Syahid Mohsen Hojaji
Iran dalam beberapa hari tenggelam dalam nuansa duka. Kesedihan, duka, kebanggaan dan kehormatan, merupakan perasaan kolektif warga Iran dalam sepekan terakhir. Seorang pemuda di antara para pemuda pemberani dan beriman Iran, telah disandera oleh para teroris terbengis Daesh dan gugur syahid secara mazlum.
Dalam kondisi instabilitas di Asia Barat (Timur Tengah), peristiwa seperti itu memang bukan hal baru. Akan tetapi proses penyanderaan dan gugur syahidnya pemuda 25 tahun Iran bernama Mohsen Hojaji, adalah kisah baru. Kisah yang berawal dari mata Syahid Hojaji yang menatap kamera Daesh dengan kondisi tangan terikat dan tubuh penuh darah sedang menuju altar kesyahidan. Tatapan matanya yang kini mendunia dan mengungkap hakikat getir kemanusiaan dewasa ini.
Publikasi foto penyanderaan pemuda Iran itu oleh Daesh, adalah awal dari kisah tatapan mata Mohsen Hojaji. Pada foto tersebut, pembunuh yang takut dan gelisah serta memiliki buruk rupa, mengancam seorang pemuda yang tenang dengan menggunakan belati menuju detik-detik kesyahidannya.
Di wilayah gurun yang kering dan di antara puing-puing, belati terhunus, bibir kering, leher terbentang, serta pandangan penuh kekuatan yang tidak mengenal takut… pada akhirnya kepala terpenggal dan dada yang sepanjang hidupnya menjadi persinggahan cinta kepada Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya as, berlumuran darah. Ini adalah adegan yang tidak asing bagi para pecinta Ahlul Bait as dan Husein as.
Mungkin si pembunuh tidak mengetahui bahwa Syahid Hojaji sejak kecil tumbuh dengan puisi-puisi herosime Imam Hussein as. Dia tidak mengetahui akan memenggal kepala seseorang yang telah tergembleng dengan prinsip memilih kematian dengan penuh kehormatan ketimbang hidup dengan kehinaan. Teroris yang mengabadikan peristiwa tersebut juga tidak tahu bahwa dia tidak akan menyaksikan keraguan, kekhawatiran atau ketakutan di mata manusia-manusia yang memiliki mental Karbala!
Dalam tiga tahun terakhir fitnah para teroris Takfiri Daesh di Suriah dan Irak meningkat dan telah membuat warga Muslim Syiah dan Sunni yang mengungsi dan tertimpa bencana. Meski klaim pemerintah Barat khususnya Amerika Serikat tentang aliansi anti-Daesh, namun kesaksian rakyat di kawasan menunjukkan bahwa tekad Barat untuk memberantas Daesh bukan hanya tidak serius bahkan yang memperluas aktivitas Daesh di kawasan adalah dukungan finansial dan persenjataan bahkan tak jarang bantuan militer Amerika Serikat dan sekutunya terhadap kelompok teroris tersebut.
Selain itu, pengakuan para pejabat Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa kemunculan Daesh adalah perencanaan Washington untuk menyulut instabilitas di negara-negara Islam khususnya di Asia Barat. Amerika Serikat lebih memilih kejahatan Daesh di berbagai negara Islam berlanjut. Salah satu pengaruh dari bertahannya Daesh di kawasan adalah keamanan rezim penjajah Zionis dari ancaman kelompok-kelompok muqawama mencakup dari Iran, Lebanon, Irak dan Suriah.
Para teroris Takfiri Daesh yang sama sekali tidak berbekal ajaran kemanusiaan islami dan tidak mengenal sirah Rasulullah Saw sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta, telah melabel murtad satu setengah miliar Muslim dunia baik itu Syiah atau Sunni. Meski pada awalnya dengan bantuan berbagia media Barat, berusaha dikesankan bahwa fitnah ini adalah perang antara Syiah dan Sunni, akan tetapi berbagai langkah mereka menunjukkan pembunuhan, penjaharan dan kejahatan terhadap semua pengikut mazhab Islam.
Selama beberapa tahun kejahatan Takfiri di bawah bayang-bayang kesadisan kekuatan adidaya dunia, telah menciptakan banyak pemandangan sangat memilukan bagi masyarakat kawasan. Foto anak-anak kecil yang mengungsi dan menangis ketakutan, wajah ibu-ibu yang ketakutan dan tersandera, jenazah-jenazah yang membusuk, berbagai aksi penyiksaan gaya abad pertengahan, pembunuhan sadis dan kejahatan beringas, pembakaran hidup-hidup korban, penghancuran kota dan desa-desa, serta kehancuran hidup umat Islam, sangat disayangkan sekali telah menjadi pemandangan harian.
