Jun 20, 2016 09:45 Asia/Jakarta

Di masyarakat modern saat ini, kendala utama yang dihadapi manusia adalah sisi mental dan spiritual mereka. Kelemahan spiritual ini mendorong munculnya banyak kesulitan dan sebaliknya, berpuasa di bulan Ramadan akan memperkokoh jiwa manusia serta menghidupkan spiritualitas manusia. Orang mukmin selama bulan suci ini terus memperkokoh interaksinya dengan Tuhan. Kedekatan ini akan mereduksi sifat egoisme manusia dan memikirkan sesamanya serta akan berlaku penuh kasih sayang terhadap saudaranya.

Dr. Fotovat, psikolog dan dosen di Universitas Allamah Tabatabai Tehran menilai puasa sebagai faktor terpenting bagi manusia untuk mengenal diri. Ia berkata, “Satu bulan puasa akan membuat seseorang menyadari hakikat yang mungkin sampai saat ini ia lupakan. Artinya, di bulan Ramadan sisi non materi manusia semakin menonjol dan ia mulai menyadari kebutuhan lain selain fisik. Dengan demikian, ia akan dengan mudah menutup mata kebutuhan materinya. Bagaimana pun juga, manusia yang tidak memprioritaskan kebutuhan jasmaninya merupakan manusia yang dermawan, pemaaf dan lebih dapat dipercaya.”

 

Salah satu tujuan terpenting agama Islam adalah membersihkan jiwa manusia dan menyesuaikan perilaku zahirnya dengan nilai-nilai serta undang-undang sosial. Dalam hal ini, puasa sebagai salah satu pilar agama memiliki pengaruh yang besar dalam membangun diri manusia dan koordinasi dengan sesama anggota masyarakat. Sosiolog menilai puasa sebagai motor penggerak solidaritas sosial, karena dari satu sisi puasa mendorong terciptanya rasa empati dan kerjasama di antara anggota masyarakat serta dari sisi lain, menjadi faktor meningkatnya solidaritas sosial.

 

Di bulan suci Ramadan, seiring dengan kian kuatnya keyakinan agama seseorang, maka jiwa mereka semakin tenang dan mentalnya pun kian sehat. Hal ini karena mereka meyakini Tuhan senantiasa menjadi pelindungnya dan hanya meminta pertolongan-Nya di berbagai urusan kehidupan mereka.

 

Sosiolog dan psikolog meyakini bulan Ramadan merupakan peluang untuk meningkatkan indek kejujuran dan kesehatan sebuah masyarakat. Hasilnya adalah masyarakat akan semakin solid dan keyakinan sosial di antara anggota keluarga juga meningkat dan penyimpangan sosial akan dapat diredam.

 

Puasa akan menjamin kehormatan manusia dan menjadi parameter posisi serta keimanan seseorang. Ia pun tidak mudah lagi berkeluh kesah. Puasa juga memiliki berkah lain seperti mendorong seseorang untuk bersedia meminta kerelaan orang lain, menyambung tali silaturahmi, menurunkan perpecahan dan perselisihan. Selain itu, acara buka bersama merupakan bentuk kasih sayang terhadap anggota masyarakat yang kurang mampu dan bentuk persatuan sosial dan membuat manusia menyadari penderitaan orang miskin.

 

Semua ini kembali pada upaya untuk mengobati penyakit sosial di bulan Ramadan. Selain itu, sedekah, zakat fitri dan memberi buka puasa kepada orang yang tak mampu membuat hati-hati orang miskin semakin mencintai seluruh anggota masyarakat dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi beragam kesulitan ekonomi.

 

Bulan Ramadan, bulan diturunkannya al-Quran, bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan. Rasulullah Saw di khutbah Sya’baniyah menyebut siang hari bulan Ramadan sebagai hari terbaik dan malamnya merupakan sebaik-baiknya malam serta setiap jamnya merupakan saat paling baik. Oleh karena itu, bulan Ramadan merupakan peluang untuk melakukan perbuatan baik dan manusia yang sepanjang tahun sibuk dengan urusan dunia kebanyakan lalai akan peluang emas ini.

 

Manusia mukmin di bulan ini semakin mengharapkan rahmat Allah dan memanfaatkan waktunya dengan baik serta sibuk menutupi kekurangannya di masa lalu. Salah satu tata cara dan adab yang sangat ditekankan di bulan Ramadan adalah memperhatikan anak Yatim. Di antara perintah dan nasehat Rasulullah Saw di khutbah Sya’baniyah, “Wahai manusia! Kasihanilah dan bersikapkan lembah lembut terhadap anak yatim, supaya anak-anak yatim kalian juga mendapat kasih sayang!

 

Yatim adalah mereka yang tidak memiliki ayah dan ibu dan hanya Allah yang menjadi pelindung mereka. Allah sangat menghormati hak-hak orang seperti ini dan menekankan hamba-Nya untuk mengasihi mereka. Di surat Ad-Dhuha ayat 6 Allah berfirman yang artinya, “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” Di ayat ini, Allah Swt mengingatkan Nabi saat kecil ketika kehilangan ayah dan ibunya serta tidak memiliki pelindung kecuali Allah Swt, supaya beliau juga mengingat anak yatim dan menyantuni mereka.

