Kemarahan Publik atas Pemisahan Anak-anak Imigran dari Orang Tuanya
(last modified Sun, 01 Jul 2018 12:16:21 GMT )
Jul 01, 2018 19:16 Asia/Jakarta
  • Demo Warga AS
    Demo Warga AS

Langkah kriminal Presiden Amerika Serikat Donald Trump memisahkan secara paksa anak-anak imigran dari orang tuanya dengan dalih menjalankan undang-undang imigrasi telah membangkitkan kemarahan publik di negara ini.

Di salah satu aksi demo terbesar di seluruh wilayah Amerika selama beberapa tahun terakhir, puluhan ribu warga lebih dari 700 kota besar dan kecil di negara ini turun ke jalan dan kembali berdemonstrasi di seluruh negeri untuk menentang kebijakan imigrasi "tak ada toleransi" memisahkan imigran orang tua dengan anak-anaknya yang diterapkan pemerintahan Donald Trump. Kebijakan itu telah membuat lebih dari 2.000 anak dipisahkan dari keluarga mereka, yang melintasi perbatasan secara ilegal.

 

Berdasarkan kebijakan ini, anak-anak secara paksa dipisahkan dari orang tuanya yang tidak memiliki dokumen keimigrasian dan kemudian tanpa pemberitahuan kepada keluarganya, anak-anak ini dikirim ke kamp penampungan yang kondisinya seperti penjara. Langkah ini belum pernah ada sepanjang sejarah kontemporer dan mengingatkan era pahit perbudakan di Amerika serta kejahatan NAZI di Jerman selama perang dunia kedua.

 

Michael Hayden, mantan direktur CIA mengatakan, kebijakan pemisahan paksa anak-anak imigran dari orang tuanya mengingatkan kejahatan rezim NAZI di Jerman dan kamp Auschwitz. Jika proses ini tidak dicegah maka sejarah Hitler akan terulang di Amerika.

 

Petinggi Amerika mengklaim bahwa mereka mengambil kebijakan seperti ini  untuk mencegah masuknya imigran gelap. Meski demikian pemisahan paksa anak-anak dari orang tua mereka dinilai langkah tak manusiawi oleh opini publik dan aktivis HAM, sebuah aksi kriminal dan kajahatan.

Demo Besar-besaran di AS Kecam Kebijakan Pemisahan Anak Imigran dari Orang tuanya

 

Oleh karena itu, selama aksi demo di berbagai wilayah Amerika pada hari Sabtu (30/6), para demonstran yang marah membawa poster dan tulisan "Tangkap Trump karena melakukan kejahatan terhadap anak-anak"

 

Tuntutan seperti ini sepertinya mustahil, namun bahkan pelaksanaan instruksi presiden AS yang meminta dihentikannya proses pemisahan paksa anak-anak imigran dari orang tuanya dan dikembalikannya mereka kepada keluarga, juga menjadi isu yang sulit.

 

Berdasarkan data tak resmi, lebih dari 10 ribu anak-anak yang mayoritasnya masih kecil secara paksa dipisahkan dari orang tua mereka dan tersebar di berbagai titik Amerika. Sejumlah orang tua tidak memiliki informasi kondisi dan nasib anak-anak mereka selama berpekan-pekan dan petugas juga mengaku tidak memiliki kemampuan mengembalikan anak-anak tersebut.

 

Hal ini kian meningkatkan kekhawatiran akan terpisahnya anak-anak tersebut secara permanen dari orang tuanya dan kematian akibat represi berat mental terhadap anak-anak serta orang tuanya.

 

Di sisi lain, pemerintah Amerika mundur dari sikap kerasnya akibat represi publik dan memilih menerapkan kebijakan penangkapan seluruh keluarga ketimbang pemisahan anggota sebuah keluarga. Dengan kata lain, di kebijakan baru tersebut, anak-anak masih tetap akan dikirim ke penjara, bedanya adalah mereka paling tidak berada di samping orang tuanya.

 

Mengingat bahwa proses peradilan dan penentuan nasib para pencari suaka dan imigran ke Amerika berlangsung selama bertahun-tahun, diprediksikan bahwa anak-anak akan menghabiskan sebagian besar usianya di kamp-kamp dan di balik jeruji besi.

 

Saat ini lebih dari 11 juta imigran gelap hidup di Amerika dan setiap hari ratusan orang menambah jumlah tersebut melalui jalur selatan, penjara imigran gelap di Amerika setiap hari akan semakin padat dan jumlah penghuninya akan semakin banyak. Berlanjutnya proses ini pada akhirnya akan mengubah Amerika menjadi penjara imigran terbesar di dunia. (MF)