Krisis Corona dan Ancaman Keruntuhan Eropa
Masa depan Uni Eropa dianggap suram di tengah serangan virus Corona dan tidak adanya manajemen yang terintegrasi di antara negara-negara anggota untuk mengatasi wabah ini.
Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio mengeluhkan cara Uni Eropa merespon penyebaran virus Corona dan memperingatkan Uni Eropa bahwa jika satu negara jatuh, maka semua akan jatuh.
Uni Eropa – dengan slogan kebijakan terintegrasi dan bergerak untuk kepentingan Eropa yang satu – berusaha hadir di kancah internasional sebagai salah satu kutub kekuatan dunia.
Namun, krisis dan keretakan serius muncul setelah Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa dan resmi meninggalkan organisasi itu pada 31 Januari 2020. Beberapa negara lain termasuk Italia dan kubu sayap kanan Eropa juga berbicara tentang penarikan diri dari Uni Eropa dan kadang menyebut hal itu sebagai rencana mereka di masa depan.
Tentu saja syarat penarikan yang sulit dan keuntungan yang bisa dinikmati sebagai anggota Uni Eropa, telah membuat mereka mengurungkan niatnya itu.
Para petinggi Eropa sekarang menghadapi kritik luas karena tidak menunjukkan respon dan kinerja yang baik dalam menghadapi wabah virus Corona, yang melumpuhkan negara-negara anggota khususnya Italia dan Spanyol.
Prancis dan Jerman melarang ekspor peralatan medis dan kesehatan sejak virus Corona mewabah di Italia dan Spanyol, serta menutup perbatasannya. Mereka tidak menanggapi permintaan bantuan yang diajukan oleh Roma dan Madrid. Akhirnya Rusia dan Cina membantu mereka dengan mengirimkan bantuan alat-alat kesehatan. Sikap Uni Eropa telah memicu kemarahan para pejabat Italia dan Spanyol.
Di tengah serangan virus Corona dan krisis ekonomi, para petinggi Eropa justru berselisih mengenai cara-cara penanganan krisis dan paket bantuan darurat 500 miliar euro untuk meredam dampak virus Corona.
Belanda meminta pemberian bantuan tersebut harus disertai dengan penerapan kebijakan pengetatan ekonomi oleh negara penerima. Namun, Prancis dan Jerman menolak syarat itu dan akhirnya paket penyelamatan ini disetujui oleh Uni Eropa.
Italia menganggap paket penyelamatan Eropa tidak mencukupi dan menyampaikan kekhawatiran tentang pembagian anggaran secara adil.
Sementara itu, juru bicara pemerintah Spanyol, María Jesus Montero memperingatkan bahwa jika Uni Eropa tidak mampu mengambil tindakan kolektif untuk memerangi wabah Corona, maka kepercayaan warga Eropa terhadap organisasi akan hilang.
Situasi yang kacau ini dimanfaatkan oleh kubu sayap kanan untuk meningkatkan aktivitasnya dan menyuarakan slogan-slogan perpisahan dengan Uni Eropa. Mereka sedang berusaha merekrut pendukungnya di Eropa dan bersiap untuk memenangi pemilu di negara-negara Eropa.
Para pemimpin Eropa memandang kubu sayap kanan sebagai bahaya potensial terhadap kedaulatan Uni Eropa. Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, salah satu cara mengatasi tantangan gerakan sayap kanan adalah memperkuat integrasi.
Saat ini Uni Eropa sedang menghadapi sebuah ujian yang sulit. Wabah Corona telah menjadi tantangan berat untuk menguji kebijakan multilateralisme dan konvergensi Uni Eropa; sebuah ujian yang akan membentuk masa depan Uni Eropa selama beberapa dekade.
Di saat-saat genting ini, para pejabat Eropa harus membuat keputusan untuk mempertahankan Eropa yang satu atau membiarkannya runtuh. (RM)