Mencermati Kegagalan Barat, Ketika Perang Ukraina Kembali Memanas
(last modified Mon, 15 Jan 2024 04:12:22 GMT )
Jan 15, 2024 11:12 Asia/Jakarta

Seiring dengan berkurangnya bantuan keuangan dan militer negara-negara Barat ke Ukraina, Rusia semakin mengintensifkan serangannya terhadap Ukraina.

Meningkatnya perang di Ukraina terjadi ketika para politisi Eropa melakukan perjalanan ke Kiev untuk menjanjikan lebih banyak bantuan pada tahun 2024.

Terkait hal ini, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kiev beberapa hari lalu dan berjanji akan menyumbangkan 2,9 miliar euro ke Kiev.

Pertemuan PM Inggris dan Presiden Ukraina

Kedua negara juga menandatangani perjanjian keamanan bilateral yang memberikan jaminan pertama selama beberapa tahun dari satu negara sekutu.

Perdana Menteri Inggris mengatakan dalam hal ini, Kami meningkatkan bantuan militer kami, mengirimkan ribuan drone canggih dan menandatangani perjanjian keamanan baru yang bersejarah demi memberikan jaminan yang dibutuhkan Ukraina untuk jangka panjang.

Tentu saja pernyataan Sunak ini mendapat reaksi tajam dari otoritas Rusia.

Dmitry Medvedev, Wakil Dewan Keamanan Rusia, dalam sebuah pesan di jejaring sosial X memperingatkan agar tidak mengalokasikan paket keuangan yang besar ke Ukraina lalu menulis, Saya berharap musuh bebuyutan kita, Inggris yang sombong, akan memahami bahwa pengerahan resmi pasukan mereka di Ukraina berarti menyatakan perang melawan negara kita.

Namun, babak baru konflik telah dimulai di Ukraina.

Dalam beberapa hari terakhir, negara-negara Barat berusaha untuk terus menyatakan dukungannya terhadap Ukraina dan berjanji akan mengirimkan bantuan senjata ke Ukraina.

Namun bantuan tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan Ukraina yang terus meningkat, terutama karena alokasi bantuan baru AS ke Kiev telah diblokir oleh kongres negara tersebut.

Saat ini, pemerintah AS telah gagal memberikan bantuan sebesar 60 miliar dolar kepada Ukraina, dan Uni Eropa juga telah menunjukkan bahwa mereka tidak mampu memenuhi komitmennya sebesar 50 miliar euro kepada Ukraina.

Seiring dengan berkurangnya bantuan keuangan dan militer negara-negara Barat ke Ukraina, Rusia semakin mengintensifkan serangannya terhadap Ukraina.

Situasi yang goyah di Barat ini telah mendorong Rusia untuk lebih serius mencapai tujuan-tujuannya terhadap Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin sekali lagi menganggap Barat sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas perang di Ukraina dan mengatakan, Rusia tidak ingin berperang tanpa henti di Ukraina, tapi Rusia tidak akan melepaskan posisinya dalam hal ini dan hanya dengan syarat yang ditentukan sendiri untuk berdamai dengan Ukraina dan menghentikan perang.

Mark Galeotti, penulis dan peneliti yang telah menulis banyak artikel tentang sejarah Rusia dan Putin mengatakan, Kepercayaan diri Putin yang ditampilkan tidaklah mengejutkan. Putin saat ini berada dalam posisi yang lebih baik dibandingkan sejak awal perang.

Tindakan Rusia dan eskalasi perang di Ukraina dalam beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa Putin bertekad memenangkan pertempuran ini.

Mencapai kemenangan ini menjadi semakin penting terutama seiring semakin dekatnya pemilihan umum presiden Rusia.

Eskalasi serangan Rusia ke Ukraina

Di sisi lain, mengingat fokus masyarakat internasional terhadap pembantaian warga Palestina yang dilakukan rezim Zionis selama perang Gaza, serta kondisi politik akibat persaingan politik dan pemilu presiden di Amerika Serikat, nampaknya Ukraina sudah tidak bisa lagi mengandalkan dukungan keuangan yang tak ada habisnya dan jumlah senjata Barat.

Sekalipun demikian, menerima kekalahan dari Rusia bagi Amerika Serikat dan sekutunya dalam perang Ukraina masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, perang ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga masa depan yang tidak diketahui.(sl)