Kiprah Militer Iran dalam Pertahanan Negara
https://parstoday.ir/id/radio/iran-i80410-kiprah_militer_iran_dalam_pertahanan_negara
Tanggal 29 Farvardin (17 April) dalam kalender nasional Iran diperingati sebagai hari jadi militer. Penetapan 29 Farvardin sebagai hari jadi militer merupakan prakarsa Bapak Pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomaini ra.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Apr 14, 2020 20:34 Asia/Jakarta
  • Parade militer digelar untuk memperingati Hari Militer Iran. (dok)
    Parade militer digelar untuk memperingati Hari Militer Iran. (dok)

Tanggal 29 Farvardin (17 April) dalam kalender nasional Iran diperingati sebagai hari jadi militer. Penetapan 29 Farvardin sebagai hari jadi militer merupakan prakarsa Bapak Pendiri Republik Islam Iran, Imam Khomaini ra.

Iran – sebelum kemenangan Revolusi Islam – tercatat sebagai salah satu sekutu utama Amerika Serikat di wilayah Asia Barat. Oleh karena itu, peralatan militer Iran didukung oleh AS dan sekutu-sekutu lain di kawasan.

Pada masa itu, meskipun militer Iran termasuk salah satu pasukan yang kuat di dunia, namun apa yang dimilikinya hanyalah instrumen untuk mewujudkan kepentingan kekuatan asing di kawasan. Para teknisi Iran bahkan tidak diizinkan untuk memperbaiki peralatan militer buatan Amerika yang rusak, perbaikan dilakukan oleh para teknisi AS di dalam Iran atau dikirim ke negara asalnya.

Ketergantungan akut ini dapat dilihat dari kehadiran 45.000 penasihat militer Amerika di Iran dan anggaran fantastis yang dikeluarkan Shah Iran untuk memborong peralatan militer dari Negeri Paman Sam.

Sebelum Revolusi Islam, kebanyakan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Iran diimpor dari Amerika dan Eropa. Antara tahun 1352 dan 1356 Hijriyah Syamsiah, Mohammad Reza Pahlevi membeli alutsista dari AS dan Inggris senilai miliaran dolar. Pada tahun 1356 HS, Badan Industri Pertahanan Iran bahkan memulai proyek bersama dengan Israel untuk memproduksi berbagai jenis rudal, tentu saja proyek ini berakhir sebagai sebuah aksi rezim Zionis untuk memeras Iran.

Henry Kissinger dalam bukunya, White House Years tahun 1978 menulis, "Shah tidak menginginkan hibah militer dari kami dan biaya untuk pembelian senjata dan peralatan militernya diambil dari penjualan minyak. Ini sangat menguntungkan bagi AS, karena bukan hanya tidak mengeluarkan biaya sama sekali dari kantong para pembayar pajak Amerika untuk menjamin kepentingan vitalnya di Teluk Persia, tetapi juga mempu menjual produk perusahaan-perusahaan senjatanya dengan harga yang bagus."

Jadi sebelum Revolusi Islam, militer Iran telah menjadi sebuah kekuatan yang sepenuhnya bergantung pada AS dan Barat, serta menjadi alat kepentingan Washington di kawasan.

Pasca kemenangan Revolusi Islam dan penggulingan rezim Pahlevi serta pemutusan hubungan Tehran-Washington, kontrak-kontrak pembelian alutsista yang sebelumnya ditandatangani oleh kedua negara, dibatalkan secara sepihak oleh AS dan uang yang sudah dibayarkan Iran juga diblokir oleh mereka.

Parade militer Iran.

AS – yang mengetahui pasti tentang kondisi militer Iran – memprovokasi Saddam untuk menyerang Iran. Dengan pecahnya perang yang dipaksakan ini, Republik Islam Iran berada di bawah embargo senjata serta tidak bisa melakukan perbaikan dan perawatan alutsistanya.

Melihat situasi seperti itu, Iran meningkatkan kekuatan militernya sesuai dengan bentuk ancaman dan berdasarkan indikator-indikator ilmiah. Sejalan dengan tujuan strategis ini, militer Iran dan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) bekerja sama untuk meningkatkan kemampuan dan kekuatan pertahanan negara.

