Amerika Tinjauan dari Dalam, 8 Juli 2023
(last modified Sat, 08 Jul 2023 09:44:30 GMT )
Jul 08, 2023 16:44 Asia/Jakarta
  • UNESCO.
    UNESCO.

Ada sejumlah hal penting terjadi selama sepekan terakhir di Amerika Serikat (AS), termasuk kembalinya AS ke UNESCO.

Amerika Serikat Jumat (30/6/2023) dengan suara mayoritas 193 negara anggota UNESCO akhirnya kembali diterima menjadi anggota organisasi ini.

Menurut laporan IRNA, lima tahun setelah keluar dari UNESCO di masa Presiden Donald Trump, Amerika Serikat awal bulan ini menyatakan ingin kembali ke organisasi ini.

Pejabat Amerika menyatakan bahwa keputusan ini diambil karena kekhawatiran bahwa kekosongan Amerika dalam pengambilan kebijakan UNESCO akan diambil Cina, khususnya penentuan standar bagi kecerdasan buatan dan pendidikan teknologi di seluruh dunia.

Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel menghentika bantuan finansial kepada UNESCO setelah Palestina diterima menjadi anggota organisasi  ini pada tahun 2011.

Untuk selanjutnya, pemerintah Donald Trump tahun 2017 memutuskan keluar secara total dari UNESCO mulai tahun 2018. 

Amerika Alami Krisis Perekrutan Militer

Sebuah koran Amerika menyebut proses perekrutan militer negara ini berada dalam kondisi krisis.

Koran Wall Street Journal dalam laporannya seraya mengisyaratkan krisis perekrutan personel baru di militer Amerika menulis, bahkan veteran militer Amerika juga tidak berminat mengirim anggota keluarganya ke militer negara ini.

Masih berdasarkan laporan ini, kekhatiran perekrutan militer Amerika semakin meningkat ketika tentara saat ini dan veteran meminta anggota keluarganya untuk tidak bergabung dengan militer.

Krisis perekrutan personel baru di militer Amerika muncul di tengah kontroversi prioritas Kementerian Pertahanan negara ini terkait isu sayap kiri seperti identitas gender dan teori rasial.

Militer Amerika di tahun 2022 kehilangan 25 persen bagiannya dalam merekrut personel baru, dan diprediksikan di tahun 2023 akan mengalami defisit serupa.

Mengingat bahwa lebih dari tujuh orang dari setiap 10 pemuda Amerika tidak memiliki syarat untuk masuk militer karena berbagai masalah seperti kegemukan, kecanduan narkotika dan penyakit mental, maka Departemen Pertahanan AS menghadapi krisis tinggi dalam merekrut pasukan baru.

Biden: Kami akan Mendapatkan Bantuan dari Taliban

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dalam sebuah statemennya terkait penarikan pasukan negara ini dari Afghanistan mengkonfirmasi mendapat bantuan dari milisi Taliban.

Menurut laporan IRIB, Joe Biden dalam sebuah jumpa pers saat menjawab pertanyaan mengenai penarikan pasukan AS dari Afghanistan mengingatkan, "Saya katakan bahwa al-Qaeda tidak akan ada lagi di sana. Saya katakan kami akan mendapatkan bantuan dari Taliban, dan ternyata saya benar."

Statemen ini dirilis ketika berdasarkan laporan Dewan Keamanan PBB dan sejumlah lembaga intelijen pemerintah regional, seiring dengan berkuasanya Taliban di Afghanistan, "Ayman al-Zawahiri" dan sejumlah anggota al-Qaeda lainnya kembali ke Afghanistan.

Di sisi lain dan berdasarkan hasil sebuah laporan terbaru pemerintah AS, pemerintah Donald Trump dan Joe Biden dinyatakan bersalah terkait mekanisme penarikan pasukan negara ini dari Kabul pada Agustus 2021.

