beijing tidak mendukung penyelesaian masalah lewat sanksi.

Menurut Menlu Cina, sanksi bukan saja merupakan skenario "kalah-kalah" atau "kalah berlipat", tapi juga akan mengganggu proses penyelesaian politik krisis Ukraina.

Sementara India, yang menuntut berlanjutnya hubungan dagang dan kerja sama energinya dengan Rusia, ingin menghapus mata uang dolar dari transaksi minyak negaranya dengan Rusia, sehingga terhindar dari sanksi-sanksi Barat.

Salah seorang pejabat tinggi India mengatakan, New Delhi ingin membeli minyak dan produk Rusia lain menggunakan mata uang nasional kedua negara, di tengan upaya keras AS melarang negara-negara dunia untuk melakukan transaksi perdagangan dengan Rusia.

Dana Moneter Internasional, IMF sebelumnya telah memperingatkan dampak luas perang Ukraina, dan sanksi atas Rusia, terhadap perekonomian global terutama penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia

Akan tetapi sanksi baru Barat terhadap Rusia, sebenarnya adalah pedang bermata dua yang akan memberikan dampak negatif yang serius di bidang ekonomi dan energi, bagi negara-negara yang menyanksi Rusia, yaitu Eropa dan AS.

Seorang analis politik Iran, Mohsen Abbasi mengatakan, "Negara-negara Barat mengklaim bahwa dengan langkah-langkahnya, termasuk pengiriman senjata ke Ukraina, ingin melawan Rusia, tapi sebenarnya mereka sedang menyiksa penduduk dunia, dan peningkatan signifikan keuntungan para produsen senjata, telah mengungkap hakikat tersembunyi perang ini." (HS)

Tags