Kemanusiaan dan Keberanian, Manifestasi Imam Husein as
Tanggal 3 Sya'ban 4 H, kota suci Madinah menjadi saksi kelahiran seorang bayi suci, buah cinta Ali bin Abi Thalib as dan Fathimah az-Zahra as. Ia adalah putra kedua sebuah keluarga yang selalu dipuji-puji oleh Rasulullah Saw dan disebutnya sebagai Ahlul Bait.
Bahkan al-Quran pun menegaskan kesucian mereka dari segala dosa dan noda. Dalam surat al-Ahzab ayat 33, Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."
Ibunda bayi lelaki itu adalah Sayidah Fathimah az-Zahra as, putri Rasulullah Saw. Ia adalah perempuan terbaik lantaran keutamaan akhlak dan kesempurnaannya. Allah Swt menurunkan surat al-Kautsar sebagai bentuk penghargaan terhadap posisi Sayidah Fathimah yang begitu luhur.
Sementara ayah dari bayi suci itu adalah Ali bin Abi Thalib as. Ia adalah lelaki pertama yang memeluk Islam dan tak pernah ternodai dengan kemusyrikan. Ia dikenal sebagai sosok manusia yang pemberani, pujangga, dan orator ulung. Perjuangan beliau dalam membela Islam sedemikian besarnya, hingga ia mendapat julukan "Asadullah", Singa Allah.
Pada hari yang penuh dengan berkah dan kebahagiaan itu, sang bayi pun segera diantar ke pangkuan Rasulullah Saw. Dengan penuh penghormatan, Imam Ali as meminta Rasulullah saw untuk memberi nama cucunya yang baru lahir itu. Dan akhirnya sang kakek memberinya nama Husein.
Para sejarawan Islam mengatakan, “Sebelum Islam tidak ada nama Hasan, Husein dan Muhsin dan belum ada bayi yang diberi nama dengan nama-nama tersebut. Ini adalah nama-nama surga yang disampaikan Jibril kepada Rasulullah Saw.” Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk menyembelih domba jantan di hari ketujuh kelahiran Imam Husein dan dagingnya dibagikan kepada mereka yang membutuhkan.
Lingkungan keluarga Imam Husein as adalah lingkungan terbersih dan para pendidiknya adalah pribadi yang memiliki keuatamaan kemanusiaan dan moral. Sosok yang menjadi pembimbing dan pemimpin umat manusia di dunia, memeluk Husein. Perhatian khusus Rasulullah, keadilan sang ayah dan keutamaan sang ibu semakin menambah kesempurnaan Husein as.
Imam Husein tumbuh dan berkembang di bawah asuhan sang kakek selama enam tahun dan selama itu, Husein selalu mendapat perhatian dan kasing sayang besar dari Rasulullah Saw. Para sahabat dan umat Muslim kerap mendengar sabda Rasulullah, Husein dari Saya dan Saya dari Husein.
Husein tumbuh dalam lingkungan yang paling bersih dan mulia dari sifat manusiawi. Datuknya adalah Rasulullah pemuka sekalian makhluk. Ayahnya adalah Ali bin Abu Thalib, memiliki peringkat teratas dari sifat dermawan, penuh pengorbanan, berjuang, dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Ibunya adalah Fatimah Az Zahra, seutama-utama perempuan pada masanya. Maka memadailah jika dikatakan bahwa dia adalah puteri Rasulullah, isteri bagi pemimpin para pejuang, dan ibu dari pemuka para pemuda ahli surga.
Bint al-Shati, penulis terkenal asal Mesir terkait kecintaan Rasulullah Saw kepada Imam Hasan dan Imam Husein as, menulis, “Bagi Nabi, nama Hasan dan Husein adalah senandung indah dan suara merdu yang tak pernah membosankan untuk selalu disebut-sebutnya. Beliau selalu menganggap kedua cucunya itu seperti anak sendiri.
Allah Swt menganugerahkan nikmat yang demikian besar kepada Sayidah Zahra as sehingga keturunan Rasulullah Saw terus bersambung melalui putra-putranya dan memberi kehormatan kepada Ali bin Abi Thalib as sehingga melaluinya keturunan Nabi Saw tiada terputus".
Kecintaan Rasulullah saw kepada kedua cucunya itu bukan sekedar karena ikatan keluarga dan darah. Sebab sebagaimana yang ditegaskan sendiri oleh al-Quran, seluruh perilaku dan ucapan Nabi Saw tidak pernah ternodai oleh hawa nafsu dan keinginan pribadi, melainkan selalu bersumber dari wahyu dan bimbingan ilahi. Kecintaan Rasulullah Saw kepada Hasan dan Husein sejatinya bersumber dari posisi istimewa kedua cucunya itu di kalangan umat Islam.
