Solusi Masalah Palestina dalam Perspektif Iran (1)
Program "Solusi Masalah Palestina dalam Perspektif Iran" terdiri dari 10 bagian yang akan membahas penyelesaian masalah Palestina dari perspektif Pemimpin Besar Revolusi Islam, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei.
Front arogan, terutama di bawah mantan Presiden AS Donald Trump dan sekarang di bawah Biden, berusaha menerapkan Kesepakatan Abad untuk mempercepat dan mengabadikan normalisasi kompromi negara-negara Arab dan arus reaksioner dengan rezim Zionis Israel.
Pada program ini, kami mencoba memperkenalkan inisiatif Ayatullah Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran tentang masa depan Palestina. Dalam hal ini, solusi demokratis adalah dengan mengacu pada opini publik masyarakat asli Palestina, baik yang tinggal di dalam wilayah Palestina yang diduduki atau yang tinggal di kamp-kamp pengungsi Palestina di berbagai negara dunia.
Pendekatan jihad dan perlawanan bersenjata melawan pendudukan dan desain referendum nasional saling melengkapi untuk menyelesaikan masalah Palestina
Selama ini Republik Islam Iran telah menawarkan dua solusi simultan dan saling melengkapi untuk penyelesaian masalah Palestina yaitu: perlawanan dan penyelenggaraan referendum. Menyelenggarakan referendum di Palestina adalah strategi politik, bersama dengan strategi perlawanan untuk mencapai pembebasan Baitul Maqdis dari cengkeraman rezim Zionis.
Kedua solusi ini ini saling melengkapi. Penekanan Iran dalam inisiatifnya tidak hanya bertumpu pada tindakan politik untuk menentukan nasib rakyat Palestina saja. Tetapi juga mendorong penyelenggaraan referendum yang adil tentang masa depan Palestina, yang dilakukan bersamaan dengan perjuangan dan perlawanan terhadap kebijakan ekspansionis rezim Zionis.
Implementasi kedua langkah ini membutuhkan komitmen tinggi dari orang-orang Palestina dan dukungan publik dunia, terutama dari umat Islam yang terus berlanjut di seluruh penjuru dunia.
Inisiatif Iran memberikan mekanisme yang jelas untuk mematahkan rezim agresor Zionsi sesuai dengan aturan dan hukum internasional.
Saat ini, ada dua pendekatan terhadap isu Palestina di kancah regional dan global. Kelanjutan jihad dan perlawanan sejalan dengan inisiatif Iran untuk mengadakan referendum Palestina di dalam dan di luar Palestina yang berada di bawah pengawasan PBB.
Membandingkan rencana referendum Iran dengan rencana lain dari gerakan kompromi, yang bertujuan untuk menormalkan hubungan rezim apartheid Zionis dengan orang lain; prakarsa Iran mengandalkan pendekatan perlawanan, yang merupakan langkah penting dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina yang tertindas.
Faktor perlawanan telah terbentuk dalam konteks peristiwa sejarah beberapa dekade terakhir di Palestina. Identitas penjajah dari rezim pendudukan di Baitul Maqdis telah menyebabkan orang-orang Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam Palestina, memiliki pandangan konfrontatif terhadap rezim Zionis dan menjadikan perlawanan sebagai model gerakan perjuangannya
Perlawanan Islam pada dasarnya dibentuk untuk melawan penindasan, agresi dan pendudukan, dengan tujuan untuk melestarikan hak, mengusir penindasan, mengakhiri pendudukan, mempertahankan kemerdekaan sesuai dengan ajaran dan aturan agama.
Tindakan apa pun selain pergi ke tempat pemungutan suara dan membuat keputusan bagi rakyat Palestina adalah tindakan yang tidak sah.
Di sisi lain, Iran tidak hanya berfokus pada solusi militer untuk masalah Palestina, tetapi juga telah membuat proposal politik-hukum.
