Solusi Masalah Palestina dalam Perspektif Iran (9)
Inisiatif referendum nasional di Palestina ditekankan dengan disertai jihad dan muqawama. Rencana ini adalah sisi lain dari muqawama. Dengan kata lain, strategi perlawanan terus berlanjut di wilayah Palestina, dan Republik Islam Iran, untuk menyatakan kepada negara lain bahwa ia juga mendukung solusi damai, telah mengajukan rencana referendum untuk menyempurnakan alasan terkait isu Palestina bagi seluruh negara yang mengklaim sebagai pembela HAM.
Oleh karena itu, rezim Zionis Israel yang dikenal sebagai penjajah oleh seluruh resolusi Dewan Keamanan PBB, harus harus membuka diri pada referendum dengan semua penduduk utama Palestina di dalam dan di luar Palestina, atau menunggu bertahun-tahun untuk diusir dalam ketakutan dan ketidakamanan dari Paletina pendudukan. Prinsip-prinsip utama dari rencana tersebut telah dijelaskan oleh Ayatullah Khamenei, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, dan faktanya, indeks referendum sejalan dengan wacana muqawama menurut beliau.
Misalnya di inisiatif ini telah dicantumkan syarat untuk penyelenggaraan referendum, dan salah satunya adalah kepulangan seluruh warga Palestina ke bumi pendudukan. Syarat ini justru selaras dengan tujuan dari muqawama.
Muqawama sebuah wacana besar dan memiliki banyak sub wacana; Ekonomi muqawama, melawan kubu hegemoni dan muqawama bersenjata adalah tiga konsep dari tiga bidang politik, ekonomi dan militer. Oleh karena itu, dapat dikatakan isu referendum sebagai salah satu sub-wacana muqawama di sektor politik yang tidak bertentangan dengan wacana muqawama itu sendiri.
Upaya media front hegemoni untuk mendistorsi prakarsa Iran termasuk aktivitas lain yang dilaksanakan dengan serius selama beberapa tahun terakhir. Pendistorsian prakarsa Iran dengan nama "Rencana Referendum Nasional di Palestina" dan representasinya dengan judul "Usaha Iran untuk memusnahkan orang-orang Yahudi dan membuang mereka ke laut" dan "menyerupakan rencana Iran dengan Nazi selama Perang Dunia II" adalah upaya orang bayaran dan menggelikan media Barat. Menggambarkan kebijakan Iran terhadap hak-hak rakyat Palestina dengan istilah-istilah seperti "kebencian anti-Semit dan kebencian anti-Israel" adalah salah satu kebijakan media dominasi untuk mendistorsi rencana tersebut.
Misalnya, menjelang peringatan Hari Quds Sedunia tahun 1399 Hs (2020), kantor Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam merancang poster untuk merujuk pada nasib akhir Palestina, dengan slogan "Solusi akhir: Perlawanan sampai kemenangan. . " . Media Israel segera mendistorsi slogan tersebut, menggambarkannya sebagai Holocaust baru terhadap orang-orang Yahudi oleh Republik Islam. Bahkan Perdana Menteri Netanyahu saat itu bereaksi terhadap masalah ini.
Dia secara keliru mengklaim bahwa penggunaan istilah "solusi akhir" dalam rencana ini mengingatkan pada "solusi akhir" Nazi dan Hitler untuk memusnahkan orang-orang Yahudi. Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo juga tak ketinggalan dan mengatakan Amerika berdiri di samping Israel dan Jerman, serta tidak akan membiarkan genosida kembali terulang. Faktanya dengan mendistorsi prakarsa demokratis Iran, ia menyebutnya sebagai bukti genosida. Mantan menlu AS ini pada Jumat 23 Mei 2020 di cuitan Twitternya mengklaim, "Sangat mencengangkan bahwa Javad Zarif dan pemimpin Iran mengulang seruan Hitler untuk memusnahkan sebuah etnis."
Sementera Koran Jerusalem Post menyebut poster ini sebagai anti-Yahudi dan seraya mendistorsi fakta dan menebar kebohongan, koran ini mengklaim bahwa para pemimpin Iran menggunakan istilah Nazi Jerman untuk memusnahkan Yahudi Eropa. Media Barat untuk menyimpangkan opini publik dari prakarsa demokratis Iran guna menyelesaikan isu Palestina menyebut slogan poster tersebut sebagai slogan paling jahat sepanjang sejarah yang mencerminkan kebijakan Republik Islam Iran.
