Meraih Hikmah Bulan Ramadan (7)
Ramadan adalah bulan ibadah dan doa ibarat jiwa dalam tubuh ibadah kita. Jiwa ini, seperti jiwa kita sendiri, berasal dari Allah dan kembali kepada Allah. Jika bukan karena izin Allah, tidak ada bibir yang terbuka untuk memuji-Nya dan tidak ada lisan yang bergerak untuk berdoa. Ketika Allah mengizinkan hamba-hamba-Nya untuk mengingat-Nya dan mengungkapkan keinginan mereka, Dia benar-benar meletakkan kunci harta karun rahmat-Nya di tangan hamba-hamba-Nya.
Allah mengizinkan hamba-hamba-Nya untuk mencoba membuka pintu-pintu nikmat-Nya dengan kunci doa untuk mendidik dan membesarkan mereka. Jalan yang dipilih Allah untuk pertumbuhan dan pendidikan manusia adalah jalan yang penuh cobaan dan penderitaan. Allah berfirman dalam ayat kedua Surah Ankabut, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”
Salah satu ujian Allah adalah menunda terkabulnya doa para hamba. Terkadang kita membawa kebutuhan kita kepada Allah dan meminta Allah untuk memenuhi-Nya, tetapi butuh waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun bagi terkabulnya doa kita. Keterlambatan dalam menjawab ini mungkin karena berbagai alasan. Imam Ali as berkata, “Jika jawaban doamu tertunda, penundaan ini jangan sampai membuatmu putus asa.”
Mungkin berhadapan dengan dua hal; harapan dan putus harapan dari rahmat Allah adalah ujian yang disiapkan Allah untuk kita. Allah ingin menguji iman hamba-Nya dan menumbuhkannya dalam ujian ini serta meningkatkan imannya. Namun banyak dari kita, dalam ujian seperti itu, segera memilih keputusasaan dan alih-alih menyampaikan kebutuhan kita kepada Allah, kita berpaling kepada hamba-hamba-Nya, tanpa menyadari bahwa keputusasaan membawa kita ke lembah ketidakpercayaan.
Berbahagialah hamba yang merasa puas dengan ridha Allah meskipun doanya belum terkabul. Hamba yang demikian tahu bahwa rahmat Allah lebih besar dari segala kebutuhan dan bahwa Allah tidak pernah pelit, sehingga dia tidak pernah kecewa. Dia selalu mengharapkan rahmat Allah yang maha luas. Dia tidak pernah berhenti berdoa dan inilah yang direkomendasikan oleh para tokoh agama kita.
Nabi Islam Saw bersabda, “Sebisanya, Anda harus banyak berdoa. Karena Anda tidak tahu kapan doamu akan terkabulkan.”
Imam Ali as berbicara kepada putranya Imam Hasan as dan berkata, "Pengampunan dan pemberian Allah tergantung pada niat Anda. Mungkin akan ada penundaan dalam memenuhi kebutuhan Anda, sehingga Anda akan menerima pahala yang lebih besar dan lebih banyak pengampunan." Boleh jadi kamu menginginkan sesuatu, tetapi demi kebaikan dan kemaslahatan, hal itu tidak diberikan kepadamu atau cepat atau lambat akan diberikan yang lebih baik dari itu. Karena betapa banyak hamba punya keinginan yang agar bila dipenuhi justru menyebabkan kehancuran agamanya.
Seorang hamba harus mengetahui bahwa jika Sang Pencipta yang Esa, Maha Kuasa dan Maha Agung belum mengabulkan sesuatu atau memenuhi suatu kebutuhan, maka pasti ada hikmahnya. Tentunya apa yang Allah kehendaki untuk kita jauh lebih baik daripada apa yang kita inginkan untuk diri kita sendiri. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 216, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.”
Imam Sajjad as mengatakan, “Doa seorang mukmin akan disimpan untuk akhiratnya, atau kebutuhannya akan terpenuhi, atau bencana yang ditakdirkan menimpanya akan dihindarkan darinya.” Jadi, betapa banyak doa yang secara lahiriah tidak dikabulkan, tetapi pada hakikatnya telah dikabulkan dan menghilangkan bencana dari kita atau ditetapkan sebagai kebaikan yang banyak di akhirat.
Tidak diragukan lagi, penderitaan terbesar manusia adalah Hari Kebangkitan. Pada hari ketika langit dan bumi berubah dan hancur, gunung-gunung bergerak seperti awan dan lautan mendidih, pada hari ketika para ibu melupakan anak-anaknya karena ketakutan dan tidak ada perlindungan bagi siapa pun, ada orang beriman yang doanya terkabul seperti awan yang menaungi mereka dan menenangkan hati mereka.
