Dewan Hak Asasi Manusia PBB Menekankan Perlunya Mengakhiri Sanksi Sepihak
(last modified Fri, 26 Mar 2021 05:50:14 GMT )
Mar 26, 2021 12:50 Asia/Jakarta
  • Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa
    Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa

Pada sidang ke-46 di Jenewa, Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengeluarkan resolusi yang menyerukan kepada berbagai kekuatan untuk menghentikan sanksi sepihak. Lembaga ini juga mengecam keras penggunaan sanksi sebagai alat untuk memberikan tekanan politik dan ekonomi.

Berdasarkan resolusi ini, Dewan Hak Asasi Manusia menyerukan kepada semua negara untuk berhenti mengadopsi, mempertahankan atau mengimplementasikan tindakan koersif sepihak, terutama tindakan koersif dengan konsekuensi transnasional. Dalam resolusi itu disebutkan, langkah-langkah ini harus dicabut, karena bertentangan dengan Piagam PBB, standar dan prinsip yang mengatur hubungan damai antarnegara.

Dewan HAM juga menekankan perlunya menetapkan proses yang tidak memihak dan independen dalam sistem PBB demi membantu para korban aksi koersif sepihak dengan pendekatan meningkatkan akuntabiltas dan kompensansi terkait perawatan dan perbaikan.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB

Tiga puluh negara, termasuk Rusia dan Cina, mendukung resolusi tersebut, sementara 15 negara, beberapa di antaranya adalah anggota Uni Eropa, serta Inggris dan Ukraina, memberikan suara menentang, sementara Armenia dan Meksiko memilih abstain.

Baca juga: Jawaban Tegas Iran atas Israel di Dewan HAM PBB

Resolusi ini sepertinya ditujukan Dewan HAM PBB kepada kekuatan-kekuatan Barat, khususnya ke Amerika Serikat. Inilah alasan mengapa beberapa negara Barat menentang resolusi ini.

Amerika Serikat adalah negara yang memberikan sanksi terbesar di dunia dan memiliki sejarah terlama dalam menjatuhkan semua jenis sanksi kepada negara lain sejalan dengan tujuan kebijakan luar negerinya. Sekutu Washington di Eropa, terutama Inggris, ikut serta dalam menjatuhkan sanksi. Sanksi ini dijatuhkan dengan dalih menentang kebijakan dan tindakan AS dan Barat atau dengan mengklaim bahwa mereka terancam oleh negara yang terkena sanksi.

Bahkan pada titik kritis ini, ketika epidemi virus Corona global telah membuat banyak negara menjadi kritis secara ekonomi dan kesehatan, Washington terus mengejar pendekatan sanksi yang lebih keras.

Pemerintahan Biden, seperti pemerintahan Trump, telah melanjutkan pendekatan sanksi terhadap negara-negara saingan atau anti-Washington. Selain menjatuhkan sanksi paling berat terhadap Iran dalam sejarah sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum, Amerika Serikat telah memberlakukan banyak sanksi sepihak pada negara-negara seperti Rusia, Cina, Venezuela, Kuba, Suriah, dan Korea Utara.

Meskipun sanksi AS dijatuhkan pada negara lain, terutama saingan atau musuh, dengan berbagai dalih politik, perdagangan, keamanan, dan bahkan hak asasi manusia, terlepas dari alasan yang jelas, alasan utama pendekatan ini adalah untuk mengejar kepentingan Washington.

Menurut Menteri Energi Rusia Alexander Novak, "Seluruh dunia sudah bosan dengan sanksi AS, yang tidak lagi memiliki kendali atas berbagai negara yang para pemimpinnya tidak puas dengan Washington."

Baca juga: Rusia: Sanksi Sepihak tidak Berguna

Tentu saja, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berulang kali mengkritik sanksi sepihak AS, terutama selama pandemi virus Corona, dan menyerukan agar sanksi itu dicabut atau dikurangi untuk memfasilitasi akses negara-negara yang disanksi ke barang-barang kebutuhan primer, medis, dan farmasi.

Bendera AS

Menurut Alena Douhan, Pelapor Khusus PBB urusan Dampak Negatif dari Tindakan Sepihak, sanksi sepihak merongrong otoritas PBB, ketakutan akan kerjasama internasional dan supremasi hukum.

Mengingat dampak destruktif dari sanksi sepihak AS dan Barat, tampaknya perlu bagi negara-negara yang terkena sanksi untuk mengambil pendekatan bersatu, termasuk membentuk koalisi internasional melawan sanksi, sehingga Barat harus mempertimbangkan kembali dalam menghadapi tekanan global yang terintegrasi.