Lalu apakah mungkin seorang Muslim berdiam diri dan tidak mendegar jeritan saudara-saudara mereka yang papa, yang dibantai dengan tuduhan kafir, dijarah dan diusir dari negara mereka karena dosa mereka sebagi Muslim atau dituding sebagai teroris!
Dalam kondisi ini, para pemuda yang tumbuh di bawah naungan Islam hakiki bangkit membantu mereka yang terzalimi karena dalam dalam budaya Islam yang sejati, kebungkaman di hadapan kezaliman dan ketidakpedulian di hadapan teriakan orang yang tertindas adalah sangat tercela. Allah Swt dalam Al-Quran berfirman:
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!” Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (An-Nisa 75-76)
Kemudian Rasulullah Saw juga bersabda, “Allah Swt berfirman; demi kemuliaan dan jalalah-Ku, Aku akan membalas orang-orang zalim di dunia dan akhirat dan Aku juga akan membalas orang menyaksikan orang yang tertindas dan tidak menolongnya di saat ia mampu menolong.”
Dengan bekal ideologi seperti ini, umat Islam yang berjiwa bebas dari berbagai negara dunia Islam seperti Iran, Lebanon dan Afghanistan, tergabung dalam pasukan Modafe-e Haram, membantu masyarakat tertindas Suriah dan Irak. Dengan berbagi pengalaman dan memberikan bantuan pikiran dan jiwa, mereka menjaga nyawa dan kehormatan dari cengkeraman para teroris paling buas di dunia.
Adapun bahwa mengapa pasukan Muslim itu disebut dengan Modafe-e Haram, ada kisah manis di baliknya yang kembali pada kecintaan para pengikut Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Aku tinggalkan dua pusaka untuk kalian dan jika kalian berpegang teguh pada keduanya, kalian tidak akan tersesat; al-Quran dan keluargaku (Ahlul Bait). Dengarkanlah wahai masyarakat! Aku telah sampaikan kepada kalian bahwa kalian akan menemuiku di haudh (kolam), maka aku akan bertanya tentang perilaku kalian kepada dua pusaka tersebut, yaitu al-Quran dan Ahlul Baitku."
Dan terdapat sekelompok dari umat nabi terakhir ini yang memasrahkan jiwa dan hartanya demi menjaga dua pusaka tersebut, dan mereka lah yang disebut Modafe-e Haram. Haram atau pusara suci Ahlul Bait as terdapat di Karbala, Samarra, Kazhiman dan juga dua Sayidah Zainab as (putri Sayyidah Fatimah Zahra as) dan Sayidah Ruqayyah as putri Imam Husein as berada di Damaskus Suriah, yang kini berada di bawah ancaman aksi teror Daesh.
Manusia-manusia peduli dan pecinta Ahlul Bait as itu rela mengorbankan jiwa dan raga mereka untuk mencegah penistaan terhadap pusara suci Ahlul Bait as. Mereka lah yang kini disebut dengan Modafe-e Haram. Syahid Mohsen Hojaji juga termasuk di antara pasukan tersebut.
Rasulullah Saw bersabda, “Ketika masyarakat menyaksikan seorang zalim dan tidak mencegahnya, maka Allah Swt akan menurunkan azab kepadanya.” Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah berulangkali menekankan bahwa jangan sampai musuh dibiarkan maju dan harus diusir keluar dari perbatasan, karena perang dengan musuh di dalam wilayah sendiri akan sangat sulit dan menelan biaya besar. Ini merupakan pesan penuh hikmah Imam Ali as, yang saat ini telah menjadi sebuah prinsip dalam perang.
Sejak awal, Daesh telah menetapkan Iran sebagai target dan mereka berupaya keras untuk mendaratkan pukulan telak terhadap Republik Islam. Akan tetapi hingga kini mereka tidak berhasil merealisasikannya. Keamanan Iran di kawasan yang terjerembab dalam jurang instabilitas dan perang, merupakan hasil dari kehadiran penuh waspada Iran di berbagai front di luar perbatasannya atas permintaan pemerintah dan rakyat tertindas kawasan.
Mohsen Hojaji, adalah seorang pemuda Iran yang merupakan buah dari penggemblengan sahih semangat Karbala. Sejak remaja dia terlibat dalam berbagai aktivitas kemanusiaan dan bantuan di antara aktivitas budaya yang terjun ke wilayah-wilayah pelosok di Iran untuk demi memberantas ketertinggalan.
Kesyahidan di jalan melawan kebatilan di titik mana pun di dunia merupakan impian Hojaji, dan sejak awal pernikahannya, dia meminta istrinya untuk membantu dalam mencapai kebahagiaan syahadah itu. Penghormatan kepada orang tua dan kecintaannya kepada keluarga, ketakwaan, kesabaran dan kerja kerasnya dalam memberantas kemiskinan serta penyebaran maarif agama dan Ahlul Bait.