Mengapa Kita Tidak Bisa Optimis terhadap Masa Depan Perdamaian di Gaza?
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i178864-mengapa_kita_tidak_bisa_optimis_terhadap_masa_depan_perdamaian_di_gaza
Pars Today - Kegagalan rezim Zionis untuk mematuhi gencatan senjata Gaza dan tindakannya yang membunuh serta melakukan genosida terhadap penduduk wilayah kecil ini telah membuat masa depan perdamaian di sana terkatung-katung.
(last modified 2025-10-24T09:15:19+00:00 )
Okt 24, 2025 16:13 Asia/Jakarta
  • Serangan di Gaza
    Serangan di Gaza

Pars Today - Kegagalan rezim Zionis untuk mematuhi gencatan senjata Gaza dan tindakannya yang membunuh serta melakukan genosida terhadap penduduk wilayah kecil ini telah membuat masa depan perdamaian di sana terkatung-katung.

Rezim Zionis, yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu, menganggap rencana Trump untuk Gaza sebagai langkah tegas untuk memastikan keamanan jangka panjangnya, di mana pelucutan senjata sepenuhnya dari perlawanan dan tidak kembalinya ancaman militer merupakan prasyarat bagi penarikan pasukan rezim Zionis secara bertahap dari Gaza.

Menurut laporan Pars Today mengutip Mehr, Netanyahu menekankan dalam konferensi pers Gedung Putih pada 29 September 2025, bahwa Gaza harus menjadi "zona bebas senjata" sambil mempertahankan zona keamanan permanen. Sebaliknya, Hamas menafsirkan rencana ini bukan sebagai akhir pendudukan, melainkan sebagai kelanjutan dari dominasi rezim Zionis.

Para pemimpin Hamas di Doha dan Istanbul, merujuk pada kurangnya jaminan penarikan penuh tentara Zionis dan terbatasnya peran Otoritas Palestina, menganggapnya sebagai "kesempatan untuk bernegosiasi". Perbedaan-perbedaan ini, yang berakar pada pengalaman historis seperti kegagalan gencatan senjata 2023 dan 2025, telah mengubah gencatan senjata menjadi kesepakatan yang rapuh.

Perbedaan interpretasi ini tidak hanya menghambat kemajuan tahap kedua rencana tersebut, tetapi juga menciptakan ketegangan baru, di mana rezim Zionis Israel menggunakan media dan diplomasi untuk membenarkan posisinya. Pada akhirnya, gencatan senjata ini tampak lebih sementara dan berisiko daripada damai.

Cari alasan, kebijakan Zionis untuk merusak perdamaian

Salah satu poin krusial dalam implementasi gencatan senjata Gaza adalah alasan-alasan berulang yang dibuat rezim Israel terkait penyerahan jenazah tawanan Israel. Berdasarkan kesepakatan tahap pertama rencana Trump, gerakan Hamas diwajibkan mengembalikan jenazah 28 tahanan yang tewas paling lambat 13 Oktober 2025, tetapi sembilan di antaranya telah diserahkan dan sisanya masih terkubur di antara reruntuhan Gaza.

Hamas menyatakan membutuhkan peralatan khusus untuk menggali reruntuhan akibat pemboman Israel, tetapi Israel menafsirkan hal ini sebagai "kurangnya komitmen" dan menolak membuka perlintasan Rafah untuk bantuan kemanusiaan.

Pendekatan ini, yang dibenarkan oleh Netanyahu sebagai "tindakan defensif", tidak hanya melanggar kesepakatan tetapi juga memperburuk penderitaan warga sipil di Gaza, di mana Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan akan datangnya bencana kelaparan.

Hamas, pada gilirannya, menuduh Israel mengirimkan jenazah warga Palestina yang tidak terkait atau diborgol, sebuah siklus yang memperumit situasi. Alasan rezim Israel berakar pada strateginya untuk mempertahankan posisi tawar dalam negosiasi dan menunjukkan kurangnya kemauan untuk membangun kepercayaan.

Sementara keluarga tahanan Israel berdemonstrasi di Tel Aviv, penduduk Gaza menghadapi krisis kemanusiaan. Kontradiksi semacam itu mengubah gencatan senjata menjadi permainan politik dan memudarkan harapan akan perdamaian abadi, karena penundaan apa pun akan menyebabkan kemungkinan pelanggaran perjanjian.

Pelucutan senjata perlawanan, mimpi palsu rezim Zionis

Tantangan pelucutan senjata Hamas, inti dari fase kedua rencana Trump, merupakan salah satu hambatan utama untuk mengamankan gencatan senjata Gaza dalam jangka menengah. Netanyahu dan Trump bersikeras penghancuran total infrastruktur militer Hamas, termasuk terowongan dan senjata ofensif, sementara Hamas menyebutnya "penghancuran ideologi perlawanan".

Para ahli seperti Hugh Lavat dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri memperingatkan bahwa Hamas, dengan ribuan anggota baru yang direkrut selama perang, akan menolak pelucutan senjata tanpa jaminan negara Palestina.

Di sisi lain, bentrokan baru-baru ini antara Hamas dan rezim Zionis di Gaza menunjukkan upaya untuk mendapatkan kembali kendali, yang bertentangan dengan semangat pelucutan senjata. Tantangannya tidak hanya teknis, tetapi juga politis. Situasi ini mengubah gencatan senjata menjadi periode sementara, di mana Hamas tetap menjadi ancaman konstan bagi rezim Israel, seperti di masa lalu.(sl)