Amerika Tinjauan dari Dalam 3 November 2018
Peristiwa penting yang terjadi minggu lalu di Amerika Serikat salah satunya adalah perubahan sikap Trump dan kesiapannya menjawab sejumlah pertanyaan Robert Mueller terkait penyidikan kasus Rusia, keputusan Donald Trump menggunakan militer untuk menghadapi imigran gelap di perbatasan Mexico, pengakuan John Bolton atas ketidakmampuan AS menjatuhkan sanksi penuh anti minyak Iran dan tekanan lobi senjata AS untuk menjamin penjualan senjata kepada Arab Saudi.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat diwawancarai Televisi Fox News mengatakan, ada potensi besar dirinya akan menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan Robert Mueller, penyidik yang menangani kasus intervensi Rusia di pemilu Amerika.
Trump di wawancara tersebut mengatakan, "Sangat bodoh jika Saya terpaksa bekerja sama dengan kasus ini, karena kami tidak melakukan apapun. Namun begitu kami berpotensi melakukan sebuah langkah di kasus ini. Benar, Kami akan menjawab sejumlah pertanyaan."
Pengacara Trump tengah membahas pertanyaan tertulis yang dikirim kantor Mueller berkaitan dengan kasus intervensi Rusia di pemilu presiden tahun 2016. Trump sebelumnya mengatakan bahwa dirinya berminat berunding dengan Mueller, namun begitu sampai saat ini belum ada kesepakatan bagi dialog tanya jawab tersebut.
Gedung Putin dan Kremlin sama-sama menolak dengan tegas klaim kolusi mereka di tim sukses pemilu 2016 Trump. Kubu anti Trump berharap untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika mampu menurunkan seorang presiden dengan terbuktinya kolusi tim sukses pemilu Donald Trump dengan Rusia oleh Mueller.
Petinggi intelijen Amerika mengatakan bahwa Rusia terlibat di pemilu presiden Amerika dan membantu kemenangan Trump. Sementara itu, Donald Trump menolak keterlibatan dan kolusinya dengan Rusia di pilpres Amerika. Adapun Rusia sendiri mengatakan bahwa mereka tidak terlibat dalam pemilu Amerika.
Keputusan Trump Gunakan Militer Hadapi Imigran Gelap di Perbatasan Meksiko
Salah satu peristiwa di Amerika pekan lalu adalah keputusan Presiden Donald Trump menggunakan militer untuk menghadapi imigran gelap dari perbatasan Meksiko. Ini merupakan transformasi berbahaya di kasus imigran gelap di negara ini.
Terkait hal ini, Trump mengancam dirinya siap menggunakan 15 ribu militer untuk menghentikan konvoi imigran yang ingin memasuki Amerika Serikat dari perbatasan Meksiko. Ini merupakan impian Trump untuk menghadapi fenomena imigran gelap yang memasuki negaranya.
Terkait hal ini Departemen Pertahanan AS (Pentagon) telah mengirim 5200 personilnya untuk menghadapi konvoi imigran Amerika Latin yang akan memasuki AS dari perbtasan negara ini dengan Meksiko. Berdasarkan laporan, sebuah konvoi yang terdiri dari ribuan imigran dari negara-negara Amerika Latin tengah bergerak ke arah Amerika.
Menurut komandan utara militer AS, selama beberapa hari mendatang lebih dari 5200 tentara bersenjata akan ditempatkan di perbatasan barat daya. Ia menjelaskan, pasukan ini akan fokus menjamin keamanan perbatasan di jalur penyeberangan perbatasan dan wilayah sekitarnya, serta tim teknis akan membangun tembok sementara.
Presiden Amerika memperingatkan para imigran bahwa militer negara ini tengah menanti mereka di perbatasan. Trump di bulan April juga mengirim 2100 militer ke perbatasan Meksiko. Dengan pengiriman pasukan baru, jumlah militer AS yang ditempatkan di perbatasan Meksiko akan lebih besar dari pasukan negara ini yang ditempatkan di Suriah dan Irak.
Konvoi imigran berjalan kaki menuju Amerika, dan berada di 1600 km dari negara ini. Menurut ketua bea cukai dan penjaga perbatasan AS, dibutuhkan waktu selama beberapa pekan untuk melintasi perbatasan Meksiko untuk sampai ke perbatasan Amerika.
Para imigran mengatakan ingin meminta suaka dari Amerika, namun Trump menyatakan mayoritas imigran tersebut anggota kelompok kriminal dan mereka tidak mendapat tempat di negaranya.
