Guterres Memeringatkan Persaingan dan Bahaya Perang Nuklir di dunia
(last modified Thu, 28 Sep 2023 03:50:58 GMT )
Sep 28, 2023 10:50 Asia/Jakarta

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres memeringatkan dunia akan memasuki perlombaan senjata nuklir baru dan menyebarkan bayangan "kehancuran” ke seluruh dunia.

Pada hari terakhir sidang tahunan Majelis Umum PBB, Guterres mengatakan bahwa perlombaan senjata baru yang mengkhawatirkan sedang terjadi dan jumlah senjata nuklir bisa meningkat untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade.

Menggambarkan perlombaan senjata nuklir baru di dunia sebagai “kegilaan”, Guterres mengatakan bahwa penggunaan senjata nuklir, kapan pun, di mana pun, dan dalam konteks apa pun, akan mengarah pada bencana kemanusiaan dan kita harus mengubah arah.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres

Sambil menyinggung bahwa dunia telah lama berada di bawah bayang-bayang senjata nuklir, Sekretaris Jenderal PBB menyerukan negara-negara di dunia untuk "mundur dari ambang bencana".

Meningkatnya persenjataan nuklir di dunia dan meningkatnya persaingan untuk mengembangkan senjata nuklir sebanyak mungkin serta penggunaannya telah menempatkan keamanan global pada risiko yang serius.

Peringatan nuklir Sekjen PBB masuk akal mengingat konfrontasi yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Rusia dan Amerika Serikat pasca perang Ukraina dan demonstrasi kekuatan nuklir Moskow untuk menunjukkan tekadnya menghadapi ancaman dari Barat yang dipimpin Amerika.

Sebenarnya, setelah perang Ukraina, dunia menghadapi mimpi buruk perang nuklir untuk pertama kalinya pada periode pasca-Perang Dingin.

Rusia telah berulang kali memperingatkan akan terjadinya bencana nuklir akibat pendekatan Barat, khususnya NATO, yang berusaha menghasut perang yang dipimpin Amerika Serikat selama perang di Ukraina.

Dalam posisi terakhir dalam hal ini, Dmitry Medvedev, Wakil Dewan Keamanan Rusia dan mantan presiden negara ini, berbicara tentang transformasi NATO "menjadi blok fasis yang mirip dengan Hitler dengan dimensi yang lebih besar" dan menambahkan, Rusia siap untuk menghadapinya jika diperlukan.

Medvedev juga memperingatkan bahwa akibat dari tindakan tersebut akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar bagi umat manusia dibandingkan pada tahun 1945 (Perang Dunia II).

Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir (NPT), yang berlaku sejak tahun 1970, memiliki penandatang terbanyak di antara perjanjian pengendalian senjata yang ada di dunia, dan lebih dari 191 negara telah bergabung.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres memeringatkan dunia akan memasuki perlombaan senjata nuklir baru dan menyebarkan bayangan "kehancuran” ke seluruh dunia. 

Sejak diberlakukannya perjanjian NPT, isu perlucutan senjata nuklir dan upaya pemusnahan senjata mematikan tersebut telah menjadi agenda PBB, tetapi perjanjian ini diabaikan terutama oleh para pemilik persenjataan nuklir.

Faktanya, salah satu tantangan penerapan Perjanjian NPT adalah ketidakpatuhan negara-negara pemilik senjata nuklir terhadap isi dan semangat utama perjanjian ini.

Meskipun adanya perjanjian ini dengan tujuan untuk mengurangi dan akhirnya menghilangkan senjata-senjata destruktif tersebut, yang penggunaannya meninggalkan dampak yang tidak dapat diperbaiki pada masyarakat manusia dan lingkungan hidup, tetapi negara-negara kekuatan nuklir, terlepas dari bahayanya, terus mengembangkan senjata-senjata pemusnah massal tersebut.

Selain itu, meningkatnya ketegangan antara negara-negara ini, seperti konfrontasi nuklir antara Rusia dan NATO setelah perang di Ukraina, telah meningkatkan kemungkinan penggunaan senjata nuklir dalam kemungkinan konflik di antara mereka. Namun, Moskow telah menekankan perlunya menghindari perang nuklir.

Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya memperingatkan para peserta konferensi peninjauan Perjanjian NPT melalui surat, Tidak ada pemenang dalam perang nuklir dan konflik semacam itu tidak boleh dimulai.

Faktanya, dunia telah menghadapi mimpi buruk perang nuklir selama lebih dari tujuh puluh delapan tahun. Negara-negara besar yang mempunyai senjata nuklir masih memodernisasi persenjataan nuklir mereka.

Lima negara yang diakui sebagai negara nuklir, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Cina, Perancis, dan Inggris, serta negara-negara yang tergabung dalam klub negara nuklir dengan berbagai cara dalam beberapa dekade terakhir, sedang membangun, mengerahkan, dan memperbarui senjata, dan sistem peluncur nuklir.

Dalam hal ini, Guterres mengkritik negara-negara kekuatan nuklir dan menekankan bahwa mereka telah membuat persenjataan mereka lebih cepat, lebih akurat dan lebih sulit dideteksi, dan di sisi lain, struktur yang dibentuk untuk mencegah penyebaran senjata nuklir dan memajukan perlucutan senjata nuklir di masa lalu tidak efektif lagi saat ini.

Senjata nuklir

Sementara itu, Amerika Serikat telah memimpin negara-negara nuklir lainnya sejak pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, dan dalam kerangka doktrin nuklir barunya, Washington telah mengambil langkah-langkah yang luas dan sangat mahal untuk memodernisasi dan melengkapi persenjataan nuklir Amerika. Proses ini terus berlanjut pada masa pemerintahan Presiden AS Joe Biden saat ini.(sl)