Jun 09, 2022 17:48 Asia/Jakarta
  • pasukan AS keluar dari Afghanistan
    pasukan AS keluar dari Afghanistan

Tujuan Amerika Serikat menyerang Afghanistan pada tahun 2001, dan 20 intervensi militer ke negara itu, dalam jangka pendek dan secara lahiriah diklaim sebagai perang melawan terorisme.

Akan tetapi secara praktis di balik perang melawan terorisme ada tujuan-tujuan jangka panjang yang tersimpan di benak para pejabat AS. AS, dengan jargon perang melawan terorisme dan menerapkan kebijakan intervensi di Afghanistan, ditambah beberapa permainan dalam mengelola dan mengontrol instabilitas di Afghanistan, berusaha agar pemerintahan resmi negara ini berada dalam kondisi rapuh.
 
Pada akhirnya, bersamaan dengan peringatan runtuhnya Gedung Kembar WTC di AS, pada 11 September 2001, pemerintah Afghanistan pada bulan September 2021 juga jatuh, bersamaan dengan runtuhnya klaim AS memerangi teroris di negara itu.
 
Pendudukan Afghanistan setelah serangan mencurigakan 11 September 2001 oleh para teroris Al Qaeda yang berafiliasi ke Arab Saudi, menjadi peluang bagi politik modern AS, sehingga setelah runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya dunia bipolar serta Perang Dingin, Washington berusaha mewujudkan mimpinya membentuk dunia unipolar dalam kedok melawan terorisme.
 
Dengan serangan 11 September, ancaman ekstremisme dan terorisme, menggantikan komunisme, dan AS berhasil kembali menunjukkan apa yang mereka sebut sebagai kekuatan superior di level global. Definisi AS atas musuh baru berdasarkan pada dukungan mereka terhadap jaringan teroris yang di Afghanistan, dikuasai oleh Taliban sejak pertengahan dekade 1990-an.
 
Mantan Presiden AS George Bush, pada tahun 2001 menyebut terorisme adalah Al Qaeda dan teman-teman dekatnya, dan Afghanistan adalah target utama dalam perang melawan Al Qaeda. Pasalnya, di masa itu, Taliban dan Al Qaeda dikenal dengan Osama bin Laden-nya, dan serangan 11 September dilakukan oleh para teroris Al Qaeda, Saudi.
 
Maka dari itu, tujuan yang diklaim AS adalah menghancurkan pangkalan-pangkalan pelatihan Al Qaeda, yang didukung dan dilindungi Taliban di Afghanistan. Perang Afghanistan dalam mendukung teroris adalah dengan menciptakan kamp dan tempat persembunyian untuk melatih para petempur Al Qaeda. Menurut Washington, meskipun Al Qaeda juga memiliki pangkalan-pangkalan operasi yang lain, tapi tidak ada satu pun yang aman seperti Afghanistan.
 
Perang melawan terorisme yang diklaim AS tercatat sebagai asas dari doktrin George Bush dalam Strategi Keamanan Nasional, NSS tahun 2002. Doktrin ini menjembatani cita-cita dan kebijakan luar negeri AS. Pada masa itu, Asia Barat (Timur Tengah) adalah definisi wilayah geografis yang lebih luas sesuai dengan yang disampaikan Bush pada November 2003.
 

 

Dalam konsep ini, Timur Tengah selain Iran dan negara-negara Arab, juga mencakup Tukri, wilayah Palestina pendudukan, Afghanistan dan Pakistan. Oleh karena itu, Bush menggulirkan ide Tatanan Global Baru yang salah satu fondasinya adalah perang jangka panjang melawan negara-negara yang dituduh mendukung terorisme. AS dengan dalih ini mengerahkan pasukan ke Afghanistan, dan menduduki negara itu selama 20 tahun.
 
Kenyataannya adalah hingga tahun 1995, artinya sebelum periode pertama kekuasaan Taliban di Afghanistan, AS tidak terlalu menaruh perhatian pada Afghanistan. Meskipun menurut pandangan lembaga-lembaga think tank AS, ini adalah sebuah kesalahan strategis dalam kebijakan luar negeri AS.
 
Dengan bersandar pada peristiwa 11 September 2001 dengan mengidentifikasi Afghanistan sebagai pangkalan Al Qaeda, AS telah membuat Afghanistan melewati posisi geografisnya, dan secara ideologis menempati posisi penting dalam doktrin keamanan AS.
 
Realitasnya, peristiwa 11 September telah mempercepat proses hegemoni AS yang dirancang sejak runtuhnya Uni Soviet. AS berhasil menjadikan slogan "perang melawan terorisme" sebagai sebuah diskursus keamanan dominan tanpa hambatan di level global, dan mengukuhkan kebijakan luar negeri agresifnya dalam konsep baru.
 