Trump di akun twitternya menulis, sejumlah besar anggota kelompok kriminal dan penjahat bersama konvoi besar tengah bergerak ke arah perbatasan selatan kami. Kami harap mereka segera kembali. Kalian tidak diijinkan memasuki Amerika, kecuali secara legal. Gerakan ini merupakan serangan kepada negara kami dan militer tengah menanti kalian.
Pemilu sela Kongres Amerika akan digelar beberapa hari lagi, tepatnya 6 November. Menurut pengamat, Trump seraya menekankan perlawanan sengit terhadap imigran gelap, berusaha mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya untuk kubu Republik.
Berdasarkan perjanjian internasional, Amerika diharuskan mengkaji permintaan suaka para imigran. Mereka yang meninggalkan rumah dan negaranya karena takut dibunuh, dikategorikan pencari suaka berdasarkan hukum internasional. Namun mereka yang mengalami kesulitan besar ekonomi dan kehidupan, tidak termasuk kategori pencari suaka.
Sebelumnya Barack Obama dan George W. Bush, mantan presiden Amerika juga mengirim tentara ke perbatasan untuk menghadapi arus imigran.
Bolton Akui AS tidak Mampu Jatuhkan Sanksi Penuh terhadap Minyak Iran
Presiden AS Donald Trump senantiasa menunjukkan sikap anti kesepakatan nuklir dengan Iran (JCPOA) dan menyebutnya sebagai kesepakatan terburuk. Akhirnya Trump pada 8 Mei 2018 mengumumkan keluarnya AS dari JCPOA dan menerapkan kembali sanksi nuklir terhadap Iran pada Agustus dan November 2018.
Trump September 2018 meminta negara dunia memutus pembelian minyaknya dari Iran sebelum 5 November, namun mengingat semakin dekatnya dengan berakhirnya ultimatum yang ada, kampanye AS untuk melawan Iran menghadapi kendala serius.
Petinggi pemerintah Trump sebelumnya mengatakan mereka berencana membuat ekspor minyak Iran ke titik nol hingga 5 November bersamaan dengan pemulihan sanksi minyak Republik Islam Iran. Seiring dengan kian dekatnya ultimatum yang ada, Gedung Putih mulai mundur dari sikapnya dan menyatakan tidak mungkin membuat ekspor minyak Iran ke titik nol di langkah pertama.
Pemerintah Trump dalam hal ini memilih sikap lebih lunak dan fleksibel. Dalam hal ini John Bolton, penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih hari Rabu mengklaim "Kami ingin mencapai tekanan maksimum pada Iran tetapi kami tidak ingin menyakiti teman dan sekutu kami."
Bolton menambahkan, "Pemerintah Trump menyadari bahwa sejumlah nehara tidak dapat memutus langsung pembelian minyaknya dari Iran dan membuat ekspor minyak Tehran ke titik nol." Pemerintah Trump menyatakan tujuan finalnya adalah mencapai tujuan tersebut.
Deputi Kemenlu AS hari Selasa mengatakan pemerintah Amerika akan memberi pengecualian sanksi kepada negara yang mengurangi pembelian minyaknya dari Iran. Sepertinya Amerika kini menyadari bahwa mereka tidak mampu memutus total ekspor minyak Iran. Dengan demikian AS mulai mengumbar klaim memberi pengecualitan kepada sejumlah negara terkait pembelian minyak dari Iran.
Lobi Senjata AS Tekan Pemerintah Jamin Penjualan Senjata kepada Saudi
Di antara peritiwa pekan lalu di Amerika adalah represi lobi senjata di negara ini kepada pemerintah untuk menjamin penjualan senjata kepada Arab Saudi. Lobi ini berusaha keras melanjutkan penjualan senjata kepada Arab Saudi dan mencegah pembatalan kontrak senjata di Kongres.
Menyusul krisis antara AS dan Arab Saudi pasca teror Jamal Khashoggi, wartawan dan kritikus Saudi, perusahaan dan industri senajta AS melakukan aksi preemtive untuk mencegah potensi diratifikasinya keputusan anti Riyadh di Kongres.
Lobi senjata AS ingin memberi dukungan terhadap hubungan antara Riyadh dan Washington sehingga kontrak senjata yang ditandatangani dengan Saudi dapat diselamatkan. Upaya ini juga mendapat dukungan dari presiden AS yang berulang kali meunjukkan motivasinya untuk mendukung kontrak senjata antara kedua negara senilai 110 miliar dolar.
Dalam hal ini sindikat industri penerbangan AS yang juga mencakup perusahaan industri militer besar negara ini seperti Lockheed Martin, Northrop Grumman, Boeing, Raytheon dan General Dynamics (GD) mengirim surat kepada CEO perusahaan industri militer AS dan isinya menunjukkan rencana mereka menekan para pengambil keputusan negara ini.