Amerika Tinjauan dari Dalam, 17 Juni 2023
Perkembangan di Amerika Serikat (AS) selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting di antaranya keinginan Gedung Putih untuk menjadi anggota Organisasi Pendidikan, Keilmuwan dan Kebudayaan PBB, UNESCO.
Pemerintah Amerika Serikat, enam tahun setelah menyatakan diri keluar dari Organisasi Pendidikan, Keilmuwan dan Kebudayaan PBB, UNESCO mengajukan permohonan resmi untuk kembali menjadi anggota organisasi ini.
Pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump, pada 31 Desember 2017, dengan alasan bahwa UNESCO adalah musuh Rezim Zionis, secara resmi memutuskan keluar dari organisasi PBB tersebut.
Associated Press, Senin (12/6/2023) melaporkan, UNESCO mengabarkan permohonan resmi AS, untuk kembali menjadi anggota organisasi itu dengan membayar uang sebesar 600 juta dolar.
Deputi Menteri Luar Negeri AS, Richard Verma minggu lalu melayangkan surat resmi kepada Dirjen UNESCO, untuk meminta supaya negaranya kembali menjadi anggota organisasi ini.
Menurut pemerintah Gedung Putih, keputusan kembali menjadi anggota UNESCO diambil karena kekhawatiran-kekhawatiran terkait peningkatan pengaruh Cina di organisasi ini terutama setelah AS keluar.
Menkeu AS Akui Dampak Negatif Sanksi terhadap Dolar
Menteri Keuangan AS mengakui bahwa sanksi AS terhadap beberapa negara telah menyebabkan melemahnya dolar.
Proses de-dolarisasi di dunia semakin cepat sejak pemerintahan Presiden AS Joe Biden memutuskan untuk menjatuhkan sanksi ekstensif terhadap Rusia dengan dalih perang Ukraina.
Janet Yellen, Menteri Keuangan AS hari Selasa (13/6/2023) mengakui bahwa sanksi AS terhadap beberapa negara telah menjadi bumerang dan menyebabkan negara-negara tersebut menggunakan alat pembayaran alternatif selain dolar.
Menteri Keuangan AS juga mengakui bahwa pengenaan sanksi terhadap sejumlah negara sebagai senjata AS untuk menekan mereka, tapi pada saat yang sama ia mengklaim bahwa sebagian besar negara tidak memiliki cara alternatif yang signifikan untuk menggantikan dolar.
April lalu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengakui bahwa kebijakan pemerintah AS menjatuhkan sanksi terhadap musuh-musuhnya di seluruh dunia bisa melemahkan supremasi dolar.
Menkeu AS: Dolar akan Semakin Sedikit Digunakan di Dunia
Menteri Keuangan Amerika Serikat, dalam sebuah rapat dengar pendapat dengan Kongres, mengakui bahwa Washington harus menunggu penurunan penggunaan mata uang dolar di dunia.
Janet Yellen, Selasa (13/6/2023) ditanya oleh salah seorang anggota Kongres AS, "Apakah kenyataan ini benar bahwa penggunaan dolar dalam beberapa tahun terakhir berkurang dan melemah dibandingkan dengan mata uang lain ?"
Ia menjawab, "Negara-negara lain sudah menambah cadangan devisa lain, akan tetapi inilah yang dinanti di sebuah dunia yang sedang mengalami perluasan, dan negara-negara dunia ingin cadangan mata uang asingnya lebih beragam."
Anggota Kongres kembali bertanya, "Lalu berdasarkan apa yang Anda katakan, apakah kita harus menunggu penurunan volume penggunaan dolar ?."
Yellen menuturkan, "Seiring berjalannya waktu, secara perlahan kita harus menunggu saham aset-aset mata uang negara lain bertambah. Ini adalah keinginan alamiah untuk menciptakan keragaman dalam aset mata uang asing."
Menkeu Amerika Serikat lebih lanjut menjelaskan, dolar sampai saat ini masih merupakan cadangan devisa paling unggul di dunia dengan jarak yang cukup jauh dibanding mata uang lain.
Legislator AS: Lawatan Raisi ke Amerika Latin Indikasi Kekalahan AS
Salah seorang legislator Amerika Serikat, menyebut kunjungan Presiden Iran, ke Amerika Latin, sebagai indikasi kekalahan total kebijakan Washington di bagian barat negaranya.
Maria Elvira Salazar, anggota DPR Amerika Serikat dari Partai Republik, Jumat (16/6/2023) memprotes kebijakan pemerintah Presiden Joe Biden, yang dianggap tidak punya visi jelas terkait Amerika Latin.
Menurutnya, kebijakan Biden, terkait Amerika Latin, telah membuka peluang bagi rival-rival AS semacam Iran, untuk menciptakan hubungan lebih dekat dengan negara-negara kawasan ini, dan semakin menancapkan kakinya di wilayah ini.
"Kepemimpinan yang lemah pemerintahan Biden membuka kesempatan pada pemain terburuk dunia untuk menginfiltrasi belahan barat wilayah kita tanpa biaya se peser pun," ujar Salazar.
Ia menambahkan, "Kunjungan Ebrahim Raisi, Presiden Iran, ke Venezuela, Nikaragua dan Kuba, adalah pembangkangan terbuka terhadap AS, dan indikasi kekalahan total kebijakan Washington di Amerika Latin."
Anggota DPR Amerika Serikat itu menjelaskan, "Kita harus merestrukturisasi hubungan dengan sahabat-sahabat kita di Amerika Latin, sehingga kita dapat menciptakan sebuah koalisi untuk menghadapi negara-negara yang mengundang Rezim Iran ke wilayah barat negara kita."
Amerika Tolak Ukraina Gabung dengan NATO
Duta Besar Amerika untuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan sekretaris jenderal organisasi militer ini, menekankan bahwa Ukraina tidak dapat bergabung dengan NATO selama perang dengan Rusia.
Ukraina telah mengumumkan keinginannya untuk bergabung dengan NATO sejak 2008. Moskow sangat menentang setiap langkah bergabungnya Ukraina dengan NATO.
Julianne Smith, Duta Besar AS untuk NATO hari Sabtu (10/6/2023) mengatakan, "Ukraina memiliki peluang kecil untuk memasuki aliansi militer ini."
"Saya pikir sekutu sekarang setuju bahwa undangan yang tepat saat mereka (Ukraina) berada dalam perang skala penuh tidak mungkin terjadi," ujar Smith.
Sebelumnya, Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO, baru-baru ini menekankan bahwa Ukraina tidak dapat bergabung dengan aliansi tersebut selama perang melawan Rusia berlanjut.
Sambil menekankan poin yang sama, duta besar AS untuk NATO mengklaim bahwa NATO memiliki berbagai opsi selain keanggotaan penuh Ukraina di NATO yang dapat dipertimbangkan.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan bahwa bergabungnya Ukraina dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara adalah "garis merah" bagi Moskow.
Pemerintah Rusia menekankan bahwa perluasan wilayah NATO ke kawasan pecahan wilayah Uni Soviet mengancam keamanan nasional dan lingkup pengaruh Rusia.