Bagaimana Nigeria Bisa Mengganggu Perimbangan Kudeta di Afrika Barat?
Intervensi cepat Nigeria atas permintaan pemerintah Benin menghentikan kudeta yang sedang berlangsung dan mencegah meluasnya ketidakstabilan di Afrika Barat.
Tehran, Parstoday- Kudeta yang gagal di Benin pada 7 Desember 2025 tidak hanya menjadi ujian bagi pemerintahan Patrice Talon, tetapi juga dengan cepat menjadi panggung bagi Nigeria untuk memainkan peran, peran yang dianggap Al Jazeera sebagai penentu sejak jam-jam pertama krisis.
Al Jazeera melaporkan, mengutip kepresidenan Nigeria, bahwa pemerintahan Talon dua kali meminta bantuan mendesak dari Abuja: pertama untuk "dukungan udara mendesak" dan kemudian untuk pengerahan pasukan darat. Permintaan ini diajukan ketika sekelompok tentara yang dipimpin oleh Kolonel Pascal Tigre mengambil alih kendali televisi nasional dan mengklaim telah menggulingkan presiden dan membekukan semua lembaga demokrasi.
Alasan Keterlibatan Nigeria dalam Krisis Kudeta di Benin
Alasan pertama dan resmi intervensi Nigeria adalah undangan langsung dari pemerintah Benin. Situs web Nigeria "Premium Times" juga mengonfirmasi bahwa pemerintah Benin telah meminta Nigeria dalam dua nota resmi untuk bertindak cepat dan mengambil alih kendali wilayah udara negara tersebut "untuk melindungi ketertiban konstitusional dan keamanan rakyat."
Nigeria, atas perintah Presiden Bola Tinubu, juga mengirimkan jet tempurnya ke langit Benin dan, seperti yang dilaporkan Al Jazeera, "mengambil alih kendali wilayah udara," sehingga membatasi kemampuan para pelaku kudeta untuk bermanuver dan berkoordinasi. Tindakan ini memainkan peran penting, khususnya dalam perebutan kembali stasiun televisi nasional dan barak penting tempat para pelaku kudeta berkumpul kembali.
Namun, intervensi Nigeria bukan sekadar respons atas permintaan resmi; dimensi geopolitik juga penting. Sebagaimana dicatat oleh The Guardian, Benin, tidak seperti banyak negara tetangganya, memiliki sejarah stabilitas yang relatif, dengan kudeta terakhir yang berhasil terjadi pada tahun 1972. Namun, kawasan Afrika Barat telah menyaksikan serangkaian kudeta dalam beberapa tahun terakhir di negara-negara sekitar Benin—dari Niger dan Burkina Faso hingga Mali dan Guinea.
Bagi Nigeria, stabilitas Benin merupakan isu keamanan dan regional. Nigeria tidak boleh membiarkan "efek domino" ini menyebar ke perbatasan baratnya, yang juga diganggu oleh masalah keamanan dan mobilitas kelompok bersenjata. The Guardian bahkan mencatat bahwa para pelaku kudeta telah mengutip "situasi keamanan yang memburuk di Benin utara" dalam pesan mereka yang disiarkan di televisi. Runtuhnya tatanan politik di Benin dapat berdampak langsung pada perbatasan dan keamanan bagi Nigeria.
Di sisi lain, Nigeria, sebagai ketua ECOWAS saat ini dan kekuatan terbesar di kawasan tersebut, memiliki tanggung jawab politik untuk mempertahankan tatanan konstitusional negara-negara anggotanya.
Hal ini ditegaskan dalam pernyataan resmi Nigeria dan dalam laporan situs web Premium Times Nigeria: operasi militer tersebut dilaksanakan "sepenuhnya sesuai dengan protokol ECOWAS tentang demokrasi dan pemerintahan yang baik." Bahkan, Tinubu, dalam pidatonya setelah kembalinya stabilitas, secara eksplisit menyatakan bahwa pasukan Nigeria telah bertindak "atas undangan pemerintah Benin dan dalam kerangka hukum regional."
Cara Intervensi
Cara intervensi menunjukkan bahwa Nigeria memilih strategi kecepatan dan superioritas udara untuk mencegah terjadinya kudeta. Baik Premium Times maupun Al Jazeera melaporkan bahwa Nigeria pertama-tama menguasai langit Benin dan mengerahkan jet tempur untuk mengganggu jalur komunikasi dan pertemuan para pelaku kudeta.
Kemudian, setelah menerima permintaan kedua dari Benin, pasukan darat Nigeria memasuki negara itu, tetapi menurut berbagai sumber, mereka semua "di bawah komando pemerintah Benin" dan misi mereka terbatas pada perlindungan lembaga-lembaga pemerintah dan dukungan bagi pasukan yang setia kepada Talon. Pasukan ini, bersama dengan tentara Benin, berhasil melenyapkan perlawanan terakhir para pelaku kudeta yang tersebar di televisi nasional dan di barak-barak yang disebutkan sebelumnya.
Sejalan dengan intervensi ini, ECOWAS juga memutuskan untuk segera mengerahkan "pasukan reaksi" yang terdiri dari unit-unit dari Nigeria, Ghana, Pantai Gading, dan Sierra Leone, menurut Al Jazeera dan The Guardian. Sinkronisme ini membuat para pelaku kudeta menyadari dalam hitungan jam bahwa mereka tidak memiliki dukungan eksternal atau kapasitas operasional untuk melanjutkan aksi.
Mengapa intervensi ini penting secara politis bagi Nigeria?
Di satu sisi, Nigeria ingin mengirimkan pesan yang jelas kepada militer regional bahwa era kudeta murah telah berakhir. Di sisi lain, para analis yakin bahwa situasi politik di Benin, termasuk perdebatan mengenai reformasi konstitusi, kurangnya persetujuan bagi kandidat oposisi, dan semakin dekatnya pemilihan presiden, telah menciptakan iklim ketidakstabilan. Nigeria memandang intervensinya sebagai cara untuk mencegah Benin memasuki krisis yang berkepanjangan, krisis yang pasti akan meluas melampaui batas wilayah Benin.
Singkatnya, apa yang dilakukan Nigeria merupakan kombinasi dari "tanggapan langsung terhadap undangan resmi dari negara tetangga, pertimbangan keamanan, peran geopolitik, dan komitmen regional." Para pelaku kudeta hanya mampu menyiarkan pesan mereka di televisi nasional selama beberapa jam, dan menurut laporan bersama oleh Al Jazeera, Premium Times, dan The Guardian, intervensi cepat Nigeria merupakan faktor yang mencegah Benin mengulangi pengalaman negara-negara tetangga dan jatuh ke dalam siklus ketidakstabilan.(PH)