Kondisi Buruk Perempuan di Prancis; Simbol Misogini di Barat
(last modified Sun, 18 Dec 2022 14:25:33 GMT )
Des 18, 2022 21:25 Asia/Jakarta
  • Demo anti-kekerasan seksual di Prancis
    Demo anti-kekerasan seksual di Prancis

Negara-negara Barat pimpinan AS senantiasa mengklaim membela HAM termasuk hak perempuan, tapi jika kita menyimak data dan laporan media di bidang ini, maka akan kita temukan gambaran menakutkan dari kondisi buruk perempuan di Barat.

Prancis, yang merupakan salah satu pengklaim utama slogan liberal Barat di bidang hak asasi manusia, memiliki situasi yang mengerikan di bidang perempuan dan hak-haknya. Menurut laporan yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri Prancis tentang statistik pembunuhan wanita pada tahun 2021, jumlah wanita yang dibunuh oleh suaminya meningkat sebesar 20 persen.

Berdasarkan data laporan yang dirilis dengan tema "Pembunuhan Sadis di antara Suami-Istri", tahun 2021 sebanyak 122 perempuan dibunuh oleh suami atau mantan suaminya. Dengan demikian di tahun lalu dan rata-rata setiap dua hari setengah terjadi pembunuhan keluarga di Prancis.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, perempuan menjadi korban utama pembunuhan keluarga. Pada tahun 2020, 102 dan 146 wanita meninggal dalam kekerasan antar pasangan. Antara tahun 2020 dan 2021, kekerasan dalam rumah tangga di negara tersebut meningkat sebesar 21 persen, yang sebagian besar disebabkan oleh kekerasan fisik. 208.000 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terdaftar pada tahun 2022 adalah satu-satunya kasus di mana pelapor pergi ke komisariat atau gendarmerie. Selain itu, masalah lain yang mengkhawatirkan dalam masyarakat Prancis adalah tingginya tingkat pelecehan seksual di tempat kerja.

Demo anti-kekerasan seksual di Prancis

Menurut penelitian Institut Pembela Hak Asasi Manusia yang diterbitkan pada tahun 2015, satu dari setiap lima perempuan menjadi korban pelecehan seksual di tempat kerja. Di Prancis, perempuan adalah korban utama kekerasan seksual dan mereka menderita karenanya di semua bidang kehidupan mereka, termasuk keluarga, kehidupan perkawinan, tempat kerja, dan ruang publik.

Dalam laporan yang diterbitkan oleh French National Institute of Demographic Statistics (INED) pada tahun 2016 disebutkan bahwa kekerasan seksual menimpa 600.000 wanita di Prancis setiap tahunnya, kini angka tersebut tentunya meningkat secara signifikan. HAM dan pemberantasan kekerasan terhadapnya harus menjadi isu penting dalam kancah politik negara Eropa ini. Namun, situasinya tampaknya tidak berpihak pada perempuan.

Pada dasarnya, melihat situasi perempuan di negara-negara Barat yang mengklaim membela hak-haknya menunjukkan bahwa perempuan di negara-negara tersebut menghadapi situasi yang buruk dan hak asasi mereka diabaikan. Diskriminasi terhadap perempuan, terutama dalam hal pekerjaan dan hak-hak sosial, jelas terlihat, dan terdapat ketidaksetaraan yang jelas antara perempuan dan laki-laki dalam hal gaji dan pekerjaan di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Kanada. Wanita adalah korban utama kekerasan seksual dan fisik di Barat, dan melihat statistik di bidang ini dengan jelas menunjukkan masalah ini.

Faktanya, wanita dianggap sebagai manusia kelas dua di Barat yang tidak memiliki keamanan yang diperlukan untuk melanjutkan hidup, dan tidak didukung secara serius oleh pemerintah Barat, dan hanya dianggap sebagai alat untuk digunakan pria. Berdasarkan laporan Thomson Reuters Institute, AS adalah salah satu dari 10 negara teratas yang tidak aman bagi perempuan; Peringkat yang tetap tidak berubah selama setidaknya satu dekade. Padahal, salah satu contoh penting keruntuhan moral sistem peradaban Barat adalah persoalan penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan, dan jutaan perempuan di negara-negara Barat menderita akibat kekerasan dalam rumah tangga.

Pemanfaatan perempuan sebagai alat di bidang periklanan, ancaman terhadap institusi keluarga, maraknya segala macam anomali dan penindasan serta eksploitasi seksual terhadap perempuan dalam bentuk kebebasan, upah yang tidak setara dalam kondisi kerja yang setara tanpa memandang fisik dan mental,  linkungan pekerjaan dan pendidkan yang tidak aman, tingginya statistik pelecehan dan pemerkosaan terhadap wanita dan pelecehan seksual di tempat kerja dan sekolah, diskriminasi rasial, peningkatan jumlah tahanan wanita dan segala jenis pelanggaran terhadap mereka, persentase aborsi yang tinggi, kemiskinan , maraknya prostitusi dan perdagangan perempuan, termasuk manifestasi pengabaian terhadap hak-hak perempuan di Barat.

Maryam Mahmoudzadeh, dosen dan pakar perempuan mengatakan, "Meski ada pengakuan media dan berbagai laporan dari Barat terkait kekerasan terhadap perempuan, tapi mereka tetap menganggap dirinya sebagai pembela HAM. Adal laporan mengenai tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di Inggris, Amerika dan Prancis. Tapi dengan bukti seperti ini, mereka masih tak malu menganggap dirinya pelopor dan pembela hak asasi manusia." (MF)

 

Tags