Media ini yang berubah menjadi profesioan dalam berbohong berusaha menyamakan antara pendekatan anti-Yahudi Nazi Jerman dan kebijakan anti-Zionis Iran. Mereka menuding pemerintah Iran berusaha menyiapkan peluang untuk menghapus Yahudi dengan kedok referendum. Namun faktanya adalah ada dua poin yang ditekankan Kantor Rahbar yang digali dari pidato pemimpin besar Revolusi Islam Iran, pertama adalah muqawama dan resistensi dan kedua, referendum.
Yakni untuk menggapai referendum dan memaksa musuh Zionis serta sponsor internasionalnya untuk menggelar referendum dan menghormati tuntutan bangsa Palestina, perlawanan bersenjata harus menjadi agenda kerja. Hal ini karena musuh tidak memahami kecuali kekerasan. Kedua poin tersebut dan upaya transparansi sikap prinsipal Republik Islam Iran sangat jelas di cuitan Twitter Menlu Iran saat itu, Mohammad Javad Zarif.
Mohammad Javad Zarif di cuitannya pada 21 Mei 2020 seraya memasang poster menulis, "Sangat menjijikkan mereka yang menemukan peradabannya "Solusi Akhir" di kamar-kamar gas menyerang mereka yang ingin mencari solusi sejati melalui kotak suara dan referendum. Karena Amerika Serikat dan Barat takut akan demokrasi seperti ini ? Bangsa Palestina tidak boleh membayar kejahatan atau perasaan bersalah kalian."
Tentu saja, dalam proyek serangan media terhadap rencana demokrasi Iran dan distorsinya, media berbahasa Persia yang berafiliasi dengan sistem ember tidak boleh diabaikan. BBC Persia, Radio Farda, Iran International termasuk di antara media pemberontak yang mencoba meminggirkan rencana demokrasi Iran dan menyoroti masalah pembunuhan orang Yahudi.
Tetapi halaman Twitter yang dikaitkan dengan Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam dalam menanggapi proyeksi Netanyahu, media Barat dan media afiliasi berbahasa Persia, merilis pidato Ayatullah Khamenei saat bertemu dengan pejabat militer, peserta Konferensi Internasional Persatuan Islam, dubes negara-negara Islam serta sejumlah lapisan masyarakat yang digelar 15 November 2019. Rahbar di pertemuan ini mengatakan, "Pemusnahan pemerintah Israel bukan berarti pemusnahan Yahudi. Kita tidak ada hubungannya dengan orang-orang Yahudi. Pemusnahan Israel yakni warga Muslim, Kristen dan Yahudi Palestina yang memilih pemerintahan mereka, dan orang asing serta penjahat seperti Netanyahu diusir."
Masalah ini kembali mengingatkan kebijakan mendasar Iran. Sejatinya media arus hegemoni bermanuver di istilah solusi Nazi Hitler ketimbang penekanan terhadap istilah referendum usulan Iran, supaya mereka berhasil menyimpangkan opini audiens dari prakarsa demokratis Iran ke arah pendekatan anti-Yahudi Nazi Jerman guna mempersiapkan peluang pendistorsian dan pelabelan prakarsa Iran.
Hossein Kanani Moghaddam, pengamat isu-isu Palestina di Iran meyakini, penentangan negara-negara seperti AS dan sekutunya di kawasan seperti Israel, mengingat kekuatan finansial, politik dan media mereka serta kehadiran AS, Inggris dan Prancis sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, merupakan salah satu kendala serius prakarsa ini. Tantangan lain adalah kerumitan implementasi rencana ini di praktek; Hal ini muncul akibat kerumitan kondisi dan kezaliman yang dialami bangsa Palestina.
Republik Islam Iran, dalam kerangka aturan hukum internasional, menekankan bahwa semua penyelidikan harus dilakukan dan syarat utama untuk tindakan ini adalah bahwa pemilik asli tanah kembali ke Palestina dan memutuskannya. Poin penting dari kondisi ini adalah masalah pengungsi, baik mereka yang berada di Yordania, Suriah dan Lebanon atau mereka yang mampu pergi ke negara lain.
Meski ada tantangan ini dan upaya media kubu hegemoni untuk mengalahkan prakarsa ini, tapi sambutan opini publik dunia atas prakarsa demokratis Iran guna menyelesaikan isu Palestina terus meningkat.