Berdasarkan laporan ini mengenai kinerja Deplu AS soal penarikan kontroversial pasukan negara ini dari Afghanistan, departemen ini sebelum keruntuhan pemerintah Kabul, tidak memiliki program yang cukup untuk penarikan pasukan tersebut.

Kubu Republik sejak awal penarikan pasukan AS dari Afghanista menyebut Biden bertanggung jawab atas kegagalan intelijen yang berujung pada berkuasanya kembali Taliban di Afghanistan.

Menurut mereka, munculnya kerusuhan di Bandara Kabul di mana 13 tentara dan 170 warga Afghanistan tewas dalam aksi bom bunuh diri, dikarenakan kinerja Biden.

Namun demikian, Biden menolak bersalah mengenai mekanisme penarikan pasukannya dari Afghanistan.

Think Thank AS: Ancaman Terbesar Keamanan Global Ada di Dalam Amerika

Kepala think tank Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika mengumumkan bahwa ancaman Amerika Serikat terhadap keamanan global lebih besar daripada ancaman perubahan iklim, terorisme, kerawanan pangan, dan epidemi.

Richard Haass, Kepala Dewan Hubungan Luar Negeri AS dalam pernyataan terbarunya sebelum mengundurkan diri dari posisi ini setelah dua dekade hari Minggu (2/7/2023) mengungkapkan keprihatinannya tentang runtuhnya sistem politik AS.

"Saat ini, ancaman internal di Amerika Serikat lebih besar daripada ancaman eksternal. Alih-alih menjadi benteng yang dapat diandalkan di dunia yang bermasalah, Amerika Serikat telah menjadi sumber ketidakstabilan dan demokrasi yang goyah," ujar Haass.

Richard Haas menambahkan bahwa dirinya melakukan kesalahan dengan bekerja sama dengan Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat ketika menjabat.

Ia berharap keterlibatannya dalam Kepresidenan akan membuat Trump lebih moderat. Tapi fakta terjadi sebeliknya, Trump menjadi lebih ekstrim dari sebelumnya.

Haass juga menyatakan keprihatinannya bahwa pemerintahan Joe Biden, presiden Amerika Serikat saat ini, tidak mengikuti norma sebelumnya dan menunjukkan bahwa Trump dan Trumpisme telah dilembagakan dalam jalinan politik Amerika.

Diplomat kawakan Amerika ini mengungkapkan harapannya agar rakyat Amerika menyadari masalah demokrasi Amerika dan menyambut baik dialog untuk memperbaikinya.

Politikus AS: Biden Seret Dunia ke arah Perang Nuklir

Tulsi Gabbard, mantan anggota Kongres dan Partai Demokrat menuding Joe Biden, presiden AS saat ini menyeret dunia ke arah perang nuklir.

Seperti dilaporkan FNA, Tulsi Gabbard dalam pidatonya di Universitas Centennial, negara bagian Colorado, seraya mengecam kebijakan haus perang Joe Biden di Ukraina, juga menuding presiden Amerika ini menyeret dunia ke arah perang nuklir.

Gabbard yang keluar dari Partai Demokrat pada Oktober 2022 lalu, memperingatkan, krisis saat ini adalah krisis eksistensi, bukan saja bagi kita di negara ini, tapi juga bagi seluruh dunia. Ini adalah perang proksi dengan memanfaatkan nyawa rakyat Ukraina terhadap Rusia yang terus meningkat dan masih berlanjut.

Mantan anggota Kongres AS itu menyatakan perlu dicek dan dilihat apakah Biden dan pejabatnya mengetahui risiko dan bahaya melanjutkan proses pengiriman senjata yang lebih mematikan ke Ukraina karena proses ini meningkatkan kemungkinan konfrontasi langsung antara NATO dan Rusia.

Sejak awal perang di Ukraina pada 24 Februari 2022, Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mengirim puluhan miliar dolar senjata ke Kiev, dan secara bertahap menyerahkan senjata yang lebih berat dan lebih canggih kepada Ukraina, termasuk tank tempur utama, sistem pertahanan udara "Patriot", dan rudal jarak jauh Inggris "Storm Shadow".

