Des 27, 2018 15:52 Asia/Jakarta
  • Sheikh Suhrawardi
    Sheikh Suhrawardi

Shahab al-Din Suhrawardi adalah seorang filsuf dan arif terkemuka, sekaligus pendiri mazhab iluminasi dalam filsafat Islam. Ia dilahirkan di Suhraward, sebuah desa yang terletak dekat Zanjan, Iran. Nama lengkapnya, Abu Al-Futuh Shahāb ad-Dīn Siddiqi Yahya ibn Habash ibn Amirak as-Suhrawardī. Tapi kemudian, lebih dikenal dengan sebutan Syeikh Isyraq, dan setelah meninggal disebut sebagai Syeikh Maqtul.

Sheikh Sahab Al-Din Suhrawardi menjadi bintang yang bersinar di angkasa hikmah dan filsafat Iran maupun dunia Islam dengan karyanya. Meskipun tidak berumur panjang, tapi Suhrawardi menghasilkan tidak kurang dari 50 karya, antara lain: Hikmah Al-Isyraq, Talwihat, Muqawamat, Masyari’ wa Mutharahat, Parto Nameh, Haykal Al-Nur, Alwah Imadi, Risalah Al-Thair, Avaz-e Par Jibrail, Lughat- Muran, Aql Surh, Ruzi ba Jamaat Sufian, Risalah fi Halah al-Tufuliyah, Risalah fi Hakikah Al-Eshgh dan Waridat va Taqdisat.

Berbagai karya Suhrawardi yang sebagian masih bisa kita nikmati hingga kini menjadi perhatian para sarjana, terutama sistem simbolisme dalam karyanya. Pemahaman terhadap metafor dan terma simbolis yang dipergunakan Suhrawardi dalam karyanya diperlukan untuk mencapai sebuah gambaran utuh mengenai sistem pemikirannya.

Pada acara sebelumnya kita sudah membahas dua karya penting berbahasa Farsi yang bercorak simbolik, yaitu: Avaz-e Par Jibrail dan Lughat-i Muran. Kali ini kita akan menelisik karya lain Sheikh Isyraq yang juga ditulis dalam bahasa Farsi berjudul “Fi Haqiqah al-Esgh”.

Para kritikus filsafat dan irfan Islam menilai risalah Fi Hakikah Al-Eshgh merupakan salah satu karya paling indah mengenai cinta yang ditulis hingga kini. Metode penulisannya sangat indah, dengan diksi terpilih, pengungkapan yang fasih, disertai syair yang menawan. Semua itu ditampilkan oleh Suhrawardi dalam bentuk terma-terma simbolik.

Meskipun di permukaan cerita yang disajikan tentang Yusuf dan Zulaikha serta Yakub.Tapi aspek irfani dan falsafi dalam cerita tersebut menunjukkan kematangan Suhrawardi dalam mengolah filsafat dan irfan yang disampaikan melalui pengungkapan gaya puitis yang khas, sastrawi dan simbolis.

Tampaknya, risalah Fi Haqiqah Al-Eshgh relatif berbeda dengan karya tamsil Suhrawardi lainnya. Kebanyakan karya Suhrawardi membahas tentang perpisahan dan keterasingan diri yang berpisah dari asalnya. Tapi dalam risalah Fi Haqiqah Al-Eshgh, Sheikh Isyraq menjelaskan tentang cinta.

Suhrawardi mencurahkan perhatiannya terhadap masalah cinta (Eshgh) yang tidak bisa dipisahkan dengan kebaikan (Husn) dan lara (Huzn). Bisa dikatakan bahwa risalah Fi Haqiqah Al-Eshgh merupakan tafsir puitis sufistik dari surat Yusuf dalam al-Quran.

Pada tahap awal, Suhrawardi menyoroti masalah tradisi sastra sufistik Islam dan Iran. Kemudian, dengan mempertimbangkan beberapa hadis seperti “Awal Ma Khalaqa Allah al-Aql” yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah akal, Sheikh Isyraq menjelaskan menjelaskan tentang akal, kebaikan dan cinta; Aql, Husn dan Eshgh. Secara umum, risalah fi Haqiqah al-Eshgh memperkenalkan prinsip suluk manusia yang terdiri dari tiga tahapan umum yaitu: marifah, mahabah dan Eshgh; pengetahuan, kasih dan cinta.

Suhrawardi mengungkapkan dalam kitabnya, “Tuhan pada awalnya menciptakan akal. Kemudian, memberikan tiga karakteristik kepada akal yaitu: pertama mengenal Tuhan, mengenal diri manusia, dan mengenal yang lain. Dari sifat awal lahir husn atau kebaikan, lalu Eshgh atau cinta, dan ketiga Huzn atau lara.

Menurut Sheikh Isyraq, Husn hadir memberikan keindahan, dan darinya tercipta senyum ribuan bahkan jutaan malaikat. Dari perkawinan antara Husn dan Eshgh lahirlah alam semesta ini. Semua peristiwa ini terjadi sebelum penciptaan Nabi Adam as.

