Des 10, 2023 11:00 Asia/Jakarta

Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat menentang resolusi yang diusulkan Uni Emirat Arab untuk menetapkan gencatan senjata segera di Jalur Gaza.

Dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat (08/12/2023), untuk mengesahkan resolusi yang diusulkan oleh Uni Emirat Arab, 13 dari 15 anggota Dewan Keamanan memberikan suara mendukung, sementara Amerika Serikat memberikan suara menentang dan Inggris abstain.

Rancangan resolusi ini menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan segera” dan mendapat dukungan dari negara-negara Arab dan Islam.

Satu resolusi yang akan disetujui di Dewan Keamanan PBB memerlukan minimal 9 suara tanpa penolakan dan veto dari 5 anggota tetap dewan ini yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia dan Cina, sementara resolusi yang diajukan oleh UEA ini diveto oleh Amerika Serikat.

Wakil Tetap Inggris dan AS di Dewan Keamanan PBB

Sidang ini diselenggarakan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dengan mengaktifkan Pasal 99 Piagam PBB.

Guterres telah mengirimkan surat kepada Presiden Dewan Keamanan dengan mengutip Pasal 99 Piagam PBB, mengingat besarnya korban jiwa di Gaza menyusul perang brutal Zionis terhadap Hamas.

Ini adalah pertama kalinya Guterres melakukan hal tersebut sejak ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PBB pada tahun 2017.

Pasal 99 Piagam PBB, yang hanya digunakan 9 kali dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengizinkan Sekjen PBB untuk memanggil anggota Dewan Keamanan ke sidang luar biasa ketika ia berpikir bahwa “perdamaian global dan keamanan" berada dalam risiko dan meminta mereka untuk mengambil tindakan segera dalam hal ini.

Menyusul surat ini, pertemuan Dewan Keamanan mengenai situasi di Gaza diadakan mulai Jumat (8/12) pagi dengan dihadiri Guterres, dan berbagai negara mengutarakan pendapatnya.

Namun Amerika Serikat, salah satu dari 5 anggota tetap Dewan Keamanan, yang hingga malam sebelum sidang, duta besarnya menahan diri untuk tidak menyampaikan pendapat secara jelas terkait langkah Sekjen PBB, di sidang tersebut ia dengan tegas menyatakan menentang resolusi yang diusulkan untuk gencatan senjata segera di Gaza.

Tindakan Guterres dalam konteks penggunaan Pasal 99 Piagam PBB untuk mengadakan sidang darurat Dewan Keamanan terjadi karena memburuknya situasi di Jalur Gaza yang belum pernah terjadi sebelumnya, menyusul serangan udara dan darat yang terus menerus dan berulang-ulang oleh rezim Zionis terhadap daerah ini.

Statistik menunjukkan bahwa akibat serangan-serangan ini, lebih dari 17.500 warga Palestina, yang sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan, menjadi martir dan lebih dari 42.000 orang terluka.

Namun, karena parahnya serangan Israel yang meningkat terutama setelah gencatan senjata sementara selama 7 hari, banyak orang di Gaza menjadi martir dan terluka setiap hari tanpa akses terhadap bantuan medis.

Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat menentang resolusi yang diusulkan Uni Emirat Arab untuk menetapkan gencatan senjata segera di Jalur Gaza. 

Selain itu, akibat terhentinya pengiriman bantuan melalui perbatasan Rafah dengan Mesir, masyarakat Gaza kini menghadapi memburuknya situasi pangan, kesehatan, dan medis yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tampaknya Dewan Keamanan PBB telah gagal dalam tugas utamanya menjaga perdamaian dan keamanan internasional serta mengakhiri konflik regional.

Mengingat hak veto dari 5 anggota tetap dewan ini yaitu Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia dan Cina, maka nampaknya sangat sulit untuk mencapai titik temu mengenai perang Gaza, yang berimplikasi pada konsensus negara-negara tersebut dan negara lain yang bukan anggota Dewan Keamanan.

Sementara itu, peran negara-negara Barat anggota Dewan Keamanan, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, dalam mencegah berlanjutnya pembunuhan terhadap rakyat Gaza oleh rezim Zionis sudah jelas.

Amerika Serikat, sebagai pendukung tanpa syarat Israel, secara praktis telah memberikan lampu hijau kepada Tel Aviv untuk melakukan pembunuhan dan penghancuran di Gaza dengan memveto resolusi yang mencakup gencatan senjata di Gaza.

Oleh karena itu, meskipun situasi di Gaza telah melewati “bencana manusia” dan digambarkan dengan istilah-istilah seperti “neraka di bumi” dan “situasi apokaliptik”, Amerika sekali lagi memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza dan telah memberi rezim Zionis lebih banyak peluang untuk melakukan genosida terhadap warga Palestina.

Menyusul tindakan Amerika Serikat yang memveto resolusi Dewan Keamanan, Gilad Erdan, Wakil Tetap Zionis untuk PBB memuji pemerintahan Joe Biden dan menyebut resolusi yang menyebut "distorsi" gencatan senjata segera di Gaza.

Dmitry Polyansky, Deputi Wakil Tetap Rusia di PBB mengkritik tindakan Amerika Serikat dan mengatakan, Amerika sekali lagi memblokir gencatan senjata di Gaza, dan menolak gencatan senjata berarti hukuman mati Amerika Serikat bagi ribuan dan mungkin puluhan ribu orang Palestina. Kelambanan Dewan Keamanan telah menyebabkan kehancuran luas di Gaza dan bencana kemanusiaan.

Menanggapi kekalahan militer, keamanan dan intelijen dari Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya dalam operasi Badai Al-Aqsa, rezim Zionis telah membombardir secara brutal daerah pemukiman dan fasilitas umum di Jalur Gaza.

Kegembiraan warga Gaza di atas tank Merkava

Berlanjutnya situasi ini serta imobilitas dan kepasifan Dewan Keamanan PBB dapat mengarah pada terbentuknya salah satu tragedi kemanusiaan terbesar di abad ke-21.

Peran negatif Amerika Serikat dalam perang Gaza dan menghalangi tindakan efektif Dewan Keamanan PBB dengan memveto resolusi yang memaksa rezim Zionis melakukan gencata senjata dalam perang ini telah menambah rapor hitam pada catatan tidak manusiawi Amerika Serikat di Gaza terkait hak asasi manusia dan mendukung terorisme negara Israel.(sl)

Tags