Dalam perspektif Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Iran telah mengusulkan solusi yang adil dan sepenuhnya demokratis. Rahbar mengatakan, "Semua orang Palestina, baik penduduk saat ini atau mereka yang telah dideportasi ke negara lain harus mempertahankan identitasnya, baik Muslim, Kristen maupun Yahudi, untuk berpartisipasi dalam referendum publik, dengan pengawasan secara akurat dan terpercaya untuk memilih struktur sistem politik negaranya. Semua orang Palestina yang telah bertahun-tahun mengungsi harus kembali ke tanah airnya dan berpartisipasi dalam referendum, kemudian menyusun konstitusi dan pemilu. Ketika itu akan ada kedamaian,".
Prakarsa Republik Islam Iran untuk menyelesaikan masalah Palestina adalah inisitif yang dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan prinsip hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri dan kembalinya pengungsi Palestina ke tanah leluhur mereka, mengadakan referendum dengan partisipasi rakyat Palestina baik Muslim, Kristen maupun Yahudi. Usulan ini mengejar sistem politik yang dipilih secara mayoritas berdasarkan referendum dan, pada akhirnya, keputusan oleh sistem politik yang dipilih secara demokratis oleh mayoritas penduduk.
Berdasarkan inisitif ini, semua orang penduduk Palestina, termasuk Muslim, Yahudi dan Kristen, di dalam dan di luar wilayah pendudukan, akan mengambil bagian dalam referendum dan menentukan sistem pemerintahan di tanah mereka dengan mengacu pada opini publiknya.
Pemikiran Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran tentang Palestina sangat jelas. Berdasarkan pandangan ini, perlawanan dan perjuangan memiliki tempat yang penting, karena rezim Zionis hanya mengerti bahasa kekerasan. Oleh karena itu, pada langkah pertama, tidak dapat dibicarakan secara hukum dan manusiawi.
Seperti dalam beberapa dekade terakhir, sejarah telah menunjukkan bahwa rezim ini tidak berkomitmen pada dasar hukum, internasional, moral atau kemanusiaan apa pun, sehngga perlawanan adalah satu-satunya bahasa yang dipahami rezim ini.
Iran percaya bahwa perlawanan dan perjuangan membuka jalan bagi referendum nasional di Palestina, dan pada tahap akhir akan menjadikn rakyat Palestina dari berbagai agama, termasuk Islam, Kristen dan Yahudi sebagai pihak yang akan menentukan nasib mereka sendiri, dan Iran sebagai negara demokratis mendukung penuh terselenggaranya referendum di Palestina.
Pendekatan perlawanan, pada akhirnya akan membawa rakyat Palestina membangun sistem pemerintahan mereka sendiri.
Mohsen Faezi, seorang ahli media Palestina, percaya bahwa literatur Pemimpin Besar Revolusi Islam di Palestina berpijak pada perlawanan atau referendum. Ia mengatakan, "Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran telah secara eksplisit menolak segala bentuk kekerasan atau parakarsa sejenis seperti melemparkan orang-orang Yahudi ke laut.
Oleh karena itu, prinsip referendum memiliki pijakan hukum dan diplomatik, sekaligus menunjukkan bahwa Iran menginginkan rakyat Palestina mencapai hak-hak mereka. Di sisi lain, mengingat kejahatan dan kekerasan Zionis, Rahbar menekankan perjuangan dan perlawanan.
Tujuan dari referendum, yang dari sudut pandang para ahli politik dan media Palestina, adalah untuk mengajak para penuntut hak asasi manusia dan demokrasi di Barat mewujudkan klaim mereka sendiri dengan mengungkapkan wajah mereka yang sebenarnya.
Pendaftaran prakarsa referendum di PBB terjadi di saat kubu media mainstream bungkam, dan media Arab maupun Barat yang reaksioner berusaha menghindari meliputnya.
Padahal prakarsa tersebut, berdasarkan aturan yang dihormati secara internasional, menekankan penentuan nasib Palestina melalui referendum penduduk asli, termasuk Muslim, Kristen, dan Yahudi. Faktanya, tulang punggung inisitif Iran adalah penekanan pada hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri.(PH)