HAM Islam; Visi Baru atas Konsep HAM yang Lebih Adil
Pada tanggal 5 Agustus 2008, Republik Islam Iran mengusulkan untuk menetapkan hari "Hak Asasi Manusia dan Kemuliaan Manusia" kepada Konferensi Islam yang mendapat sambutan luas, dan akhirnya disahkan.
Sementara tanggal 5 Agustus 1990 mengingatkan kita tentang deklarasi HAM Islam oleh negara-negara Organisasi Kerjasama Islam di Kairo, Mesir. Saat itu untuk pertama kalinya negara-negara Muslim dunia berhasil merumuskan poin-poin HAM menurut ajaran Islam, dan menegaskan komitmen negara-negara Muslim dalam hal ini.
Pengalaman membuktikan HAM tidak bisa dipaksakan secara sepihak terhadap satu komunitas masyarakat tertentu, setiap budaya dan keyakinan mendefinisikan HAM berdasarkan ajaran, struktur budaya, sosial, keagamaan dan mazhabnya.
Jelas bahwa pandangan terhadap HAM harus terhindar dari segala bentuk tendensi politik, dan harus mampu menjelaskan nilai-nilai kemanusiaan yang melampaui ras, agama dan kebangsaan.
Saat ini yang menjadi landasan penerapan HAM dunia adalah deklarasi universal HAM, UDHR yang ditandatangani pada 10 Desember 1948 di Paris, Prancis, dan merupakan pandangan Majelis Umum PBB tentang jaminan HAM kepada semua orang.
Pada Pasal 1 Deklarasi Universal HAM disebutkan, "semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan".
Akan tetapi pasal mendasar ini bahkan diinjak-injak oleh negara-negara perumusnya sendiri, oleh karena itu sejumlah negara mendeklarasikan HAM tandingan yang lebih sesuai dengan budaya dan nilai-nilai pribumi.
Ada tiga hal yang menyebabkan perbedaan konsep HAM ini,
Pertama, HAM dalam pandangan sepihak Barat, secara praktis telah dijadikan alat untuk menekan negara lain.
Kedua, definisi sepihak konsep HAM oleh Barat, kebanyakan mengandung substansi politik.
Ketiga, terdapat sejumlah perbedaan mendasar antara pandangan materialistis, dan idealis tentang HAM. Sebagai contoh, hak hidup manusia seperti terhindar dari penjajahan, dan hak melawan penjajahan atau hak melawan pelanggaran terhadap kehidupan manusia, juga hak untuk hidup di lingkungan yang bersih, terhindar dari kerusakan moral dan keamanan dalm menjalankan keyakinan agama, semuanya tidak tercantum dalam Deklarasi Universal HAM.
Sunggu disayangkan banyak peristiwa menyedihkan terjadi setiap hari di berbagai belahan dunia yang menunjukkan pelanggaran tegas terhadap HAM dan terus berulang. Hal ini merupakan buah dari motif politik yang bersembunyi di balik topeng HAM. Contoh nyata adalah perilaku tidak manusiawi Amerika Serikat di dunia.
Pemimpin Besar Revolui Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei sehubungan dengan hal ini mengatakan, di dunia ini tidak ada negara yang melakukan pelanggaran HAM seperti Amerika. Amerika bukan saja tidak percaya pada HAM, ia juga tidak meyakini martabat, kemuliaan manusia, dan suara rakyat. Meski dari mulut Amerika selalu keluar pernyataan-pernyataan tentang kebebasan, HAM dan semisalnya, tapi itu hanyalah penghinaan terhadap kebebasan dan HAM.
Isu HAM yang pada kenyataannya dipengaruhi standar ganda Barat, telah terjebak dalam politisasi akut, dan kepentingan politik telah menjauhkan organisasi-organisasi internasional dari dukungan nyata atas HAM. Hal ini bertolak belakang dengan harapan masyarakat dunia atas HAM.
Hari "HAM Islam dan Kemuliaan Manusia" kemudian menjadi peluang untuk menunjukkan visi baru tentang konsep HAM yang bersandar pada nilai-nilai kemanusiaan, dan terhindar dari perilaku reaksioner dalam menyikapi standar ganda Barat terkait HAM. (HS)