 

Allah Swt di ayat kesembilan surat Ad-Dhuha berfirman, “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.” Mengingat karakteristik unggul Rasulullah Saw, yang tidak pernah melanggar perintah Allah dan tidak pernah melupakan nikmat-Nya, dengan baik kita menyadari bahwa Allah mengingatkan nabi-Nya supaya umat Muslim meneladani beliau dan melaksanakan perintah tersebut. Allah Swt di surat al-Ahzab ayat 21 berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

 

Di berbagai hadis juga sangat ditekankan untuk menghormati anak yatim. Imam Ali as berkata, “Orang mukmin baik laki-laki atau perempuan yang mengusap kepala anak yatim dengan kasih sayang, Allah akan memberikan kepadanya pahala sebanyak rambut yang ia usap.” Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah di salah satu gang di Madinah menyaksikan beberapa anak kecil yang menjauhi seorang anak kecil lainnya serta mencemoohnya karena tidak memiliki ayah. Mereka mengatakan “Kamu tidak memiliki ayah, namun ayah kami adalah fulan dan lain-lain.” Mendengar itu, anak yatim tersebut langsung menangis.

 

Nabi yang menyaksikan hal tersebut kemudian mendekatinya dan bertanya, “Mengapa kamu menangis?” Anak yatim tersebut menjawab, “Aku adalah anak si fulan yang gugur di perang Uhud dan ibuku kemudian menikah lagi, kini aku merasa sendiri!” Nabi yang mendengar perkataan tersebut dengan lembut membelainya. Nabi kemudian bersabda, “Kini aku adalah ayahmu dan istriku adalah ibumu, sementara putriku Fatimah adalah saudarimu.” Dengan gembira anak kecil tersebut berteriak, “Hai anak-anak! Ketahuilah kini ayah, ibu dan saudariku lebih baik dari ayah, ibu dan saudari kalian”.

 

Salah satu kasih sayang Allah Swt kepada hamba-Nya baik itu bagi mereka yang menyembah-Nya maupun yang bermaksiat kepada-Nya, adalah bulan jamuan Ilahi, yakni bulan Ramadan. Bulan yang saat-saatnya serta siang dan malamnya lebih baik dari hari-hari lain sepanjang tahun. Di bulan ini, pintu-pintu rahmat Ilahi dibuka bagi seluruh hamba-Nya, khususnya bagi para pendosa.

 

Di bulan Ramadan, Allah memberikan kesempatan lain kepada hamba-Nya supaya mereka termasuk orang-orang yang mendapat kasih sayang dan rahmat-Nya. Di riwayat disebutkan ada seorang Arab bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah! Siapa yang menghisap amal perbuatan makhluk di hari Kiamat? Nabi menjawab, “Allah.” Arab Badui kemudian berkata, Aku bersumpah dengan Tuhan Ka’bah bahwa kini Aku selamat. Nabi bertanya, “Bagaimana mungkin ini terjadi!” Ia menjawab, “Seorang yang pemurah dan dermawan selama memiliki kekuatan untuk membalas, maka ia akan memaafkan.”

 

Mereka yang ternoda dalam hidupnya dapat membersihkan jiwanya dengan puasa. Dengan puasa ia dapat membersihkan jiwanya dan meminta ampun kepada Tuhan. Para Imam Maksum berkata, “Dosa-dosa di bulan Ramadan akan diampuni dan ini adalah berita gembira bagi mereka yang pernah tergelincir ke dalam perbuatan dosa dan menuruti hawa nafsu.” Tak diragukan lagi para pendosa yang menyesali perbuatannya dan berpuasa karena Allah serta bertaubat atas perbuatannya di masa lalu dan meminta ampunan, maka mereka akan dimaafkan dan mendapat ampunan Ilahi.

 

Rasulullah Saw saat menyebutkan keutamaan bulan Ramadan bersabda, “Ramadan adalah bulan Tuhan dan bulan ampunan. Ramadan bulan ampunan bagi para pendosa dan berlepas diri dari azab Ilahi. Di bulan ini, Allah Swt membuka lebar-lebar pintu rahmat-Nya dan mengampuni hamba-Nya yang bergelimang dosa.

 

Dikisahkan muncul bencana kekeringan di kaum Bani Israil yang membuat warganya sangat menderita. Nabi Musa as menyeru umatnya untuk pergi ke gunung meminta hujan kepada Tuhan. Banyak dari umat Nabi Musa yang kemudian menyambut seruan ini dan mereka sibuk berdoa. Namun sudah lama mereka berdoa, belum juga ada jawaban dari Allah dan hujan pun belum turun. Kemudian Nabi Musa bertanya kepada Allah, “Apa yang menyebabkan doa mereka tidak dikabulkan?”

 

Kemudian Allah berfirman, “Di antara kalian ada seorang pemuda yang berbuat dosa dan menghalangi terkabulnya doa kalian. Nabi Musa kemudian menghadap kepada umatnya dan menjelaskan masalah yang ada. Ia berkata, “Wahai pemuda yang menyadari dosanya, keluarlah kamu dari rombongan kamu.” Namun belum juga selesai ucapan Nabi Musa, hujan turun dari langit. Dengan takjub, Musa berkata, “Ya Allah! Bukankan Engkau berkata bahwa di antara kami ada pemuda berdosa yang menghalangi terkabulnya doa? Ia sampai saat ini belum keluar dari rombongan kami.” Kemudian Allah berfirman, “Wahai Musa! Ketika kamu mengatakan hal ini di hadapan khalayak, pemuda tersebut merasa malu untuk berdiri di tengah khalayak dan meninggalkan tempatnya. Kami tidak kuat menyaksikan rasa malu hamba Kami tersebut, oleh karena itu, Kami mengubah dosanya menjadi kebaikan dan hujan ini dikarenakan pemuda tersebut serta bukan karena doa kalian.”