Jan 07, 2024 10:55 Asia/Jakarta

Peringatan tahun ketiga penyerangan terhadap Kongres AS pada 6 Januari 2021 telah tiba ketika AS sedang memasuki tahun pemilu. Dua rival dalam pemilu presiden dari Partai Demokrat Joe Biden dan kandidat dari Partai Republik, Donald Trump, saling melancarkan serangan verbal yang keras, dan isu insiden 6 Januari pun menjadi pertikaian keduanya.

Joe Biden telah memperingatkan kehancuran demokrasi Amerika jika Trump terpilih kembali. Biden menuduh Donald Trump dan pendukungnya melakukan “kekerasan politik” dan mengatakan mantan presiden AS bersedia mengorbankan demokrasi untuk kembali berkuasa.

Pada kesempatan peringatan serangan pendukung Trump ke gedung Kongres, Biden mengatakan, Tim Pemenangan Trump mementingkan masa lalu, bukan masa depan. Dia bersedia mengorbankan demokrasi kita dan mengambil alih kekuasaan.

Donald Trump Vs Joe Biden

Sebaliknya, Trump menanggapi serangan verbal Joe Biden dan menyebut Presiden Amerika Serikat sebagai “curang” dan menuduhnya “tidak kompeten, korup, lemah dan gagal”.

Berbicara di Iowa pada hari Jumat (05/01/2024), Trump mengatakan, Rekor kelemahan, ketidakmampuan, korup dan kegagalan Biden belum terpecahkan. Itu sebabnya si curang Joe Biden menjalankan kampanye yang menyedihkan dan menyebarkan rasa takut di Pennsylvania saat ini.

Penyerangan gedung Kongres AS pada 6 Januari 2021 dilakukan oleh sekelompok pendukung Donald Trump. Serangan itu mengganggu sidang gabungan Kongres untuk mengonfirmasi hasil pemilu presiden 2020.

Trump, yang kalah dalam pemilihan presiden pada November 2020 dari saingannya dari Partai Demokrat, Joe Biden, memainkan peran penting dalam terjadinya insiden 6 Januari dengan menghasut para pendukungnya memprotes hasil pemilu, dengan mengklaim bahwa pemilu tersebut telah dicurangi.

Trump, sebagai presiden petahana yang bertugas melindungi sistem politik AS, menyebut sistem ini korup dan pada dasarnya mempertanyakan sistem pemungutan suara Amerika dan menekankan kecurangan yang meluas di dalamnya, lalu menyeru para pendukungnya dan mendorong mereka untuk melakukan kerusuhan dan penyerangan terhadap Kongres. Pada kenyataannya, serangan itu merupakan semi-kudeta dengan tujuan mengganggu proses hukum penetapan Joe Biden.

Dalam serangan ini, 5 orang tewas dan Kongres untuk sementara dilanda kekacauan. Namun, para penyerang gagal mencapai tujuannya untuk membajak hasil Electoral College atau menyandera politisi terkemuka AS.

Biro Investigasi Federal (FBI) dan lembaga penegak hukum lainnya menyebut insiden 6 Januari itu sebagai tindakan terorisme domestik.

Peringatan tahun ketiga penyerangan terhadap Kongres AS pada 6 Januari 2021 telah tiba ketika AS sedang memasuki tahun pemilu. Dua rival dalam pemilu presiden dari Partai Demokrat Joe Biden dan kandidat dari Partai Republik, Donald Trump, saling melancarkan serangan verbal yang keras, dan isu insiden 6 Januari pun menjadi pertikaian keduanya.

Trump dimakzulkan oleh Partai Demokrat atas pernyataannya sebelum menyerang gedung Kongres dan menghasut pendukungnya. Namun pemakzulan ini tidak menghasilkan apa-apa dan Senat akhirnya membebaskan Trump. Namun, Departemen Kehakiman AS telah secara serius mengejar dan mengadili para pelaku insiden ini setelah kejadian tersebut.

Tiga tahun setelah penyerangan terhadap Kongres AS pada 6 Januari 2021, lebih dari seribu orang telah dituduh dalam kasus ini. Peristiwa Kongres menandai dimulainya era pasca-Amerika dan terlupakannya model dan nilai-nilai Amerika, khususnya di bidang demokrasi.

Pada saat yang sama, insiden Kongres merupakan simbol dari fenomena yang tidak dapat disangkal di Amerika Serikat, yaitu kesenjangan yang semakin besar antara kaum konservatif dan Demokrat di tingkat elit dan perpecahan bipolar dalam masyarakat Amerika.

Sampai sekarang masih ada perbedaan pendapat antara Partai Demokrat dan Republik mengenai penyebab insiden ini dan pihak yang bersalah dalam hal ini.

Pada saat yang sama, serangan terhadap Kongres pada tanggal 6 Januari 2021 telah menyebabkan para analis memperingatkan tentang bahaya perang saudara yang sangat nyata di Amerika Serikat, sebuah kemungkinan yang tampaknya tidak terpikirkan beberapa tahun lalu.

Barbara Walter, seorang profesor ilmu politik Amerika dengan jelas mengakui bahwa gagasan tentang keberadaan sistem demokrasi dalam arti realitasnya di negaranya adalah sebuah kesalahpahaman, dan telah memperingatkan bahwa Amerika Serikat sedang bergerak menuju ketidakstabilan, perang sipil dan kemungkinan kudeta dengan kecepatan luar biasa.

Sementara itu, peristiwa 6 Januari 2021 memberikan bayangan kuat pada pemilu presiden AS 2024. Karena peran Trump yang nyata dalam insiden 6 Januari, Menteri Dalam Negeri Maine baru-baru ini menghapus nama Trump dari surat suara pemilu lokal di negara bagian tersebut.

Sebelumnya, negara bagian Colorado juga menghapus nama Trump dari surat suara.

Gedung Mahkamah Agung AS

Mahkamah Agung AS mengumumkan pada hari Jumat (5/1) bahwa mereka akan memutuskan apakah akan menghapus nama Trump atau memasukkan namanya kembali ke dalam surat suara.

Yang perlu diperhatikan adalah peningkatan signifikan dalam ancaman terhadap pejabat pemilu di kedua negara bagian ini setelah keputusan menghapus nama Trump dari surat suara, sehingga mendorong tanggapan pemerintah federal.

Menteri Kehakiman Amerika Merrick Garland telah menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya ancaman terhadap pejabat pemerintah di negara ini dan menyebutnya “tidak dapat diterima”.(sl)

Tags