Pemerintahan George Bush dengan memanfaatkan masalah ini yaitu serangan 11 Sepember dan perang melawan terorisme, berusaha mewujudkan tujuan-tujuan strategisnya yang sudah diupayakan bertahun-tahun. AS berusaha mengejar tujuan-tujuan yang lebih luas dan melampaui perbatasan Afghanistan, dengan target-target terbatas seperti membunuh atau menangkap Osama bin Laden dan menumpas Taliban.
 
Perang melawan terorisme, dan menduduki Afghanistan, adalah tujuan jangka pendek, serta dalih untuk mengukuhkan peran hegemonik AS. Perang melawan terorisme sebenarnya adalah dalih untuk mengukuhkan hegemoni AS di tengah masyarakat dunia sebagai tujuan jangka panjang negara itu.
 
Hegemoni dan supremasi kekuasaan pertama kali menjadi perhatian dalam analisa politik internasional pada akhir dekade 1960-an, dan menjadi tema perdebatan serius sejak periode pasca-Perang Dingin.
 
Urgensi pengukuhan hegemoni AS, disampaikan terutama di era pasca-serangan 11 September 2001 oleh kalangan politik, dan kajian-kajian kelompok neokonservatif AS untuk menjustifikasi dan menjelaskan situasi baru, serta melawan orang-orang yang mendukung multilateralisme, perimbangan kekuatan dan sistem multipolar.
 

 

Afghanistan adalah opsi pertama dan terbaik bagi perang melawan terorisme, dan untuk mengukuhkan hegemoni AS. Afghanistan adalah negara yang memiliki posisi strategis karena bertetangga dengan sejumlah negara penting dan kuat semisal Rusia, Cina, Pakistan, Iran, dan dekat dengan sumber energi Asia Tengah, sehingga memiliki daya tarik khusus bagi AS.
 
Keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991 dan tidak adanya ancaman serius bagi AS, membuat upaya pengukuhan hegemoni global AS nyaris tanpa hambatan. Sementara peristiwa 11 September 2001 menjadi kesempatan yang sangat baik bagi para pendukung hegemoni AS, karena AS berhasil menjustifikasi kehadirannya di berbagai belahan dunia dengan dalih adanya musuh baru bernama terorisme.
 
Pada akhirnya, peristiwa 11 September menjadi alasan bagi AS untuk menjadikan konsep melawan terorisme sebagai "doktrin kebijakan luar negeri" dan "keamanan nasional" negaranya. Slogan perang melawan terorisme di arena internasional, memiliki kerja-kerja spesial bagi AS, sehingga negara ini bisa mengenalkan slogan ini sebagai sebuah hegemoni bagi masyarakat dunia, bahkan sempat menarik Rusia untuk bekerja sama menyerang Afghanistan.
 
AS dengan jargon perang melawan terorisme dan intervensi militer di Afghanistan, berusaha memanfaatkan posisi geopolitik negara ini untuk memuluskan proses pengukuhan hegemoninya. Dari sisi terori dan praktik, mengukuhkan dominasi dan hegemoni ini mengharuskan untuk menghukum para pemain yang tidak mengakui secara resmi aturan permainan internasional baru.
 
Langkah AS menyerang Afghanistan, kemudian Irak, dan mengancam beberapa negara lain, serta memperluas NATO ke arah Rusia, juga dilakukan dalam kerangka tujuan ini. Padahal pengerahan pasukan AS ke Afghanistan, bukan saja tidak berhasil mengukuhkan hegemoninya di Asia Barat, bahkan memaksa negara itu keluar secara memalukan dari Afghanistan pada September 2021, sehingga mempercepat keruntuhan hegemoni AS di kawasan ini.
 
Feng Wang dari Chinese Academy of Science meyakini bahwa AS setelah peristiwa 11 September, melalukan serangan militer ke Afghanistan, dengan dalih memerangi terorisme yang tidak lebih sebagai pertunjukan pasar malam, dan telah menyia-nyiakan banyak peluang. Rantai kemiskinan di Afghanistan, dalam bentuk tertentu juga menjadi tanggung jawab AS, pasalnya negara ini memulai perang di Afghanistan yang ujungnya sulit dibayangkan.
 
Sejak awal sudah jelas bahwa perang AS di Afghanistan, hanya akan membawa masalah bagi negara ini, dan tidak memberikan hasil apa pun. Setelah Perang Dingin, AS kemana pun ia pergi, maka tempat itu akan menjadi tidak aman. AS akhirnya mengalami kekalahan strategis di Afghanistan, meski pasukan negara ini selama 20 tahun melakukan pembunuhan terhadap warga sipil, dan ini akan semakin mempercepat keruntuhan hegemoni AS di dunia. (HS) 

Tags