Okt 18, 2023 12:12 Asia/Jakarta

Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di Beijing pada Selasa (17/10/2023), untuk berpartisipasi dalam Forum Kerja Sama Internasional Belt and Road (OBOR).

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, yang tiba di Beijing pada hari Senin(16/10), mengumumkan bahwa Putin dan Presiden Cina Xi Jinping akan membahas hubungan kedua negara secara komprehensif selama pertemuan mereka.

Kunjungan Putin merupakan langkah lain menuju peningkatan dan perluasan hubungan antara Rusia dan Cina, yang sebagai dua kekuatan internasional penting dalam beberapa tahun terakhir telah mengambil langkah penting untuk memperluas kerja sama dan mengadopsi posisi bersatu melawan kebijakan dan tindakan unilateral yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan ingin mengadopsi pendekatan multilateralisme sebagai dasar tatanan internasional baru.

Presiden Rusia Vladimir Putin

Putin memuji Beijing atas kerja sama bersama di bidang hubungan internasional.

Buktinya adalah pertemuan presiden kedua negara pada Februari 2022 dan keluarnya pernyataan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menjelaskan sikap bersama Moskow dan Beijing.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping menyatakan dalam pernyataan bersama bahwa persahabatan antara kedua negara “tidak mengenal batas”.

Presiden Rusia sebelumnya mengatakan bahwa volume perdagangan tahunan antara Rusia dan Cina bisa mencapai 200 miliar dolar sebelum tahun 2024.

Moskow dan Beijing percaya bahwa perkembangan internasional dan realitas sistem dunia mendukung sistem multipolar, sementara Amerika Serikat bersikeras mempertahankan sistem unipolar dan mencoba memainkan peran sebagai polisi global berusaha mencapai tujuan dan tuntutannya melalui unilateralisme.

Sambil menekankan hal tersebut, para pejabat senior kedua negara ingin mengembangkan hubungan bilateral semaksimal mungkin dan meningkatkan kerja sama antar negara-negara kekuatan baru, tentunya salah satu simbolnya adalah kelompok BRICS yang beranggotakan Rusia, Cina, India, Brasil dan Afrika Selatan.

Rusia dan Cina kini telah menjalin hubungan luas di berbagai bidang ekonomi, komersial, militer dan keamanan, persenjataan, politik dan diplomatik.

Pada saat yang sama, partisipasi kedua negara dalam organisasi dan lembaga regional dan internasional seperti Organisasi Kerja Sama Shanghai dan kelompok BRICS menunjukkan pendekatan yang sama tentang perlunya memperkuat kerja sama regional dan global guna memecahkan masalah dan juga menghadapi hegemoni Barat serta tindakan agresif Amerika Serikat di berbagai bidang.

Presiden Rusia Vladimir Putin tiba di Beijing pada Selasa (17/10/2023), untuk berpartisipasi dalam Forum Kerja Sama Internasional Belt and Road (OBOR).

Matthew Kroenig, anggota lembaga think tank Dewan Atlantik, mengatakan, Moskow dan Beijing semakin menyelaraskan posisi mereka dalam isu-isu strategis.

Salah satu aspek terpenting dari koordinasi dalam mengambil posisi dalam krisis regional dan internasional adalah sikap netral Beijing terhadap perang Ukraina, penolakannya untuk mengutuk Rusia, dan penentangannya untuk ikut serta dalam sanksi Barat terhadap Moskow.

Beijing telah mengumumkan kebijakan agresif NATO yang dipimpin oleh AS sebagai penyebab perang saat ini di Ukraina. Selain itu, Cina berupaya mengakhiri perang di Ukraina dengan mengajukan rencana perdamaian.

Meskipun Amerika Serikat dan mitra Baratnya memberikan dukungan penuh kepada rezim Zionis setelah operasi Badai Al-Aqsa dan bahkan mengirimkan bantuan militer dan amunisi kepada rezim ini dari Washington, tetapi Rusia dan Cina, sebagai dua kekuatan saingan Barat, mempunyai posisi yang berbeda dalam masalah ini.

Mereka telah mengadopsi dan mempertimbangkan kebijakan-kebijakan Barat dan khususnya mengabaikan hak-hak rakyat Palestina sebagai penyebab terjadinya kejadian baru-baru ini.

Meningkatnya kerja sama dan kemitraan antara Rusia dan Cina selalu menghadapi reaksi negatif blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat.

AS, yang khawatir dengan terus meningkatnya kekuatan dan pengaruh Cina dan Rusia di tingkat regional dan internasional, telah melakukan segala upaya untuk menghadirkan gambaran yang mengancam dari kedua kekuatan Timur dan Eurasia ini, yang dapat disimpulkan sebagai ketakutan pada Cina dan Rusia.

Pejabat senior militer dan keamanan pada pemerintahan Biden telah berulang kali menyatakan Cina sebagai tantangan geopolitik paling penting bagi AS dan mengklaim bahwa Beijing dan Moskow bermaksud mengubah sistem internasional yang dibangun berdasarkan tatanan liberal.

Bendera Cina dan Rusia

Pada saat yang sama, mereka menganggap Rusia sebagai ancaman besar bagi Amerika dan sekutu-sekutunya di Eropa dan menekankan tekad mereka untuk mencegah Rusia memenangkan perang di Ukraina.

Meskipun ada penolakan dari Barat terhadap perluasan hubungan antara Rusia dan Cina, kedua negara ini semakin berada pada jalur pengembangan hubungan karena kesamaan kepentingan dan pandangan, serta mendekatkan posisi mereka terhadap perkembangan regional dan internasional.(sl)

Tags