Ketika sampai kepada Adam as., Tuhan menjadikannya sebagai khalifah yang ditempatkan di bumi. Lalu, Husn mengetahuinya, dan ia pergi untuk bertemu dengan Adam yang berada di bumi. Pertemuan tersebut menyebabkan seluruh diri Adam menjadi kebaikan.

Waktu berlalu, hari berganti hari, dan Husn tidak kembali ke tempatnya semula.  Dua saudaranya; Eshgh dan Huzn khawatir dan mencarinya. Akhirnya, mereka menemukan Husn tengah berada dalam diri Adam. Mereka berdua pun ingin seperti saudaranya masuk ke dalam diri Adam. Menyaksikan keagungan Adam, seluruh makhluk, termasuk malaikat bersujud kepadanya.

Setelah lama bersemayam di dalam diri Nabi Adam as, Husn mencari tempat baru dan Nabi Yusuf menjadi tambatannya. Kemudian saudaranya, yaitu Eshgh dan Huzn mencari Husn. Tapi, mereka tidak bisa melakukan tindakan apapun, karena tidak ada bedanya antara Husn dan Yusuf.

Akhirnya, Eshgh dan Huzn meninggalkan Nabi Yusuf as dan masing-masing mencari jalannya sendiri. Huzn menuju Kan’an untuk untuk bertemu dengan Yakub as, Ayah Yusuf. Di Bait Al-Ahzan, Huzn menjadi bagian dari diri Yakub. Keterikatan keduanya menjadikan penglihatan Yakub dihadiahkan kepada Huzn. Saudara lain, yang bernama Eshgh pergi ke Mesir.

Kemudian, Eshgh memasuki istana Mesir. Lalu, ia bertemu dengan Zulaikha, istri penguasa Mesir. Zulaikha bertanya kepada Eshgh, “Siapa engkau, dan datang dari mana ?”. Eshgh menjawab, “Aku Eshgh datang dari Baitul Muqadas. Dari rumah Husn. Keterampilanku adalah bertamasya,”.

Husn menceritakan kisah diri dan saudaranya kepada Zulaikha, serta cerita kerinduan saudaranya Husn kepada Yusuf. Zulaikha mengatakan, Yusuf berada di Mesir saat ini. Eshgh sangat gembira mendengar kabar itu. Ia ingin segera menemui Yusuf. Kemudian, Eshgh yang berada dalam diri Zulaikha bersama-sama menemui Yusuf. Zulaikha yang bersatu dengan Eshgh terpesona oleh Yusuf yang rupawan, meskipun orang-orang Mesir mengecam perilakunya itu.

Singkat cerita, berita tentang Yusuf yang menjadi pejabat istana Mesir sampai ke Kanan. Yakub bersama anak-anaknya mengunjungi istana untuk menemui Yusuf. Di istana, mereka melihat Yusuf yang merupakan manifestasi dari Husn murni, dan Zulaikha yang merupakan manifestasi dari Eshgh murni duduk berdampingan di takhta kerajaan.

Lalu, Huzn datang bersama Yakub menemui dua saudaranya, yaitu Eshgh dan Husn yang tengah berada bersama Yusuf dan Zulaikha. Akhirnya ketiga saudara itu bertemu kembali. Demikian, Suhrawardi mengakhiri kisahnya dalam risalah Fi Haqiqah al-Eshgh.

Berdarkan cerita ini, Suhrawardi pada awalnya menjelaskan tentang Ehsgh atau cinta.Kemudian menceritakan tentang pencinta dan yang dicinta, A’shigh dan Ma’shugh. Menurut keyakinan Suhrawardi, yang harus dicari di dunia ini adalah cinta. Bagi Suhrawardi, cinta adalah jembatan yang menghubungkan antara pencinta dan yang dicinta.

Selanjutnya, Suhrawardi menjelaskan tentang mahabah dan menelisik akar kata Eshgh yang berasal dari ‘Ashaghah. Kata ini adalah sebuah pohon yang setiap kali mengelilinginya, air akan dihisapnya, dan warnanya menjadi merah. Dedaunan pohon itu akhrinya kering dan jatuh, dan tidak berapa lama pohon itu pun kering.

Sheikh Isyraq mengibaratkan manusia seperti pohon itu yang tumbuh dari bijian di alam malakut. Dalam pandangan Suhrawardi, badan adalah potret dari pohon malakut itu. Lalu, cinta melilitnya hingga tidak ada lagi tetasan dari manusia yang tersisa. Ruh pergi ke alam baka, dan tubuh di alam fana.

Menurut Suhrawardi, tujuan kehidupan manusia hanya dan hanya menjadi pencinta. Sebab manusia, tahu atau harus tahu, bahwa dunia ini fana. Sedangkan jalan untuk sampai ke alam abadi hanya cinta. Sebab, dengan cintalah yang bisa menghantarkan kepada yang Ma’shugh, yaitu Tuhan yang Maha Kuasa. Cinta mendulang kemurnian manusia menuju haribaan ilahi.(PH)