Seluruh jiwa dan kalbu Rasulullah Saw dipenuhi oleh rasa sayang dan cintanya kepada Hasan dan Husein as. Sampai-sampai beliau bersabda, "Barang siapa yang mencintai mereka, maka ia sejatinya mencintaiku. Dan barang siapa yang memusuhinya, maka ia memusuhiku".
Rentang waktu antara Rasulullah wafat hingga kekhalifahan Imam Ali as sekitar 25 tahun. Selama itu, Husein adalah pemuda teladan dan unggul serta terkenal dengan keberanian dan ketinggian ilmunya. Di pasang surut yang dihadapi masyarakat Islam, Husein senantiasa aktif di masyarakat dan dengan penuh kewaspadaan ia menyadari sensitifitas masyarakat.
Di berbagai medan pertempuran, dengan gagah berani ia maju membantai musuh. Husein juga terlibat dalam pengambilan keputusan dan pekerjaan besar. Umat Islam mengakui kepribadian unggul cucu tercinta Rasulullah ini.
Ketika seseorang bertanya mengenai sosok dermawan, mereka langsung mendapat jawaban, Husein as. Suatu hari seorang Arab badui memasuki kota Madinah. Ia bertanya siapa yang paling dermawan di kota ini? Warga menjawab, Husein as. Arab badui tersebut kemudian mendatangi Imam Husein. Ia melihat Imam sedang shalat.
Setelah cucu Rasulullah menunaikan shalatnya, Arab badui tersebut kemudian mengungkapkan kebutuhannya. Imam Husein kemudian bangkit dan pergi ke rumah. Imam membungkus empat ribu dinar dan memberikannya kepada Arab badui. Ia yang menyaksikan pemberian besar Imam, kemudian berkata, “Orang dermawan tidak akan tertutupi debu dan tidak akan tersembunyi. Mereka senantiasa mendapat tempatnya di langit dan terus bersinar bak mentari.”
Imam Husein as unggul dalam hal keutamaan di tengah masyarakat dan di mana pun gelombang Islam pergi, Husein terus bersinar bak matahari. Semua orang menghormatinya. Pemuka masyarakat menghormati Husein beserta saudaranya (Hasan) serta memujinya. Saat itu, jika ada yang mengatakan bahwa pemuda mulia ini akan dibantai oleh orang-orang yang memujinya tersebut, maka tidak akan ada yang percaya.
Pasca syahidnya Imam Ali as, tampuk kepemimpinan umat beralih ke Imam Hasan as, kakak Husein bin Ali as. Seperti halnya di masa Imam Ali, Husein bin Ali as selalu setia mendampingi perjuangan dan kepemimpinan Imam Hasan as. Setelah Imam Hasan gugur syahid, kendali imamah berada di tangan Imam Husein as hingga akhirnya terjadilah peristiwa heroik di padang Karbala dan menempatkan dirinya sebagai pahlawan pembebasan terbesar di sepanjang masa.
Setelah gugurnya Imam Hasan, Husein bin Ali memegang kendali Imamah selama sepuluh tahun. Periode tersebut mencerikatan keberanian, kebesaran hati, kebijaksanaan serta pro kebenaran Imam Husein. Namun yang membuat umat Islam semakin mengenal sosok Husein bin Ali adalah pergerakan beliau mendekati akhir usinya, khususnya di peristiwa padang Karbala (Asyura). Nama Imam Husein mengingatkan kebangkitan berdarah beliau.
Perjuangan heroik beliau melawan kezaliman senantiasa menghiasai lembaran sejarah dan memberikan pelajaran keberanian, tuntutan kebenaran dan pengorbanan kepada umat manusia. Rasulullah Saw dalam sebuah sabdanya berkata, “Kecintaan Husein tersembunyi di hati setiap umat mukmin. Ia salah satu pintu dari pintu-pintu surga. Aku bersumpah bahwa Husein lebih dihormati dan diagungkan di langit ketimbang di bumi. Ia adalah hiasan langit dan bumi.”
Husein pendiri budaya agung Asyura dan sosok terbesar revolusi di dunia dan sejarah. Ia sosok yang tetap berdiri tegak hingga akhir hayatnya demi membela kesucian Islam dan mengadapi badai pemimpin zalim Bani Umayah. Sejarah kehidupan Imam Husein dipenuhi dengan catatan keberanian.
Syahid Muthahari dalam hal ini menulis, “Jika ada yang mengaku telah berhasil meraih kunci kepribadian seperti Husein as, sebenarnya dia tengah membual. Saya tidak berani untuk berbicara seperti ini. Namun saya sekedar dapat mengklaim bahwa saya hanya mengenal sekelumit tentang Husein dan membaca sejarah hidupnya serta perkataannya. Saya hanya mempelajari sekelumit tentang sejarah Asyura, khutbah, nasehat dan syair-syair Husein. Saya juga bisa mengatakan bahwa menurut Saya kunci kepribadian Husein adalah semangat, hasrat, keagungan, kekuatan, dan resistensi.”