Iran dan Urgensi Peningkatan Kemampuan Defensifnya
Para analis politik dan militer, menilai salah satu ancaman terhadap Republik Islam Iran adalah perang dan berpendapat bahwa sebagaimana tujuan perang yang dipaksakan oleh Irak terhadap Iran pasca kemenangan Revolusi Islam, adalah penggulingan pemerintah Republik Islam Iran, saat ini Amerika Serikat juga mengacu opsi tersebut sebagai target strategisnya. Oleh karena itu, memiliki kesiapan pertahanan yang memadai merupakan sebuah tuntutan bagi Republik Islam.
Kemampuan pertahanan Iran dalam satu dekade menjadi sorotan propaganda negatif anti-Iran. Akan tetapi pertanyaannya adalah, apa yang diacu propaganda tersebut dan apakah sesuai prinsip dan ketentuan internasional, Republik Islam Iran benar-benar merupakan ancaman militer bagi negara lain?
Salah satu poin yang ditekankan pada propaganda negatif anti-Iran adalah klaim militerisasi program nuklir Iran, yang akhirnya dapat dituntaskan melalui kesepakatan Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA). Dengan sejumlah langkah sukarela, Iran telah membuktikan kepada dunia, bahwa Tehran tidak pernah mengacu pengayaan uranium inkonvensional dan memproduksi bom atom. Klaim itu terulang di saat Iran, anggota Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan berkomitmen pada traktat tersebut.
Iran pada tahun 1958 menjadi anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan pada tahun 1968, menandatangani NPT. Berdasarkan pasal pertama NPT, telah dilarang produksi dan pengembangan senjata nuklir serta penyimpanannya. Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei, berulangkali menegaskan hukum haram penggunaan dan produksi senjata nuklir. Dalam sebuah pesan untuk konferensi internasional perlucutan senjata yang digelar April 2010 di Tehran, beliau mengeluarkan fatwa haram untuk senjata nuklir dan senjata pemusnah massal.
Dalam menjelaskan perspektifnya, Rahbar mengatakan, “...Republik Islam Iran, menilai penggunaan senjata nuklir, kimia dan sejenisnya, sebagai dosa besar dan tidak terampuni. Kami telah menyerukan slogan Timur Tengah terbebas dari senjata nuklir dan kami berkomitmen terhadapnya.”
Presiden Republik Islam Iran pada September 2013 di Majelis Umum PBB, mewakili 120 negara anggota Gerakan Non-Blok, pada sebuah konferensi terkait perlucutan senjata nuklir, menuntut dimulainya perundingan menyusun sebuah konvensi komprehensif guna melarang produksi, pengembangan, penyimpanan dan penggunaan senjata nuklir, sehingga dapat menjadi langkah awal pemusnahan senjata itu. Iran juga mengusulkan sebuah konferensi internasional tingkat tinggi pada tahun 2018, membicarakan perlucutan senjata nuklir dan penetapan tanggal 26 September sebagai hari pemusnahan senjata nuklir. Usulan Rouhani telah diratifikasi oleh Majelis Umum PBB.
Berdasarkan keyakinan agama, kemanusiaan dan doktrin pertahanannya, Republik Islam menentang produksi senjata pemusnah massal, akan tetapi pada saat yang sama Iran tidak akan ragu dalam menjaga kesiapan militernya sesuai dengan ketentuan internasional. Hal ini didasari dari pengalaman Perang Pertahanan Suci dan berbagai ancaman di kawasan dan sekitar Iran. Kenyataannya, pasca kemenangan Revolusi Islam, Amerika Serikat telah menggulirkan berbagai makar dan propaganda. Salah satunya adalah perang yang dipaksakan Irak terhadap Iran.
Merunut berbagai faktor dimulainya Perang Pertahanan Suci yang digelar Irak, akan jelas pula bahwa ada tiga target yang diacu dalam serangan rezim Saddam Irak ke Iran. Pertama adalah penggulingan pemerintah Republik Islam Iran, yang pada hakikatnya itu merupakan tujuan dan target Amerika Serikat. Kedua, perubahan perimbangan militer di kawasan. Peran Iran di kawasan sebelum kemenangan Revolusi Islam, adalah dalam rangka menjaga kepentingan regional AS. Akan tetapi pasca kemenangan Revolusi Islam, perimbangan itu berubah total. Rezim Saddam yang menyerang Iran akibat provokasi Amerika Serikat, berharap dapat menjadi kekuatan militer di kawasan. Adapun target ketiga pemaksaan perang terhadap Iran, adalah mencegah Iran menjadi teladan Revolusi Islam untuk negara-negara regional.
