Gerakan Mahasiswa Iran Melawan Arogansi Global
(last modified Thu, 05 Dec 2019 11:28:21 GMT )
Des 05, 2019 18:28 Asia/Jakarta
  • Ilustrasi serangan pasukan rezim Shah ke Universitas Tehran.
    Ilustrasi serangan pasukan rezim Shah ke Universitas Tehran.

Tanggal 16 Azar 1332 Hijriyah Syamsiah (7 Desember 1953) dalam kalender nasional Iran ditetapkan sebagai Hari Mahasiswa untuk mengenang gerakan mahasiswa Iran dalam melawan arogansi global.

Pada hari itu, sekelompok mahasiswa Universitas Tehran memulai gerakan revolusioner sebagai protes terhadap kebijakan intervensif Amerika Serikat di Iran. Gerakan ini juga disambut oleh rakyat Iran dan mereka sama-sama menyuarakan kebencian terhadap Amerika kepada dunia.

Tiga mahasiwa Universitas Tehran meninggal dunia ditembak oleh pasukan rezim Shah. Peristiwa ini terjadi hampir empat bulan pasca kudeta Amerika-Inggris terhadap pemerintahan konstitusional Iran waktu itu. Peristiwa 16 Azar dianggap sebagai sebuah gerakan anti-arogansi dan anti-hegemoni serta simbol perlawanan rakyat Iran terhadap intervensi AS.

Intervensi AS di Iran mulai dilakukan secara terbuka dengan kudeta 28 Mordad 1332 HS (Agustus 1953). Kejadian ini membawa pengaruh langsung terhadap transformasi politik Iran dan rentetan peristiwa-peristiwa setelahnya.

Pasca kudeta 28 Mordad, Presiden AS waktu itu Dwight Eisenhower dalam sebuah pidato di Kongres mengabarkan tentang rencana kunjungan Wakilnya Richard Nixon ke Tehran. “Nixon akan mengunjungi Iran untuk membahas dari dekat hasil-hasil kemenangan politik yang telah memberi harapan yang diraih oleh para pendukung stabilitas dan penuntut kebebasan di Iran,” ujarnya.

Selama beberapa tahun pasca kudeta, para penasihat ekonomi dan militer AS dikirim ke Iran untuk mengawal kepentingan ilegal negara itu dan melaksanakan kebijakan-kebijakan Washington.

Protes 16 Azar ditumpas oleh pasukan rezim Pahlavi, tapi tindakan itu justru membangkitkan kemarahan rakyat Iran kepada AS dan meningkatkan protes mereka terhadap campur tangan Washington. Dengan demikian, peristiwa 16 Azar telah memberikan identitas baru pada gerakan anti-arogansi bangsa Iran.

Peristiwa 16 Azar memiliki pesan-pesan penting, karena ia adalah gerakan perlawanan rakyat terhadap kekuatan arogan. Gerakan protes anti-Amerika dan anteknya di kawasan menunjukkan bahwa perjuangan bangsa Iran melawan arogansi global adalah sebuah proses yang dinamis dan berkelanjutan.

Ilustrasi kudeta 28 Mordad.

Peristiwa 16 Azar dan kebangkitan 13 Aban (Hari Perlawanan Anti Arogansi Global) menjadi bukti bahwa perjuangan bangsa Iran melawan arogansi global tidak akan pernah padam, sebab intervensi dan konspirasi AS terhadap bangsa ini juga belum berhenti sejak setengah abad lalu.

Pada 15 Juni 2017, Departemen Luar Negeri AS menerbitkan dokumen bersejarahnya tentang hubungan AS dengan Iran antara tahun 1951 sampai 1954, serta peran dinas intelijen CIA dalam menggulingkan pemerintahan Mohammad Mossadegh.

