Apr 02, 2023 12:27 Asia/Jakarta

Menurut Presiden AS Joe Biden, negara ini akan membelanjakan miliaran dolar untuk hal-hal yang disebutnya sebagai “menjaga obor kebebasan tetap menyala”.

Biden membuat pernyataan tersebut dalam pidatonya di “KTT untuk Demokrasi” di Washington yang disiarkan secara virtual kepada para peserta KTT ini.

Biden mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan membelanjakan 690 juta dolar lagi untuk apa yang dia gambarkan sebagai upaya Washington bagi mendukung demokrasi di berbagai negara di seluruh dunia.

Biden mengatakan dirinya berencana untuk meminta 9,5 miliar dolar lagi dari Kongres untuk tujuan ini. Menurutnya, sebagian besar uang akan diberikan kepada badan baru yang akan dibentuk di dalam Organisasi Pembangunan Internasional.

Joe Biden, Presiden AS

Organisasi ini beroperasi di bawah pengawasan Kementerian Luar Negeri AS dan tampaknya bertujuan untuk melaksanakan program kemanusiaan.

Biden mengatakan, Dunia kita membutuhkan demokrasi yang lebih kuat dan obor kebebasan tetap menyala untuk kita dan generasi yang akan datang.

Pengakuan Biden atas alokasi dana besar untuk mencampuri urusan dalam negeri negara lain sekali lagi mengungkap wajah asli Amerika Serikat.

Sejak periode Perang Dingin, Amerika Serikat selalu mengambil pendekatan intervensionis di negara lain sejalan dengan tujuan dan kepentingannya dan sekutunya seperti Inggris.

Dengan cara ini, bukan hanya menciptakan perang dan merencanakan serta melaksanakan kudeta di berbagai belahan dunia, tetapi AS juga secara langsung dan tidak langsung mendukung partai, gerakan, politisi dan organisasi non-pemerintah serta media yang berafiliasi dengan Barat di banyak negara untuk mendukung elemen yang berafiliasi dan melayani kepentingan Amerika Serikat.

Dalam hal ini, bersamaan dengan diadakannya KTT untuk Demokrasi, Gedung Putih menerbitkan laporan yang menyebutkan di negara mana anggaran baru pemerintah Amerika akan dihabiskan untuk apa yang disebut perluasan demokrasi.

Pemerintah AS mengklaim bahwa uang pembayar pajak Amerika akan digunakan untuk membantu memperkuat demokrasi di negara lain dan akan dialokasikan untuk hal-hal seperti mendukung media yang independen dan bebas, memperkuat penyebaran berita yang akurat, memerangi korupsi melalui kerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk mengekspos perusahaan palsu, memperkuat hak asasi manusia dan reformasi demokrasi, dan membela pemilu yang bebas dan sehat.

Pada saat yang sama, Amerika Serikat telah menampilkan dirinya sebagai pendukung utama demokrasi di dunia dan mulai mengadakan kembali KTT untuk Demokrasi, dan menurutnya juga telah mengajukan rencana perluasan demokrasi di dunia, yang pada dasarnya tidak jelas otoritas internasional mana yang memiliki kompetensi ini dan telah menyerahkan tugas ini ke Washington?

Menurut Presiden AS Joe Biden, negara ini akan membelanjakan miliaran dolar untuk hal-hal yang disebutnya sebagai “menjaga obor kebebasan tetap menyala”.

Siapa yang menugaskan pemerintahan Biden ini untuk memberikan pedoman bagi perkembangan demokrasi dengan mengadakan KTT untuk Demokrasi dan menilai keadaan demokrasi di negara lain?

Klaim Washington bahwa AS adalah negara demokrasi terkemuka di dunia dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya juga dipertanyakan.

Ini adalah masalah yang bahkan diakui oleh salah satu profesor ilmu politik Amerika yang paling terkemuka.

Profesor Universitas Harvard dan pakar AS Stephen Walt mengatakan, Amerika saat ini tidak dalam posisi untuk memimpin pertemuan puncak (KTT demokrasi) semacam itu. Sebelum pemilu presiden AS 2020, “Economic Intelligence Unit” menempatkan negara ini dalam kategori negara dengan “demokrasi yang cacat”. Sementara salah satu dari dua partai utama di AS belum menerima hasil pemilu negara ini, dan beberapa Republikan menutupi serangan terhadap Kongres negara ini. Jika kita berjuang untuk kepemimpinan yang demokratis, masalah seperti itu bertentangan dengannya.

Pakar AS ini menyinggung insiden penyerangan Kongres AS pada 6 Januari 2021 yang sangat menentukan oleh para pendukung mantan Presiden AS Donald Trump sebagai protes atas hasil pemilu presiden November 2020 negara ini dan pengumuman kemenangan Joe Biden, yang menggoyahkan fondasi demokrasi Amerika.

Donald Trump, mantan Presiden AS

Trump telah berulang kali menyebut demokrasi di Amerika sebagai kebohongan. Dengan menyebut sistem pemilu Amerika korup dan penipuan yang meluas dalam pemilu menyebabkan krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mempertanyakan demokrasi di Amerika.

Peristiwa 6 Januari menyebabkan legitimasi dan pengaruh internasional Amerika Serikat dipertanyakan secara mendasar di bidang politik.

Dengan cara ini, terlepas dari klaim AS tentang kepemimpinan demokrasi di dunia, kenyataannya demokrasi dalam arti sebenarnya sudah lama tidak mendapat tempat dalam masyarakat dan politik Amerika.(sl)

Tags