Meski era Perang Pertahanan Suci telah berakhir, akan tetapi berbagai ancaman dan propaganda negatif anti-Iran tidak pernah berakhir. Isu Iranphobia tetap bergulir. Pada intinya, terlepas dari propaganda tersebut, setiap negara harus memiliki kekuatan defensif konvensional. Karena negara yang kemampuan militer dan pertahanannya mengandalkan pihak asing, dan sebanyak apapun varian mesin-mesin tempur impornya, tetap saja nasib pertahanannya berada di tangan pihak asing. Berdasarkan prinsip tersebut, Republik Islam Iran pada tahun-tahun pasca Perang Pertahanan Suci berjuang meningkatkan kemampuan defensifnya dengan mengandalkan pengalamannya pada era Perang Pertahanan Suci dan tenaga dalam negeri. Doktrin pertahanan Republik Islam Iran ditetapkan sesuai dengan target-target strategisnya, yaitu produksi sarana kekuatan untuk pencegahan dan pertahanan efektif.
Republik Islam Iran selalu diancam kekuatan trans-regional dan regional. Gelombang ancaman tersebut tidak pernah mereda bahkan semakin berkobar dan bermacam-macam. Oleh karena itu, sesuai doktrin pertahanannya, Republik Islam Iran menggulirkan berbagai program efektif menghadapi berbagai ancaman yang dihadapi.
Kemampuan Iran di perang darat, laut dan udara, dikembangkan sesuai dengan standar baru dunia dan berlandaskan asas pencegahan. Rahbar yang sekaligus Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Iran, menekankan pentingnya penyusunan peta jalan demi menggapai kemajuan baru dalam industri pertahanan dengan inovasi dan gerakan pintas. Sesuai instruksi yang diberikan kepada kementerian pertahanan, Rahbar menjelaskan bahwa gerakan dalam hal ini harus disertai dengan invovasi serta upaya mencari jalan pintas baru sehingga dapat tercapai berbagai kemajuan baru.
Saat ini, Republik Islam Iran telah menggapai teknologi moderen dan swasembada dalam produksi rudal-rudal super-presisisi tipe surface-to-surface serta berbagai jenis rudal balistik yang hanya dimiliki segelintir negara. Iran juga berada di antara 10 negara dunia yang mampu memproduksi pesawat pengintai siluman. Para ahli Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, saat ini telah menggapai teknologi militer dan industri pertahanan yang memadai sehingga selain mampu memenuhi permintaan dalam negeri juga dapat mengekspor ke berbagai negara.
Bagian lain dari keberhasilan Iran di sektor pertahanan adalah kemajuan dan pengembangan teknologi teknis untuk mendukung mesin-mesin perang seperti infrastuktur peluncuran roket dan juga berbagai teknologi antariksa serta radar. Nama Republik Islam juga tercatat di antara 10 negara dunia yang memiliki rantai teknologi antariksa secara sempurna.
Di sektor bawah laut dan pertahanan maritim, Iran termasuk di antara beberapa negara yang mampu mendesain dan memproduksi kapal selam khususnya di kelas menengah. Armada Angkatan Laut Iran juga telah terbukti mampu melaksanakan operasi besar di Timur Tengah dan Selat Hormuz, hingga misi ke berbagai samudera dan perairan internasional. Seluruh keberhasilan tersebut menunjukkan tingginya kemampuan pertahanan Iran dalam mereaksi segala bentuk ancaman potensial. Ini juga mengindikasikan fleksibilitas Iran dalam menyesuaikan struktur, strategi dan kesiapannya, dengan ancaman di berbagai tingkat kekuatan.
Saat ini, Amerika Serikat sedang berupaya mempertahankan gejolak dan krisis rekayasa dengan mengusung slogan pemulihan keamanan Timur Tengah. Berbagai perang yang dipaksakan terhadap negara-negara regional termasuk Suriah, Irak dan Yaman serta relokasi miliaran dolar senjata ke negara-negara Arab regional juga digulirkan untuk mengobarkan perang dan disintegrasi kawasan. Sementara itu di sisi lain, ancaman militer Israel sebagai rezim penjajah di kawasan, juga mengindikasikan perluasan ancaman militer di kawasan menyusul keputusan Kongres AS mempersenjatai Israel dengan berbagai mesin perang moderen termasuk pesawat F-35, serta pengiriman kapal selama nuklir dari Jerman.
Pentingnya peningkatan kemampuan pertahanan Iran semakin menguat mengingat berbagai gerakan dengan tujuan menciptakan gejolak dalam hubungan antara Iran dan negara-negara Arab regional untuk eskalasi krisis. Sesuai dengan prinsip strategisnya di sektor keamanan, Republik Islam Iran selain menekankan pentingnya mempertahankan kesiapan defensif dan pencegahannya, juga menginginkan perdamaian dan keamanan global. Iran berpendapat bahwa kerjasama pertahanan di kawasan harus dilakukan untuk mewujudkan keamanan, stabilitas konstan dan kepercayaan timbal-balik.