Feb 21, 2023 10:59 Asia/Jakarta

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengakui kerentanan Eropa terhadap perang siber di sela-sela KTT Keamanan Munich.

Borrell mengatakan, Pertahanan siber adalah masalah yang sangat penting. Karena kami tidak sedang menghadapi perang klasik, tetapi kami harus fokus pada teknologi dan dimensi teknologi. Tentu saja kami tidak siap untuk perang seperti itu, dan akibatnya, kita harus mempertimbangkan kemampuan dan sumber daya yang diperlukan untuk masalah ini. Perang di masa depan akan berbeda dengan perang saat ini, dan industri pertahanan kita harus beradaptasi dengan variabel baru dan siap menghadapi tantangan.

Pengakuan pejabat kebijakan luar negeri Uni Eropa atas ketidaksiapan Eropa menghadapi perang baru, termasuk perang siber, masuk akal mengingat keterbelakangan negara-negara Eropa di bidang pertahanan dan militer, terutama di era pasca Perang Dingin.

Perang Dingin

Setelah runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin, mentalitas ini terbentuk di banyak negara Eropa bahwa periode persiapan militer dan biaya pertahanan yang sangat besar telah berakhir dan kemungkinan perang di benua Eropa telah banyak berkurang.

Masalah ini menyebabkan anggaran pertahanan banyak negara berkurang secara bertahap. Isu ini mendapat protes dari Amerika Serikat, terutama pada masa kepresidenan Donald Trump, yang ingin negara-negara tersebut melaksanakan kewajiban militernya, termasuk alokasi dua persen dari produk domestik bruto untuk anggaran militer, serta peningkatan partisipasi Eropa dalam memenuhi biaya Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Meningkatnya perbedaan negara-negara Eropa dari Amerika selama era Trump menyebabkan Uni Eropa lebih memperhatikan penguatan dan peningkatan kapasitas pertahanan dan militer Eropa yang mandiri, dan langkah-langkah di bidang ini, termasuk melaksanakan pembentukan Dana Pertahanan Eropa.

Sekalipun demikian, negara-negara Eropa yang lalai memperhatikan bidang pertahanan dan militer selama kurang lebih tiga puluh tahun menghadapi skenario yang tidak terduga di awal tahun 2022, yaitu dimulainya perang di Ukraina yang kini mendekati akhir tahun pertamanya.

Perang ini menyebabkan negara-negara Eropa segera mewujudkan kesiapan militer dan mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk urusan militer dan pembelian senjata.

Antara lain, Jerman telah mengalokasikan anggaran sebesar 100 miliar euro untuk pembelian senjata serta peningkatan dan modernisasi militer.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengakui kerentanan Eropa terhadap perang siber di sela-sela KTT Keamanan Munich.

Namun, negara-negara Eropa jelas tertinggal di beberapa bidang, termasuk perang siber. Hal ini menyebabkan ketergantungan yang meningkat pada Amerika Serikat untuk menjaga keamanan Eropa.

Kurangnya alokasi dana dan tindakan yang tepat di bidang penting perang modern seperti drone, operasi siber, operasi tempur jaringan dan perang pintar, serta kurangnya alokasi dana yang diperlukan untuk modernisasi militer dan senjata selama bertahun-tahun sekarang menunjukkan efeknya.

Masalah ini, terutama setelah perang Ukraina, telah meningkatkan ketergantungan militer dan keamanan Eropa pada Amerika Serikat.

Namun, Washington hanya memperhatikan Eropa dalam kerangka tujuannya dan sekarang menggunakan negara-negara anggota NATO Eropa sebagai alat sejalan dengan kebijakan anti-Rusia, yang telah membawa konsekuensi buruk bagi Eropa dalam berbagai bidang politik, ekonomi, dan energi.

Pada saat yang sama, kerja sama Eropa dengan Amerika di bidang memperlengkapi Ukraina sebanyak mungkin dengan semua jenis senjata bukan hanya menyebabkan lonceng peringatan tentang menipisnya amunisi dan cadangan senjata negara-negara Eropa, tetapi juga kelanjutan dari tren reaksi Rusia yang serius dan parah terhadap sikap bermusuhan ini telah memperburuk Eropa.

Dalam kasus penentangan terbaru terhadap pengiriman senjata ke Ukraina untuk menghadapi Rusia, Norwegia, sebagai anggota utara NATO, telah mengambil sikap di bidang ini.

Norwegia

Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Store mengkritik aliran bantuan Eropa ke Ukraina dan menekankan, Oslo harus memikirkan keamanannya. Di masa mendatang, akan lebih sulit bagi kami untuk menyediakan lebih banyak senjata ke Ukraina.

Dengan cara ini, Eropa kini dihadapkan pada situasi yang kompleks di bidang keamanan dan militer, dan semakin banyak terlihat kelemahan negara-negara Eropa di bidang perang modern.(sl)

Tags