Sep 09, 2020 15:21 Asia/Jakarta

Pengadilan Pidana Internasional (ICC) menyatakan bertekad teguh untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan Amerika Serikat di Afghanistan meski terancam sanksi oleh Washington.

Jaksa Agung ICC Fatou Bensouda pada bulan Juni 2020 menegaskan bahwa misinya menuntut penjahat perang internasional, tidak akan goyah. ICC sedang menyelidiki dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan oleh tentara AS di Afghanistan.

Presiden AS Donald Trump pada hari Kamis (11/6/2020) mengesahkan sanksi terhadap ICC. Trump mengeluarkan keputusan yang mengesahkan sanksi terhadap pejabat, pegawai dan agen-agen, serta anggota keluarga dekat mereka yang bekerja di ICC.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan tidak setuju pada pengadilan itu dan memperingatkan sekutunya, negara-negara anggota NATO, bahwa mereka pun bisa menjadi sasaran ICC atas tindakan mereka di Afghanistan.

Ketika penyelidikan ICC pertama kali disahkan pada Maret 2020, Pompeo mengecam dan menilai pengadilan itu bermotivasi politik dan bertekad mengambil "semua langkah yang perlu" guna melindungi warga negara Amerika.

Menanggapi hal itu, Bensouda, 59 tahun, mengatakan, serangan-serangan ini menambah ketegangan. Ini adalah upaya yang tidak bisa diterima untuk mengacaukan supremasi hukum dan proses peradilan.

Akhirnya, pada hari Rabu (2/9/2020), pemerintah AS mengumumkan sanksi terhadap Jaksa ICC yang berasal dari Gambia itu. 

Sanksi tersebut diumumkan oleh Menlu AS. Menurut Pompeo, setiap individu atau entitas yang membantu Bensouda secara materi juga akan dikenakan sanksi.

Kini, nama Bensouda telah ditambahkan dalam daftar orang-orang yang terkena sanksi yang disahkan Trump pada Juni 2020.

Tujuan utama sanksi AS terhadap pejabat senior ICC adalah untuk mengintimidasi mereka agar mencegah mahkamah pidana tersebut menyelidiki kejahatan militer AS di Afghanistan dan kejahatan rezim Zionis Israel di Palestina.

Pada saat yang sama, pendekatan yang diambil Washington untuk mencapai tujuan ini didasarkan pada praktik konsisten dan permanen yang sama dari pemerintahan Trump, yaitu pengenaan sanksi.

AS tidak hanya kecanduan untuk menjatuhkan sanksi terhadap negara-negara yang dianggap musuh, rival dan saingan, tetapi juga terhadap lembaga-lembaga internasional dengan tujuan memaksa mereka untuk tunduk pada keinginannya. (RA)  

Tags