Lintasan Sejarah 26 Februari 2019
Hari ini, Selasa 26 Februari 2019 bertepatan dengan 20 Jumadil Tsani 1440 Hijriah atau menurut kalender nasional Iran, hari ini tanggal 7 Isfand 1397 Hijriah Syamsiah. Berikut kami hadirkan beberapa peristiwa bersejarah yang terjadi pada hari ini di masa lampau.
Fathimah Az-Zahra as Lahir
1432 tahun yang lalu, tanggal 20 Jumadil Tsani 8 sebelum Hijriah, Sayidah Fathimah az-Zahra putri Nabi Muhammad Saw, terlahir ke dunia.
Fathimah az-Zahra dibesarkan dalam bimbingan wahyu dan melewati masa-masa perjuangan menegakkan Islam bersama ayah beliau. Pada tahun ke-2 Hijriah, Sayidah Fathimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib dan sejak saat itu dia melakukan tugas sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, yaitu Imam Hasan, Imam Husain, dan Sayidah Zainab.
Beliau membesarkan anak-anaknya dengan ajaran iman dan Islam. Dalam kehidupan sosial, beliau juga berperan dengan menyampaikan kebenaran dan teguh membela haknya. Bahkan sampai meninggalnya, yaitu tak lama setelah wafatnya Rasulullah, beliau masih berjuang menegakkan kebenaran.
Fathimah az-Zahra adalah teladan wanita sedunia. Di antara nasehat beliau adalah, "Allah menjadikan keimanan sebagai alat untuk membersihkanmu dari kesyirikan, shalat sebagai alat untuk menyucikanmu dari takabur, kepatuhan kepada kami adalah alat untuk mengukuhkan agama, mengakui kepemimpinan kami adalah alat untuk mencegah keterpecahan, dan kecintaan kepada kami adalah sumber dari kehormatan Islam."
Imam Khomeini Lahir
120 tahun yang lalu, tanggal 20 Jumadil Tsani 1320 Hijriah, Imam Ruhullah Musawi Khomeini, pendiri Republik Islam Iran, terlahir ke dunia di kota Khomein, Iran tengah.
Beliau mendapatkan pendidikan agama sejak masa kecil dan melanjutkannya ke Qom. Karena kemampuannya yang tinggi, dengan cepat Imam Khomeini mencapai derajat mujtahid. Selain menguasai masalah fiqih, beliau juga ahli di bidang filsafat dan sufisme dan bahkan menciptakan syair-syair sufi. Beliau memulai aktivitas politiknya sejak masih muda namun semakin meningkat sejak tahun 1953. Akibatnya, beliau kemudian dibuang ke Turki, lalu ke Irak.
Selama 14 tahun masa pembuangannya, beliau mampu mendidik murid-murid yang kemudian menjadi tokoh pejuang melawan rezim tiran dan dengan berbagai cara mampu mengungkapkan esensi rezim Syah yang anti agama dan anti rakyat. Akibatnya, rakyat semakin sadar atas kebobrokan rezim Shah dan semakin meningkatkan perlawanan mereka terhadap Shah. Akhirnya, pada tahun 1978, Shah Reza melarikan diri ke luar negeri.
Imam Khomeini pada tahun itu pula kembali ke Iran dan mendirikan Republik Islam Iran. Selama sepuluh tahun beliau memimpin pemerintahan Islam yang menghidupkan nilai-nilai Islam dan menentang campur tangan para imperialis Barat di dunia ketiga. Imam Khomeini menunjukkan kepada dunia sebuah sistem pemerintahan baru dan membuktikan kecemerlangan serta kemampuan Islam untuk menegakkan sebuah pemerintahan yang kuat dan berpihak kepada nilai-nilai kemanusiaan.
Imam Khomeini juga banyak meninggalkan karya tulis, di antaranya "Asrarus-Shalah", "Misbahul Hidayah", dan "Wilayatul Faqih". Kumpulan khutbah dan pesan-pesan beliau tercatat dalam buku "Shahifatun-Nur" yang berjumlah 21 jilid. Kumpulan syair sufi beliau juga telah diterbitkan.
Dehkhoda Meninggal
63 tahun yang lalu, tanggal 7 Isfand 1334 HS (26 Februari 1956), Ali Akbar Dehkhoda, seorang sastrawan dan penyair besar kontemporer Iran, meninggal dunia.
Dehkhoda dilahirkan pada tahun 1880, di kota Teheran. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, Dehkhoda pergi ke Eropa dan tinggal di sana selama lima tahun untuk melakukan penelitian. Sekembalinya ke Iran, Dehkhoda bergabung dalam perjuangan Revolusi Konstitusional. Melalui tuliasan-tulisannya, Dehkhoda mengkritik berbagai despotisme yang dilakukan oleh raja Iran dan pemerintahannya saat itu.
Dehkhodajuga menulis karya-karya syair yang sangat indah daan menggunakan bahasa yang sederhana. Selain itu, Dehkhoda menulis kamus folklor bahasa Persia pertama berjudul "Amsal wa Hikam" yang terdiri dari 24.000 pepatah Persia.
Kereta di India Terbakar
17 tahun yang lalu, tanggal 27 Februari 2002, sebanyak 59 penumpang tewas saat kereta Sabarmati Express yang membawa ratusan peziarah Hindu terbakar di Gujarat, India. Peristiwa ini memicu kerusuhan yang menimbulkan banyak korban jiwa.
Kereta naas tersebut baru saja meninggalkan stasiun Godhra di bagian barat India, saat api mulai membakar sejumlah gerbongnya. Ratusan penumpangnya yang mayoritas adalah peziarah yang baru kembali dari kota Ayodhya langsung panik dan berusaha keluar melalui jendela.
Peristiwa mengenaskan tersebut terjadi saat kondisi negara bagian Gujarat tengah memanas. Beberapa minggu sebelum kejadian, sekitar 14 ribu warga Hindu berkumpul di Ayodhya untuk membangun kuil di atas reruntuhan mesjid yang hancur akibat serangan kaum fundamentalis Hindu.
Rencana pembangunan kuil tersebut ditentang warga Muslim Ayodhya yang menginginkan mesjid mereka dibangun kembali. Alhasil, sejumlah bentrokan pecah di beberapa kota Gujarat.
Kabar tewasnya peziarah Hindu dalam kebakaran kereta memicu kerusuhan lebih lanjut di Gujarat. Akibatnya, pemerintah menutup sejumlah sekolah dan pasar serta memberlakukan jam malam.
Kerusuhan yang pecah pasca kebakaran kereta tersebut menewaskan tidak kurang dari 1.000 warga Gujarat. Untuk menenangkan keadaan, pemerintah India membentuk tim penyelidik khusus yang diketuai hakim agung India saat itu, Umesh Chandra Banerjee.
Pada bulan Januari 2005, tim penyelidik merilis hasil temuannya yang menyimpulkan kebakaran terjadi akibat ketidak-sengajaan, dan bukan karena ulah kelompok Muslim. Hal ini dengan sendirinya membatalkan tuduhan pihak kepolisian yang menyalahkan kelompok Muslim sebagai pelaku pembakaran.