Kita semua adalah hamba pendosa. Sekalipun demikian, dengan semua dosa yang ada, Allah mengizinkan kita untuk memanggil-Nya, bahkan Dia mengajak kita menuju diri-Nya dan bersikeras dengan ajakan ini. Banyak dari kita, alih-alih menerima nikmat besar ilahi ini, justru berpaling dari-Nya! Mereka yang tidak mengetahui posisinya di alam semesta, tidak akan melihat pertolongan Allah kepadanya. Akhirnya, bukan menghadap Allah, justru memalingkan wajah dari-Nya. Imam Mahdi af dalam sebuah penggalan doa memperhatikan sikap manusia di hadapan Allah, agar manusia lebih mengenal posisinya di sisi Allah. Bukannya memilih bersama dengan pertolongan dan kedermawanan Allah, manusia justru tidak bersyukur dan mengenal keburukannya bila dibandingkan dengan Allah.
Oleh karenanya, Imam Mahdi af mengatakan, “یا ربِّ اِنَّکَ تَدْعُونی فَاُوَلیّ عَنْکَ” yang berarti Ya Allah! Engkau mengajakku, tapi aku justru berpaling dari-Mu!
Pernahkah Anda mengungkapkan rasa suka dan keakraban kepada teman Anda tetapi dia tidak memperhatikan? Dan Anda masih mengungkapkan rasa suka dan keakraban di depan ketidakpedulian dan ketidakbaikannya? Apakah setelah semua kebaikanmu, belum ada gambaran baginya bahwa dia benar dan ingin pamrih atasmu? Sekarang bayangkan. Inilah perilaku seorang hamba yang lemah, di hadapan Allah, Sang Pencipta dan Pemberi rejeki! Gambaran jelek dan menjijikkan dari kesombongan makhluk lemah di hadapan keluasan rahmat ilahi!
Apa yang manusia miliki di hadapan Allah, sehingga merasa sombong? Setiap kali memohon kepada-Nya, manusia menghibur dirinya sendiri dengan sesuatu. Namun yang mengejutkan, meskipun perilaku buruk ini, belas kasihan dan kebaikan Allah tidak berhenti. Beberapa bagian dari doa Iftitah didedikasikan untuk mengungkapkan perilaku yang tidak menyenangkan ini dan disajikan seperti ini:
وَ تَتَحبَّبُ اِلَىَّ فَأَتَبَغَّضُ اِلَیْکَ
Engkau menawarkan cinta kepadaku, tapi aku membalas-Mu dengan kebencian
وَ تَتَودَّدُ اِلَىَّ فَلا اَقْبَلُ مِنْکَ
Dan Engkau menawarkan kasih kepadaku, tapi aku tidak bersedia menerimanya dari-Mu
کَاَنَّ لِىَ التَّطَوُّلَ عَلَیکَ
Seakan-akan aku pernah memberikan karunia kepada-Mu.
Allah begitu baik sehingga Dia tidak mengabaikan bahkan hamba-Nya yang berdosa dan bersalah dan tidak melupakannya. Disebutkan dalam riwayat bahwa Allah Swt berfirman kepada Nabi Dawud as, “Jika orang-orang yang berpaling dari-Ku tahu betapa Aku menanti mereka, dan seberapa banyak rahmat-Ku terbentang untuk mereka dan betapa Aku sangat menginginkan agar mereka meninggalkan dosa-dosa, mereka akan mati dengan sangat gembira. Wahai Daud! Ini adalah kerinduan-Ku kepada mereka yang berpaling dari-Ku. Jadi bagaimana Aku akan menyikapi mereka yang berpaling dari-Ku?
Hal ini juga disebutkan dalam doa Iftitah dan dinyatakan sebagai berikut:
فَلَمْ یَمْنَعَکَ ذلِکَ مِنَ الرَّحْمَةِ لی وَالاْحْسانِ اِلَىَّ وَالتَّفَضُّلِ عَلَىَّ بِجُودِکَ وَ کَرَمِکَ
Tapi, semua itu tidak mencegah-Mu untuk mengucurkan rahmat atasku, kebajikan padaku, dan karunia atasku dengan anugrah dan karunia-Mu.
فَاْرَحْم عَبْدَکَ الجْاهِلَ وَجُدْ عَلَیْهِ بِفَضْلِ اِحْسانِکَ اِنَّکَ جَوادٌ کَریمٌ
Maka, kasihanilah hamba-Mu yang bodoh ini dan limpahkanlah karunia kepadanya demi curahan anugrah-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Dermawan, Maha Pemurah.