20 Kandidat Bersaing untuk Perdana Menteri Irak
-
Pemilui Irak
Pars Today - Dengan sisa waktu sekitar satu bulan sejak pemilihan parlemen Irak, perundingan untuk membentuk pemerintahan baru telah memasuki fase yang rumit.
Laporan dari Baghdad menunjukkan bahwa jumlah kandidat yang mencalonkan diri sebagai perdana menteri telah mencapai sekitar 20, dan arus politik dalam koalisi Kerangka Koordinasi Syiah semakin cenderung memilih "kandidat konsensus" untuk mencegah eskalasi perselisihan internal dan kebuntuan politik.
Persaingan yang luas dan tanda-tanda kesepakatan
Menurut laporan Pars Today, mantan anggota parlemen Irak Fawzi Akram mengonfirmasi bahwa perundingan untuk membentuk pemerintahan terus berlanjut dengan cepat dan setidaknya tiga kandidat saat ini memegang posisi keamanan tingkat tinggi, yang membuat persaingan semakin rumit.
Namun, analis politik termasuk Faisal Al-Issawi dan Athar Al-Shara memperkirakan bahwa tekanan waktu yang diakibatkan oleh konstitusi dan kebutuhan akan stabilitas akan mendorong Kerangka Koordinasi untuk memilih figur yang relatif dapat diterima oleh berbagai kelompok.
Kriteria dan Sensitivitas
Koalisi Kerangka Koordinasi telah menetapkan kriteria khusus yang menyatakan bahwa tidak akan ada tokoh "kontroversial" yang akan dicalonkan untuk tiga jabatan presiden. Ini mungkin termasuk tokoh-tokoh seperti Mohammed Al-Halbousi, mantan Ketua Parlemen. Pendekatan ini mencerminkan sensitivitas tinggi proses ini dan upaya untuk menghindari ketegangan sektarian dan politik.
Tantangan Keamanan dan Tekanan Eksternal
Ali Al-Malsamawi, seorang tokoh politik yang dekat dengan Kerangka Koordinasi, telah memperingatkan bahwa Irak berada di ambang "tahap politik dan keamanan yang paling sulit" dan bahwa tanda-tanda ketidakpuasan AS terhadap proses di Baghdad sudah jelas.
Al-Malsamawi telah memperingatkan kemungkinan peningkatan tekanan terhadap kelompok-kelompok perlawanan dan bahkan skenario konfrontasi terkendali dalam beberapa bulan mendatang. Keadaan ini semakin meningkatkan kebutuhan untuk membentuk pemerintahan yang stabil yang dapat menjaga keseimbangan internal dan eksternal.
Opsi dan Jangka Waktu yang Tersedia
Meskipun muncul nama-nama seperti Haider Al-Abadi dari koalisi Al-Nasr, skenario yang paling mungkin adalah munculnya sosok kompromistis yang kurang sensitif dan dapat membangun konsensus relatif.
Mantan anggota parlemen Irak Fawzi Akram telah memprediksi bahwa pemerintahan baru kemungkinan akan terbentuk sebelum Maret 2026, sekaligus memperingatkan bahwa "unsur kejutan" dalam politik Irak tetap utuh.
Secara keseluruhan, Irak berada di titik kritis di mana hasil perundingan tidak hanya akan menentukan struktur kekuasaan tetapi juga kemampuan negara untuk mengelola tantangan keamanan, ekonomi, dan layanan yang akan datang. Memilih kandidat kompromistis dapat menjadi jalan keluar dari kebuntuan saat ini dan membentuk pemerintahan yang dibutuhkan negara.(sl)