Menyimak Upaya AS Melanjutkan Kehadiran Militer di Irak
Washington ternyata tetap mengumumkan bahwa AS tidak memiliki rencana untuk keluar dari Irak, sekalipun ada permintaan dari pemerintah Baghdad agar menarik pasukannya dari Irak.
Patrick Ryder, Juru Bicara Kementerian Pertahanan AS (Pentagon), mengklaim bahwa pasukan AS masih fokus pada misi mengalahkan Daesh (ISIS) di Irak, dan menyatakan, Kami memberi konsultasi dan membantu rakyat Irak mengenai masalah keamanan.
Pada saat yang sama, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia’ Al-Sudani mengatakan pada peringatan empat tahun syahadah Letnan Jenderal Haj Qassem Soleimani, mantan Komandan Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam Iran, dan syahid Haj Abu Mahdi Al-Muhandis, mantan wakil Organisasi Mobilisasi Populer Irak di Bagdad, Prinsip kami adalah mengakhiri kehadiran koalisi internasional di Irak karena tidak ada lagi pembenaran atas kehadiran mereka.
Perdana Menteri Irak menekankan, Kami menentang tindakan apa pun yang melanggar kedaulatan negara kami dan kami menekankan posisi kami untuk mengakhiri kehadiran pasukan asing. Pada saat yang sama, kami percaya bahwa kami memiliki kemampuan untuk melindungi kedaulatan kami.
Lebih dari 20 tahun telah berlalu sejak kehadiran pasukan Amerika di Irak, dan pihak berwenang Amerika masih mengklaim membantu negara tersebut dalam memerangi teroris dan membangun keamanan.
Padahal perang Amerika melawan Irak menjadi platform penyebaran terorisme di negara ini.
Seperti pasca perang melawan terorisme, Irak mengalami ketidakstabilan yang berkepanjangan dan menjadi sarana yang menguntungkan bagi penyebaran ekstremisme Takfiri.
Sejujurnya, bertentangan dengan klaimnya, Amerika Serikat tidak dapat menutupi peran mereka dalam pembentukan ISIS.
Meskipun ada tuntutan dari pemerintah Irak agar pasukan Amerika Serikat ditarik dari negaranya, Washington mengumumkan bahwa Amerika Serikat tidak memiliki rencana untuk menarik diri dari Irak.
Ketika ISIS pertama kali dibentuk di Irak dengan partisipasi sisa elemen Partai Baath Irak serta Salafi dan Takfiri yang berkumpul di Irak dari berbagai belahan dunia, ISIS dengan cepat memperluas cakupan aktivitasnya dari Irak hingga Suriah.
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat bukan hanya tidak mengambil langkah untuk memerangi teroris di Irak dan kawasan Asia Barat, tapi justru memimpin banyak operasi teroris.
Kesyahidan Sardar Soleimani menyusul serangan pesawat tak berawak Kementerian Pertahanan AS di bandara Baghdad adalah salah satu tindakan tersebut.
Bagaimanapun juga, kehadiran AS di Irak selama bertahun-tahun tidak membawa manfaat apapun bagi rakyat Irak kecuali perang, pertumbuhan terorisme dan kesengsaraan ekonomi.
Sekarang, pemerintah Irak secara resmi menuntut penarikan pasukan Amerika dari negara mereka. Menariknya Amerika sendiri yang mengklaim telah diundang ke negara ini dan saat ini secara resmi menyatakan bahwa mereka tidak berniat meninggalkan Irak.
Pada saat yang sama, banyak pejabat Amerika yang menyadari kesalahan kehadiran militer AS di Irak dan menuntut untuk mengakui kegagalan tersebut dan mengakhiri kehadirannya di Irak.
Douglas MacGregor, pensiunan kolonel Angkatan Darat AS dan mantan penasihat senior Departemen Pertahanan AS (Pentagon), menerbitkan pesan di X dan menulis, Lebih dari lima ribu tentara Amerika saat ini hadir di 12 atau 13 pangkalan militer Irak, dan di sana mereka memainkan peran sebagai Fixed Goals.
Sekalipun demikian, Amerika Serikat bukan hanya enggan meninggalkan wilayah Irak, justru tampaknya berupaya mencegah perdamaian dan stabilitas di negara itu melalui berbagai cara, termasuk meningkatkan tekanan ekonomi terhadap pemerintahan Baghdad.(sl)