Bagaimana India Mengubah Tenaga Kerjanya Menjadi Senjata Baru Diplomasi?
https://parstoday.ir/id/news/world-i180062-bagaimana_india_mengubah_tenaga_kerjanya_menjadi_senjata_baru_diplomasi
India tengah mengubah tenaga kerjanya menjadi alat diplomasi baru di panggung global.
(last modified 2025-11-11T05:05:53+00:00 )
Nov 11, 2025 10:36 Asia/Jakarta
  • Bagaimana India Mengubah Tenaga Kerjanya Menjadi Senjata Baru Diplomasi?

India tengah mengubah tenaga kerjanya menjadi alat diplomasi baru di panggung global.

Tehran, Pars Today- New Delhi memperhatikan kekurangan tenaga kerja di negara-negara maju dan meningkatnya tekanan anti-imigrasi di Barat, dengan berupaya mengubah arus migrasi tenaga kerja India dari proses alami menjadi strategi yang terarah.

Ketika banyak ekonomi maju di blok Barat, terutama di Eropa dan Jepang menghadapi krisis kekurangan tenaga kerja dan penuaan populasi, India, dengan populasi muda terbesar di dunia, kini berada pada posisi strategis yang dapat mengubah arah masa depan migrasi, ekonomi, dan diplomasi global. Secara global, kekurangan tenaga kerja diperkirakan meningkat dari 5 juta orang pada tahun 2023 menjadi 50 juta orang pada tahun 2030.

Negara-negara seperti Jerman, Jepang, Inggris, dan Australia kini aktif menarik tenaga kerja asal India. Jerman meluncurkan program untuk menarik mahasiswa India, Jepang menerima 50.000 pekerja India setiap tahun, Inggris membebaskan tenaga kerja India dari pembayaran iuran jaminan sosial selama tiga tahun, dan Australia mengizinkan lulusan India bekerja selama dua tahun di sektor inovatif.

Menghadapi krisis tenaga kerja global dan kebijakan anti-imigrasi yang meningkat di Barat, India kini menerapkan strategi baru: menjadikan tenaga kerja sebagai instrumen diplomasi ekonomi. Dengan lebih dari 600 juta penduduk berusia di bawah 25 tahun, pemerintah India berusaha mengubah modal manusia ini dari sekadar keunggulan demografis menjadi alat strategis dalam hubungan internasional.

Dalam konteks ini, penerbitan Rancangan Undang-Undang Fasilitasi dan Kesejahteraan Mobilitas Luar Negeri 2025 menjadi tanda pergeseran besar dalam kebijakan migrasi India. RUU ini merancang ulang kebijakan migrasi tenaga kerja dengan menyediakan kerangka hukum komprehensif untuk pengiriman tenaga kerja, kepulangan yang aman, serta reintegrasi sosial-ekonomi para migran. India kini tidak lagi sekadar “pengekspor pasif” tenaga kerja, melainkan berupaya menjadikan migrasi sebagai mekanisme ekonomi yang terencana dan menguntungkan.

Selain itu, meningkatnya jumlah tenaga kerja India yang kembali ke tanah air, bersama dengan pengembangan infrastruktur digital dan dukungan terhadap perusahaan rintisan (startup), menunjukkan bahwa India berupaya mempertahankan serta memperkuat modal manusianya. Langkah ini dapat memantapkan posisi India sebagai pemain utama dalam diplomasi ekonomi berbasis migrasi global.

Sementara itu, Perdana Menteri Narendra Modi, dalam upaya memperkuat kapasitas teknologi nasional dan meningkatkan kemandirian di bidang strategis, meluncurkan dana sebesar 1,13 miliar dolar AS untuk mendukung penelitian, pengembangan, dan inovasi di sektor swasta. Dana ini bertujuan memfasilitasi investasi dalam proyek berisiko tinggi dan inovatif yang biasanya tidak didanai oleh lembaga keuangan tradisional.

Sebelumnya, lulusan India yang belajar di luar negeri berkontribusi terhadap perekonomian melalui pengiriman devisa yang membantu menutup defisit perdagangan negara. Namun, kini pemerintah Modi berencana merevisi Undang-Undang Migrasi tahun 1983 guna menciptakan sistem migrasi yang terstruktur dan bersiklus, yang tidak hanya memfasilitasi pekerjaan di luar negeri tetapi juga mendorong kepulangan dan pemanfaatan keterampilan yang diperoleh di luar negeri.

Pemerintah India juga menyelenggarakan pelatihan bahasa, budaya, dan teknis bagi tenaga kerja sebelum diberangkatkan, dengan tujuan meningkatkan kompetensi dan memperoleh keuntungan ekonomi lebih besar dari negara tujuan. Kebijakan ini memperkuat koordinasi antar-pemerintah dan pengawasan terhadap kesepakatan migrasi bilateral.

Namun, sejumlah tantangan masih ada. Kebijakan anti-imigrasi di Barat, seperti kenaikan biaya visa kerja ahli (H-1B) sebesar 100.000 dolar AS oleh pemerintahan Donald Trump, serta sentimen anti-imigrasi yang meningkat di Eropa dan Amerika Serikat, menjadi hambatan utama. Selain itu, keinginan sebagian besar pemuda India untuk bermigrasi permanen, perbedaan gaji yang besar, dan keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri menjadi faktor penghambat kepulangan tenaga kerja.

Meskipun demikian, data menunjukkan tren kepulangan tenaga kerja India meningkat. Dari 5,4 juta orang pada tahun 2021, jumlah tersebut naik menjadi 9,3 juta orang pada tahun 2023. Pemerintah India kini memperkuat infrastruktur digital, mendukung startup, dan menciptakan mekanisme perlindungan sosial untuk memperkuat model migrasi sirkular.

Akhirnya, jika kebijakan ini diterapkan secara efektif, India dapat memainkan peran penting dalam masa depan migrasi tenaga kerja global dan mengubah tenaga kerjanya menjadi salah satu instrumen kekuatan nasional paling berpengaruh di abad ke-21.(PH)