OPEC dan Nasib Harga Minyak Global
Sejumlah media massa mengabarkan para pejabat OPEC mengesahkan sebuah dokumen mengenai kebijakan strategis organisasi negara-negara pengekspor minyak. Pengesahan dokumen tersebut dipicu oleh berlanjutnya friksi antaranggota mengenai strategi OPEC dalam perannya terhadap pasar minyak global, yang tertunda beberapa waktu.
Reuters melaporkan, Sejak Dewan perwakilan dan pakar OPEC mengkaji strategi jangka panjangnya di tahun 2015, akhirnya organisasi ini hari Senin, 31 Oktober 2016 menggelar sidang untuk membahas prakarsa baru mengenai masalah tersebut. Pengesahan dokumen ini kembali menunjukkan peran strategis OPEC dalam mengontrol produksi minyak.
OPEC adalah organisasi negara-negara anggota pengekspor minyak yang terdiri dari Iran, Irak, Kuwait, Libya, Nigeria, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Ekuador, Angola dan Venezuela.
Tujuan utama berdirinya OPEC, sebagaimana ditegaskan dalam anggaran dasarnya adalah mengkoodinasikan kebijakan perminyakan negara anggotanya. Selain itu, menetapkan solusi terbaik untuk menjamin kebutuhan bersama maupun masing-masing anggota, serta merancang metode yang tepat untuk menjamin stabilitas harga minyak, sekaligus meredam fluktuasi harga minyak yang merugikan negara anggotanya.
Meskipun OPEC merupakan organisasi yang dianggotai oleh beberapa negara pengekspor minyak, tapi selama beberapa tahun terakhir organisasi ini tidak berhasil mengendalikan sepak terjang sebagian anggotanya mengenai kuota minyak mereka yang melebihi batas yang telah ditetapkan.
Kini muncul pertanyaan, apakah OPEC akan berhasil memainkan perannya dalam mengontrol harga minyak di pasar global dengan strategis barunya ?
Pertanyaan ini mengemuka di saat strategi OPEC, terutama dalam dua tahun terakhir gagal mengontrol pasokan minyak di pasar dunia yang menjadi penyebab anjloknya harga minyak global.
Penurunan harga yang tajam saat ini menimbulkan masalah baru bagi produksi minyak, dan meningkatkan tekanan terhadap produsen minyak, terutama anggota OPEC.
Tapi, tidak ada jaminan kondisi saat ini akan berlanjut. Sebab, ada kemungkinan Arab Saudi kembali melancarkan kebijakan destruktif sebagaimana dilakukan dua tahun silam. Ironisnya, OPEC justru berpangku tangan menyikapi sepak terjang Riyadh yang merugikan seluruh negara anggota organisasi pengekspor minyak itu.
Selama ini, kebijakan perang minyak yang disulut Arab Saudi tidak membuahkan hasil apapun, kecuali memicu anjloknya harga minyak pada titik terendah selama beberapa tahun terakhir. Kini, apa jaminannya rezim Al Saud tidak akan melakukan tindakan serupa sebagaimana dua tahun sebelumnya yang merugikan kepentingan mayoritas negara anggota OPEC.
Kini, seiring dimulainya musim dingin, tingkat permintaan terhadap pasokan minyak di pasar global terus meningkat. Diperkirakan ada tambahan permintaan pasokan sekitar tiga juta barel perhari. Masalah ini diperkirakan akan mengerek harga minyak lebih tinggi dari saat ini.
Selama beberapa tahun terakhir rendahnya koordinasi yang baik antaranggota OPEC mengenai kebijakan bersama dalam masalah harga minyak dan pasokan minyak di pasar dunia, menyebabkan harga minyak di pasar globalnya terus merosot. Akibatnya, negara-negara produsen minyak harus menanggung kerugian akibat penurunan harga minyak yang berlangsung secara drastis.
Berlanjutnya kebijakan memasok harga minyak murah akan merugikan negara-negara produsen minyak sendiri, termasuk Arab Saudi yang terkena bumerang dari kebijakan kelirunya selama ini.
Selain masalah tidak independennya sebagian negara anggota OPEC, organisasi ini sepanjang berdiri beberapa kali mengalami shock, hingga saat ini OPEC terpaksa harus mengamini struktur pasar dan tidak memainkan perang signifikan di pasar global. Masalah ini menyebabkan tidak adanya perubahan signifikan di tubuh OPEC.
Sejatinya, instabilitas di pasar minyak global selama beberapa tahun terakhir, tidak hanya disebabkan oleh minimnya solidaritas di tubuh OPEC, tapi juga dipicu oleh transformasi OPEC yang tidak memainkan peran signifikan selama 40 tahun lalu.