Kutipan dari dokumen dengan judul "United States Efforts To Understand Mosadeq" berbunyi, "Meskipun ada elemen-elemen penting yang menentang Mossadegh, tetapi tidak mungkin ia dapat dicopot dari kekuasaan selama masalah minyak tetap menjadi isu hangat…"

Dokumen itu dalam analisanya mengenai perkembangan Iran, juga menyinggung isu-isu lain termasuk masalah di dalam negeri, dan menyatakan Mossadegh secara politis, mendesak Shah dicabut kekuasaannya dan parlemen menjadi faktor dominan dalam pemerintahan. Jadi ada bahaya bahwa ia akan berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan mengarahkan perjuangan patriotik melawan Amerika. Dia bahkan mungkin menolak untuk menerima bantuan militer AS lebih lanjut dan meminta misi militer AS untuk meninggalkan Iran.

Dokumen yang disusun sebelum kudeta 28 Mordad (Agustus 1953) ini menyimpulkan bahwa "… tidak ada keraguan bahwa cepat atau lambat Inggris, Shah, dan anggota parlemen akan melakukan upaya untuk melemahkan posisi Mossadegh. Namun, mengingat dukungan rakyat kepada Mossadegh, jadi tidak mungkin Shah dan parlemen berani menentangnya ketika ketegangan mengenai masalah minyak tetap tinggi. Oleh karena itu, tidak mungkin menggulingkan Mossadegh dalam kondisi saat ini, kecuali dengan kekerasan atau dengan membentuk rezim semi-diktator di bawah kepemimpinan Shah."

Dokumen ini dan yang lainnya dengan jelas menunjukkan bagaimana AS menyusun rencana kudeta dan menciptakan kondisi untuk menggulingkan pemerintah konstitusional Mossadegh di Iran.

Selama 40 tahun terakhir, AS selalu mencari alasan baru untuk menyembunyikan permusuhan dan intervensinya terhadap Republik Islam dengan kedok membela hak-hak rakyat Iran. Namun, pengakuan para pejabat AS tentang dukungan mereka kepada perusuh di Iran dan hubungan perusuh dengan agen-agen CIA dan Mossad, kembali menyingkap watak asli Amerika dan dalamnya permusuhan mereka terhadap Iran.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei dalam sebuah pidatonya mengatakan, "Republik Islam tidak ada masalah dengan rakyat atau negara Amerika, yang dipersoalkan oleh bangsa Iran adalah premanisme dan arogansi pemerintah AS."

Akar penyebab permusuhan Amerika terhadap Iran adalah karena Tehran menggagalkan skenario Washington di kawasan, yang berusaha menciptakan disintegrasi dan perang saudara. Untuk itu, pemerintah AS dan sekutunya di kawasan selalu melakukan segala yang mereka bisa untuk merusak Iran.

Namun, bangsa Iran berdiri teguh melawan konspirasi AS dan mereka membuktikan bahwa – dengan berpegang pada prinsip-prinsip Revolusi Islam – hegemoni kekuatan-kekuatan dunia dapat dilawan. Oleh sebab itu, peristiwa 16 Azar yang terjadi pada 1953 selalu dikenang sebagai sejarah perlawanan bangsa Iran terhadap arogansi AS.

Sejarah hubungan AS dengan Iran dipenuhi oleh banyak noktah hitam, yang muncul karena intervensi, sikap, dan perilaku Washington. Semua kebijakan AS mengejar satu tujuan yaitu membuat bangsa Iran menyerah di hadapan mereka. AS juga marah kepada Iran lantaran perlawanan bangsa ini telah menjadi teladan bagi perjuangan bangsa-bangsa tertindas di dunia terhadap arogansi global.

Jika kita mencermati kebijakan pemerintah AS, kita akan menemukan banyak kesamaan antara arogansi mereka saat ini dan perilaku kelirunya di masa lalu. Para pejabat AS masih membawa semangat arogansi dalam memandang Iran dan menganggap dirinya berhak mendikte siapa pun. Jadi, permusuhan ini tampaknya tidak ada habisnya, karena sikap arogan telah menjadi watak asli AS.

Mengenai akar permusuhan AS dengan Iran, analis politik dan intelektual Amerika, Noam Chomsky menuturkan, “Amerika Serikat dan Israel tidak bisa menerima keberadaan sebuah kekuatan independen di kawasan, yang menganggap dirinya sebagai tuan di kawasan itu.” (RM)