Sirkus Pemilu Presiden Amerika Serikat, Akankah Berakhir?
Berlanjutnya perdebatan pemilu presiden di Amerika oleh Presiden petahana, Donald Trump dan rivalnya dari kubu Demokrat, Joe Biden dari hari ke hari kian menambah dimensi kasus ini serta klaim baru mendorong peringatan serius terkait dampak serta bahaya proses ini bagi AS.
Ketua DPR Nancy Pelosi mengkritik keras sikap Republik yang menolak menerima kekalahan mereka serta mengakui secara resmi kemenangan Joe Biden dan juga penolakan mereka menyetujui paket insentif baru untuk melawan pandemi Corona.
Pelosi Kamis ( 12/11/2020) di jumpa pers di DPR seraya mengungkapkan penyesalannya bahwa kubu Republik tidak menghormati keinginan rakyat Amerika, kepada kubu ini mengatakan, “Hentikan sirkus ini dan mulailah pekerjaan penting bagi rakyat Amerika.”
Statemen Pelosi ini menyinggung sikap sejumlah petinggi kubu Republik termasuk Mitch McConnell, ketua kubu mayoritas Republik di Senat. McConnell hari Selasa malam setelah terpilih kembali sebagai ketua kubu mayoritas Republik di Senat, mendukung upaya dan klaim Donald Trump terkait kecurangan di pemilu.
Trump Kamis malam di cuitan Twitternya terkait adanya kecurangan di pemilu negara ini menulis bahwa sistem pemilu telah menghapus 2,7 juta suara dirinya. Sejatinya Trump di sikap kontroversialnya tidak sendirian dan upayanya mendapat dukungan terang-terangan serta praktis dari sejumlah petinggi Republik.
Namun berlanjutnya krisis politik ini telah menyebabkan posisi dan prestise Amerika Serikat, yang telah sangat berkurang selama pemerintahan Trump karena kebijakan dan tindakannya, merosot lebih cepat.
Banyak negara yang menggulirkan pertanyaan bahwa Amerika yang senantiasa mengklaim terdepan di bidang demokrasi dan kebebasan, kini mengalami kondisi di mana presiden petahana secara terang-terangan menyatakan adanya kebobrokan sistem pemilu dan terjadinya kecurangan luas serta mempertanyakan secara total sistem ini. Pastinya hal ini membuat runtuh Amerika sebagai kekuatan global dan juga indikasi keruntuhan politik serta moral.
Selain itu, krisis yang dikobarkan Trump juga merusak kepercayaan rakyat Amerika terhadap sistem pemilu di negara mereka. Mengingat perpecahan yang terjadi di masyarakat Amerika terkait keabsahan pemilu dan undang-undang serta mekanisme kinerja pejabat pemilu, kini rakyat AS tidak lagi percaya terhadap sistem pemilu di negara mereka. Isu yang lebih mengkhawatirkan adalah kurang dari separuh warga Amerika memprediksikan jika Biden menjadi presiden, proses transisi kekuasaan akan berjalan secara damai.
Laman The Hill mengisyaratkan langkah yang mungkin diambil Trump sebagai presiden yang periodenya bakal habis seperti menolak meninggalkan Gedung Putih, mengobarkan krisis politik internasional, membawa Amerika ke instabilitas politik dan pada akhirnya menciptakan kendala di proses transisi kekuasaan kepada Biden.
Di sisi lain, sikap tak jelas saat ini dan perilaku abnormal Trump menolak memulai proses transisi kekuasaan kepada Biden, dan bahkan mencegah penyerahan laporan intelijen kepada rivalnya ini telah memicu gelombang protes luas terhadap presiden petahana ini. Bahkan protes tersebut juga muncul dari sejumlah tokoh Republik.
Sementara itu, berbagai negara dunia juga kebingungan mengenai presiden mendatang Amerika. Misalnya ketika mayoritas negara Eropa dan Cina mengucapkan selamat kepada Biden atas kemenangannya di pilpres, namun Rusia mengumumkan masih menunggu penghitungan suara dan pengumuman resmi hasil presiden Amerika.
Kondisi ini merupakan alarm dan tanda bahaya di dalam negeri Amerika.
Sebuah kelompok yang terdiri dari 161 mantan keamanan nasional termasuk Chuck Hagel, mantan menteri pertahanan, Michael Hayden mantan direktur CIA dan dinas keamanan nasional, Wesley K. Clark dan Samantha Power mantan dubes AS di PBB, di suratnya memperingatkan, sikap pemerintah Trump yang mengulur waktu untuk mengakui Joe Biden sebagai presiden terpilih menciptakan bahaya serius bagi keamanan nasional Amerika.
Meski demikian Trump bukan saja tetap menolak mengakui hasil pemilu, bahkan menuntut mobilisasi pendukungnya untuk turun ke jalan-jalan dan memprotes hasil pemilu. Ia juga mengatakan akan memilih jalur hukum menindaklanjuti klaimnya tersebut.
Selain itu, Trump juga menolak segala bentuk langkah yang menjamin pengakuan resmi kemenangan Biden dan hasilnya adalah proses transisi kekuasaan di negara ini terhenti. (MF)