Kemudian tercipta perubahan dalam strategi pertahanan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan militer. Dalam mewujudkan perubahan ini, ada dua poin penting yang diperhatikan.

Pertama, perubahan struktural dalam tiga matra darat, udara, dan laut militer Iran, yang telah memainkan peran strategis dalam mempertahankan keamanan dan melawan ancaman. Dan kedua, fokus pada doktrin pencegahan dan pertahanan.

Perubahan ini memungkinkan Angkatan Bersenjata Iran sepenuhnya siap untuk menghadapi berbagai ancaman dari musuh.

Salah satu elemen utama dari pertahanan Iran adalah kemampuan pertahanan rudal, di mana memainkan peran yang sangat strategis dalam pencegahan. Iran mulai mengembangkan teknologi rudal pada pertengahan perang yang dipaksakan oleh rezim Saddam.

Terobosan ini membuahkan hasil pada tahun-tahun terakhir perang dengan memproduksi roket Zelzal dan kemudian dengan memodernisasi Zelzal, Iran mendesain dan memproduksi rudal Fateh 110.

Pada dasarnya, era pasca perang telah membuka kesempatan yang tepat bagi Angkatan Bersenjata Iran – dengan memanfaatkan pengalaman perang – untuk memulai kegiatan pertahanan mandiri dengan kecepatan yang lebih besar.

Pada pertengahan dekade 1990-an, Iran memperkenalkan seri rudal Shahab khususnya Shahab-3 yang membuat dunia terheran-heran. Tidak ada yang mengira bahwa negara yang hingga dua dekade lalu bergantung sepenuhnya pada AS dan Barat, akan mampu menguasai salah satu ilmu militer modern tanpa bantuan asing dan memperkenalkan rudal dengan jangkauan hampir 1.200 kilometer.

Iran kemudian mengembangkan berbagai jenis rudal balistik dan presisi seperti Qader, Fateh, Sejjil, Imad, Zolfiqar, dan Khorramshahr. Rudal-rudal ini memiliki presisi tinggi dan mampu menghancurkan target dalam berbagai jarak. Saat ini Iran dengan mengandalkan kekuatan militernya, mampu melawan setiap ancaman yang datang dari musuh.

Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei atau Rahbar menekankan urgensi memperkuat Iran di segala bidang terutama pertahanan. Menurutnya, supaya tidak terjadi perang dan agar ancaman berakhir, Iran harus kuat.

"Kelemahan akan mendorong musuh untuk bertindak, kita tidak ingin mengancam negara atau bangsa manapun, kita berusaha menjaga keamanan negara dan mencegah ancaman," tegas Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan para komandan, pilot, dan personel Angkatan Udara Republik Islam Iran pada Februari 2020.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menghadiri acara wisuda taruna militer.

Pengalaman perang yang dipaksakan menunjukkan bahwa dalam menghadapi musuh dan agresor, negara harus cukup kuat untuk melawan elemen-elemen perusak keamanan, kapan saja dan di mana saja yang dibutuhkan.

Atas dasar ini, militer dan Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran menetapkan kepemilikan peralatan pertahanan sebagai prioritasnya. Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Bagheri mengatakan, "Berdasarkan ajaran Islam dan cita-cita Republik Islam, kami tidak berniat menginvasi dan mengagresi serta bahkan tamak terhadap wilayah negara mana pun, karena dalam program makro negara kami, strategi pertahanan berarti kami mempertahankan kemerdekaan, integritas teritorial, serta kepentingan negara dan bangsa Iran, tetapi ini tidak berarti kami hanya bersikap defensif dan pasif.

"Jadi dalam melindungi kepentingan kita sendiri, kita mungkin mengadopsi pendekatan ofensif sehingga pihak asing dengan mempertimbangkan implikasinya, dapat menghapus rencana untuk melanggar kepentingan negara kami," tambahnya.

