Feb 27, 2024 11:21 Asia/Jakarta

Pelapor khusus PBB untuk hak atas kesehatan mengatakan bahwa Israel memanfaatkan kelaparan sebagai senjata di perang Gaza. Ia menyebut kondisi di Rafah kritis dan mengatakan, perang Israel terhadap sistem kesehatan dan pengobatan di Gaza disengaja.

Seraya menjelaskan bahwa apa yang kita lihat setelah keputusan Mahkamah Internasional adalah eskalasi situasi yang dilakukan Israel, Ia menambahkan, perang di Gaza adalah antara pemerintah yang menindas dan orang-orang yang mencari kebebasan. Seraya menekankan bahwa saat ini ada ketakutan akan sebuah tragedi akibat jenazah yang bertebaran di Gaza dan merebaknya wabah di kawasan ini, ia menandaskan, "Kami tidak dapat melakukan apa pun tanpa gencatan senjata segera."

Kritik dan peringatan tegas pejabat PBB ini terhadap perilaku kriminal Israel di Gaza sekali lagi mengingatkan kita pada situasi rakyat Gaza yang tertindas yang sangat memprihatinkan di bulan kelima perang Gaza. Faktanya, rezim Zionis, dengan lampu hijau dari Amerika Serikat sebagai pendukung terpentingnya, yang telah memberikan bantuan politik, ekonomi, militer, dan senjata yang luas kepada Tel Aviv selama perang, telah secara terbuka melakukan genosida terhadap penduduk Gaza dalam beberapa bulan terakhir, dan selain melakukan pengepungan dan serangan berat udara, darat dan laut yang intens setiap hari terhadap mereka, bahkan rezim ini tidak menghormati hak asasi manusia yang paling dasar sekalipun dari warga Gaza.

Perempuan dan anak-anak Gaza

Salah satu aspek dari pendekatan anti-manusia ini adalah kelaparan yang disengaja terhadap masyarakat Gaza. Sebelum Israel menyerang Rafah, seperempat penduduk Gaza kelaparan dan berada di ambang kelaparan, dan kini situasi tersebut menjadi jauh lebih buruk. Dr Ashraf al-Qadara, juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, menyatakan bahwa lebih dari satu juta orang di Jalur Gaza mengalami kekurangan gizi.

Ini adalah masalah yang juga telah dikonfirmasi oleh PBB. Beberapa hari yang lalu, Michael Fakhri, pelapor khusus PBB tentang hak atas pangan, memperingatkan tentang memburuknya krisis kelaparan di Gaza dan berkata: Israel ingin menghukum semua warga Palestina. Ini adalah "genosida". Tingkat kelaparan seperti ini belum pernah dialami di Gaza sebelumnya. Menekankan kurangnya bantuan yang dikirim, Fakhri mengatakan: “Masalah dengan orang-orang yang meninggal karena kelaparan adalah bahwa ini adalah kekerasan yang panjang, lambat dan menyakitkan, yang berarti kita akan melihat dampak dari situasi ini selama berbulan-bulan, bertahun-tahun dan beberapa dekade mendatang.”

Patut dicatat bahwa bahkan mitra Barat Israel pun telah mengakui penggunaan senjata kelaparan yang dilakukan Tel Aviv terhadap warga Palestina. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Spanyol El Pais, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan: “Kami sebenarnya berada di tengah bencana dan PBB terpaksa menangguhkan bantuan kemanusiaan, Israel menggunakan kelaparan sebagai senjata dan ini bertentangan dengan hukum internasional."

Pertanyaan yang muncul mengingat perkataan Borrell adalah dengan alasan apa meskipun ia mengakui bahwa rezim Zionis menggunakan kelaparan sebagai senjata untuk melawan rakyat Gaza, namun masyarakat Eropa tetap berpihak pada rezim Zionis seperti Amerika Serikat, dan di berbagai kasus tetap membela Tel Aviv?

Masalah lainnya adalah upaya dan tindakan sengaja Israel untuk menghancurkan pusat kesehatan dan rumah sakit di Jalur Gaza dan membunuh staf layanan kesehatan di wilayah ini, yang juga dinyatakan oleh pelapor khusus PBB untuk hak atas kesehatan. Sejak awal perang di Gaza, tentara Zionis telah menghancurkan 150 pusat kesehatan dan perawatan serta mengebom 32 rumah sakit dan membuat pusat-pusat tersebut tidak dapat digunakan lagi. Saat ini, hanya 3 rumah sakit yang beroperasi di Rafah yang tidak dapat memberikan layanan karena tingginya jumlah korban luka.

Selain itu, lebih dari 340 tenaga medis telah syahid dan 99 orang ditangkap oleh Zionis. Rezim pendudukan Zionis tidak mengizinkan masuknya peralatan medis dan bahan bakar ke utara Jalur Gaza, dan karena kurangnya fasilitas, tidak mungkin menyediakan layanan medis di utara Jalur Gaza. Tedros Adhanom Ghebreyesus, dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan, Gaza telah menjadi zona kematian. Sebagian besar wilayah Gaza telah hancur dan kelaparan parah di wilayah tersebut terus berlanjut sejak awal perang.

Terlepas dari situasi bencana ini, tidak hanya rezim Zionis yang bersikeras untuk memberikan tekanan lebih besar terhadap rakyat Gaza, termasuk melakukan serangan darat besar-besaran terhadap kota Rafah di selatan Gaza, namun juga Washington, meskipun di luarnya mengkritik Tel Aviv, tapi AS terus menyediakan bantuan militer dan persenjataan kepada Israel. (MF)

 

Tags