Sementara itu, Rusia berulang kali memperingatkan sekutu Barat Ukraina bahwa Moskow menganggap pengiriman bantuan yang mereka kirim ke Ukraina sebagai target serangan yang sah. Di sisi lain, Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia, mengatakan bahwa bantuan senjata negara-negara NATO ke Ukraina dan pelatihan militer mereka untuk pasukan Ukraina seperti intervensi langsung dalam perang di negara ini.

Biden, Presiden AS Paling Dibenci dalam 70 tahun Terakhir

Hasil sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa Joe Biden tercatat sebagai presiden Amerika paling dibenci dalam 70 tahun terakhir.

Seperti dilaporkan IRNA, kekhawatiran terkait pencalonan Biden, presiden AS saat ini menjadi kandidat presiden di pemilu 2024 semakin meningkat.

Sementara itu ketika kubu Republik dan Demokrat Amerika memiliki friksi di banyak isu, kedua kubu ini sama-sama menentang pencalonan Biden untuk periode kedua presiden negara ini.

Sebuah jajak pendapat nasional di Amerika menunjukkan bahwa popularitas Biden lebih rendah dari 13 presiden Amerika di masa lalu.

Popularitas Biden di hari ke-509 pemerintahannya lebih rendah dari popularitas Donald Trump, dan berdasarkan riset yang dilakukan bulan Juni lalu, popularitas Biden lebih dari dua bulan berada di bawah Trump.

Jajak pendapat terbaru Yahoo menunjukkan bahwa 67 persen warga Amerika yang 48 persennya adalah pendukung Demokrat meyakini bahwa Biden terlalu tua untuk menjabat periode kedua presiden.

Dengan demikian hanya 33 persen dari responden yang meyakini bahwa Biden harus dipilih sebagai presiden periode kedua.

Sementara itu, jajak pendapat bulan Desember lalu menunjukkan 37 persen warga Amerika memiliki pendapat seperti ini.

Biden dua pekan lalu secara resmi mengumumkan pencalonan dirinya untuk pemilu presiden mendatang.

Biden Akui Pengiriman Bom Cluster ke Ukraina

Presiden AS Joe Biden secara resmi mengakui pengiriman bom cluster oleh negaranya ke Ukraina.

Pengumuman pengiriman bom cluster oleh Amerika Serikat ke Ukraina memicu penolakan dan reaksi kecaman dari publik internasional yang kuat.

Presiden AS, Joe Biden dalam sebuah wawancara dengan CNN hari Jumat (7/7/2023) secara resmi mengonfirmasi bahwa negaranya telah menyetujui untuk memasok bom cluster untuk digunakan tentara Ukraina.

Biden mengklaim bahwa keputusan ini adalah keputusan sulit bagi pemerintah AS, tetapi dia dan kabinetnya akhirnya membuat keputusan tersebut setelah berkonsultasi dengan sekutu dan rekannya di Kongres AS.

"Ukraina kehabisan amunisi dan mereka membutuhkan jenis senjata ini dalam serangan balik," ujar Biden.

Pada hari Jumat, Colin Kahl, Wakil Urusan Politik Menteri Pertahanan AS mengumumkan bahwa Washington akan mengirim paket militer baru senilai 800 juta dolar ke Ukraina, termasuk bom cluster. 

"Washington akan mengirimkan jenis bom cluster yang paling modern ke Kyiv," tegas Kahl.

Human Rights Watch (HRW) pada hari Kamis mendesak Amerika Serikat untuk menolak permintaan Ukraina mengenai pasokan banyak amunisi bom cluster.

Pemindahan senjata jenis ini pasti akan menyebabkan penderitaan jangka panjang bagi penduduk sipil dan penggunaannya akan mengakibatkan kecaman internasional.