Perjanjian Abraham| Upaya Gagal Trump Selamatkan Perjanjian yang Dipaksakan oleh AS
Pars Today – Langkah Presiden AS, Donald Trump untuk menarik negara-negara Islam menjadi anggota perjanjian yang dipaksakan Washington "Perjanjian Abraham" mencapai jalan buntu.
Meskipun Presiden Amerika Serikat telah berupaya keras untuk membuat Riyadh bergabung dengan Perjanjian Abraham, para pejabat Arab Saudi tetap berpegang teguh pada posisi sebelumnya dan menegaskan tuntutan mereka untuk “pembentukan negara Palestina yang merdeka.” Setelah kejahatan yang dilakukan oleh rezim Zionis di Gaza, opini publik di Arab Saudi semakin tegas menentang rezim tersebut.
Manal Radwan, pejabat Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, menyerukan penetapan jadwal waktu yang jelas untuk penarikan rezim Zionis dari Gaza serta penempatan pasukan penjaga perdamaian internasional di wilayah tersebut.
Para analis menegaskan bahwa perkembangan beberapa tahun terakhir di Asia Barat telah “mengirim Perjanjian Abraham ke museum.” Sikap negatif negara-negara Arab dan Islam terhadap rezim Zionis, serta meningkatnya gelombang kebencian global terhadap tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oleh kaum Zionis, telah menjadikan pembicaraan mengenai normalisasi hubungan dengan rezim tersebut sebagai hal yang sangat berisiko, bahkan bagi sekutunya sendiri, dan telah memicu reaksi keras dari opini publik di berbagai negara di dunia.
Donald Trump, dengan memberikan pelayanan politik kepada rezim pendudukan Quds dan lobi-lobi yang bersekutu dengannya, berupaya untuk memasukkan Kazakhstan ke dalam kelompok negara anggota Perjanjian Abraham guna membantu rezim Zionis keluar dari kondisi keterasingan yang dihadapinya. Namun, para analis dan politisi Zionis sendiri secara terbuka mengakui bahwa rezim Zionis, dalam keadaan isolasi regional dan internasional seperti saat ini, tidak dapat bertahan di lingkungan global, dan hal tersebut dapat mempercepat keruntuhan internal rezim tersebut.
Berdasarkan Perjanjian Abraham yang dibentuk pada masa pemerintahan pertama Donald Trump, rezim pendudukan Quds diharapkan dapat menjadi aktor normal dalam lingkungan internasional melalui normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab dan Islam. Pada masa jabatan pertama Trump, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko menandatangani perjanjian normalisasi hubungan dengan rezim Zionis.
Kazakhstan bergabung dengan Perjanjian Abraham meskipun negara tersebut telah memiliki hubungan diplomatik dan ekonomi penuh dengan rezim Israel sejak tahun 1992. Oleh karena itu, apa yang kini diumumkan sebagai “bergabung” sejatinya tidak membawa perubahan apa pun dalam kebijakan luar negeri Kazakhstan.
Dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah lembaga Islam dan tokoh-tokoh keagamaan dunia Islam telah mengambil sikap kritis baru terhadap Perjanjian Abraham, dan menilainya sebagai ancaman terhadap identitas Islam serta kesatuan umat Muslim.
Mohiuddin Qaradaghi, Sekretaris Jenderal Persatuan Ulama Muslim Sedunia, menyebut Perjanjian Abraham sebagai “perang lunak terhadap Islam dan kaum Muslim.” Ia menyerukan kerja sama luas di antara lembaga-lembaga Islam untuk menghadapi dampak dari perjanjian tersebut.
Banyak kalangan pengkritik berpendapat bahwa Perjanjian Abraham, yang bertujuan untuk menormalisasi hubungan negara-negara Arab dengan rezim Zionis, telah melemahkan posisi rakyat Palestina serta mengabaikan hak-hak mereka. (MF)