Militer Republik Islam Iran di samping menekankan perlunya mempertahankan kesiapan untuk pencegahan, juga senantiasa menyerukan perdamaian dan keamanan dunia. Iran percaya bahwa strategi militer di kawasan harus dibangun untuk memastikan keamanan, stabilitas yang berkelanjutan, dan rasa saling percaya.

Menurut penilaian lembaga-lembaga strategis militer, Angkatan Bersenjata Iran termasuk militer, telah mandiri dengan membangun industri pertahanan di sektor-sektor yang diperlukan.

"Iran memiliki pasukan paling kuat di wilayah Asia Barat (Timur Tengah). Angkatan bersenjata negara ini berhasil memproduksi berbagai jenis senjata canggih, yang kita saksikan dalam latihan-latihan pasukan Iran," kata Maksim Shevchenko, Direktur Pusat Studi Timur Tengah Rusia.

Di bidang dirgantara, Iran termasuk salah satu dari lima negara yang menguasai teknologi pesawat tanpa awak (drone) dan mampu memproduksi drone dengan teknologi tinggi. Pada Januari 2019, Angkatan Bersenjata Iran memamerkan berbagai jenis dronenya antara lain tiruan drone Amerika, RQ-170, drone Mohajer, Shahed 129, Karar, Ababil, Saegheh, dan lain-lain.

Selain menjamin keamanan teritorial Iran, angkatan bersenjata negara ini juga berperan signifikan dalam mengalahkan elemen-eleman perusak keamanan. Angkatan Bersenjata Iran berhasil melumpuhkan kelompok teroris Daesh dan menggagalkan berbagai konspirasi yang dilancarkan musuh terhadap Revolusi Islam.

Iran menentang tindakan arogan dan hegemoni kekuatan asing di kawasan serta menekankan prinsip non-intervensi. Tehran mendorong negara-negara regional untuk bekerja sama dalam memecahkan isu-isu regional dengan keterlibatan kolektif. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat stabilitas dan keamanan kawasan serta mencegah agresi yang datang dari musuh.

Ayatullah Khamenei dalam sebuah pertemuan dengan para komandan angkatan bersenjata, menyebut kekuatan, keamanan, kemuliaan, dan kemampuan yang mumpuni sebagai tujuan utama angkatan bersenjata.

Industri Kemenhan Iran memproduksi 20.000 masker per hari.

"Hari ini kemarahan kekuatan arogan dengan kita adalah karena pengaruh Iran telah menyebar di seluruh kawasan ini. Ini adalah bukti kekuatan Republik Islam. Apa yang kita anggap sebagai elemen kekuatan nasional, dipandang oleh musuh sebagai sebuah faktor pengganggu dan mereka melawannya," jelasnya.

Militer dan IRGC merupakan pilar pertahanan negara yang memiliki kemampuan dan kekuatan tempur dan pencegahan. Mereka tidak akan membiarkan kekuatan agresor untuk merusak keamanan Iran dan kawasan dengan menciptakan krisis, perang proksi, dan terorisme.

Rahbar mengatakan bahwa ada perbedaan esensial antara militer kekuatan arogan dan tentara Republik Islam. Menurutnya, tanggung jawab utama angkatan bersenjata kekuatan arogan adalah menyerang, merebut, dan memukul negara-negara lain, tetapi dalam filosofi dan logika Angkatan Bersenjata Republik Islam, agresi tidak memiliki tempat sama sekali, meskipun tetap menjaga kekuatan pertahanannya.

Ayatullah Khamenei menyinggung beberapa kejahatan yang dilakukan tentara Inggris, Prancis dan AS selama seratus tahun terakhir di anak benua India, Asia Timur dan Barat, serta Afrika Utara dan Tengah. Menurutnya, persoalan utama tentara Barat adalah ketergantungan mereka pada sistem arogan.

Saat ini, Angkatan Bersenjata Iran mengerahkan kemampuannya untuk membantu tenaga medis memerangi wabah virus Corona. Mereka mengambil berbagai langkah termasuk mendirikan rumah sakit darurat, mensterilkan tempat-tempat umum, memproduksi alat-alat kesehatan, dan lain-lain. (RM)