Tindakan AS terhadap Venezuela, Upaya untuk Mendominasi Minyak
Kebijakan intervensionis AS dan tekanan maksimum terhadap Venezuela terus berlanjut. Padahal kebijakan tersebut sejauh ini gagal dan AS belum dapat mencapai tujuannya untuk mendominasi negara kaya Venezuela. Namun terlepas dari kegagalan kebijakan Washington terhadap Caracas, kebijakan ini terus berlanjut.
Dalam hal ini, Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang mengecam keras sanksi keras Washington terhadap Venezuela, yang disebutnya "pembunuhan ekonomi", dan mengundang investor asing ke program pengembangan produksi minyak Venezuela di bawah Undang-Undang Anti-Sanksi Investasi.
Venezuela, salah satu negara terkaya di Amerika Latin dengan sumber daya minyak dan gas yang kaya, telah berada di bawah tekanan dari Washington dan sekutunya selama bertahun-tahun dengan alasan palsu.
Sejatinya, para pejabat Washington, yang dalam beberapa dekade terakhir telah mempertimbangkan kembali penerapan "Doktrin Monroe", mencoba untuk menargetkan negara-negara Amerika Latin, terutama negara-negara kiri dan kaya di kawasan, dengan mengadopsi berbagai tindakan dan kebijakan agar mengikuti kebijakan mereka.
Situasi ini telah meningkat terutama selama empat tahun terakhir dan selama kepresidenan Donald Trump. Pada intinya, Trump mencoba memaksa Maduro untuk mundur dengan mengadopsi berbagai kebijakan, termasuk sanksi politik dan ekonomi yang berat, membantu kubu oposisi dan mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido, mendukung kudeta dan bahkan ancaman militer.
Meskipun tekanan tersebut selama ini dapat dinetralisir dengan dukungan rakyat dan diadopsinya berbagai langkah ekonomi dan politik oleh penguasa negeri ini, tetapi akibat mewabahnya penyakit COVID-19, memperparah masalah ekonomi dan perubahan politik dan telah membuat situasi di negara ini sulit. Kondisi ini membuat para pejabat Venezuela berulang kali memperingatkan dampak sanksi keras Washington.
Jeffrey Sachs, ekonom Amerika, mencatat bahwa sanksi Washington telah menewaskan 40.000 warga Venezuela. Ia menekankan perlunya mengakhiri sanksi ekonomi dalam konteks saat ini, dengan mengatakan, "Jika tidak, konsekuensinya akan menimpa semua orang."
Venezuela, salah satu negara terkaya di Amerika Latin dengan sumber daya minyak dan gas yang kaya, telah berada di bawah tekanan dari Washington dan sekutunya selama bertahun-tahun dengan alasan palsu.
Meningkatnya sanksi AS terhadap Venezuela selama lima tahun terakhir telah mencegah Caracas mendapatkan akses ke valuta asing yang dibutuhkan, makanan dan obat-obatan, suku cadang dan bahan baku untuk kegiatan ekonomi. Menurut statistik yang dipublikasikan, pendapatan devisa Venezuela berada pada titik terendah sepanjang masa dan mengalami pengurangan yang signifikan.
Masalah-masalah ini diperparah oleh epidemi Corona dan situasi ekonomi rakyat Venezuela semakin memburuk. Washington melanjutkan kebijakannya sambil tetap bercita-cita untuk mengakses sumber daya ekonomi negara kaya itu.
Maduro baru-baru ini mengkritik 450 sanksi sepihak yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, dan menyebutnya ilegal, berbahaya, dan direncanakan jauh-jauh hari untuk memperburuk krisis kemanusiaan di negara itu.
- Baca juga: Venezuela: Dubes AS Komandan Kubu Oposisi
Ketika kebijakan Washington gagal, sebenarnya mereka telah menciptakan situasi keretakan di antara penentang Maduro, dan bahkan banyak penentang Maduro tidak menyetujui praktik semacam itu dan berhenti mendukung Guaido. Dalam hal ini, Henrique Caprile, seorang tokoh oposisi terkemuka di Venezuela, mencatat bahwa ancaman intervensi militer AS terutama merugikan tujuan oposisi.
Menurutnya, "Sekarang, waktu dan kondisi negosiasi antara oposisi dan pemerintah Venezuela lebih baik dari dua tahun lalu. Kedua pihak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan konflik politik internal yang mengancam kesejahteraan negara."
Meski tekanan terhadap Venezuela terus berlanjut, namun perlawanan rakyat Venezuela dan dukungan mereka yang terus-menerus terhadap Maduro telah membuat kebijakan Washington untuk memberikan tekanan maksimum pada Venezuela tidak efektif. Sekarang, Presiden AS Joe Biden telah berjanji untuk meningkatkan hubungan dengan Venezuela. Janji yang sampai saat ini belum ditepati.
Kelanjutan kebijakan AS terhadap Venezuela dalam situasi saat ini tampaknya menunjukkan ketidakpedulian pejabat Washington terhadap masalah hak asasi manusia dan rekomendasi global untuk kerja sama global dalam konteks epidemi Corona. Henrique Caprile, yang menjadi lawan tangguh Maduro, tapi kalah dari Nicolas Maduro dalam pemilu presiden Venezuela 2013, mengatakan, "Saya yakin banyak yang telah berubah dibandingkan dua tahun lalu. Saya percaya bahwa salah satu hal yang paling merusak kita adalah ancaman Washington memiliki semua opsi di atas meja.