Imam Ali Al-Hadi Pemberi Petunjuk di Masa Sulit
(last modified Tue, 24 Jan 2023 14:40:18 GMT )
Jan 24, 2023 21:40 Asia/Jakarta
  • Imam Hadi as
    Imam Hadi as

Ahlul Bait Nabi Saw merupakan manusia sempurna dan yang dipilih oleh Allah Swt. Perilaku dan ucapan mereka menjadi teladan bagi kehidupan manusia dan manifestasi nilai-nilai ilahi. Mengenal teladan dan mengikuti cara hidup mereka bakal membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kini, kita berada di hari syahadah Imam Ali al-Hadi as, imam kesepuluh Ahlul Bait. Pada 3 Rajab tahun 254 Hijriah di hari seperti ini Imam Hadi as mereguk cawan syahadah. Beliau dibunuh oleh anasir penguasa bani Abbasiah, setelah melihat keberadaan beliau menjadi ancaman bagi kekuasaannya.

 

Kehidupan sosial dan politik Ahlul Bait menunjukkan betapa sensitifnya tanggung jawab yang mereka pikul dalam melindungi dan menyebarkan agama di tengah-tengah masyarakat. Periode kehidupan mereka penuh dengan peristiwa yang mengancam masyarakat islam, akibat kebodohan masyarakat waktu itu atau oleh para penguasa zalim. Di masa kehidupan Imam Ali al-Hadi as muncul sejumlah pemikiran dan keyakinan di tengah-tengah umat Islam. Pembahasan seperti melihat Tuhan, keyakinan akan Jabr (Determinasi) atau sebaliknya lebih menekankan kebebasan manusia. Sebagian lagi justru cenderung pada tasawwuf yang kemudian berusaha merasuki pikiran masyarakat umum.

 

Munculnya fenomena seperti ini berasal dari perubahan dalam kebijakan budaya penguasa Bani Abbasiah dan serangan pemikiran filsafat materialistik dari bangsa-bangsa lain ke tengah masyarakat Islam. Para khalifah pasca Ma’mun telah mengalokasikan dana luar biasa untuk menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani. Bahkan disebutkan bahwa para penerjemah mendapat upah emas seberat buku yang diterjemahkan.

 

Patut diketahui bahwa dana sebesar itu tidak seluruhnya untuk proyek pengembangan ilmu pengetahuan. Para penguasa Bani Abbasiah berusaha menyebarkan ilmu-ilmu non-Islam ke tengah-tengah umat Islam dan menyelenggarakan dialog-dialog ilmiah antara Ahlul Bait dan para pemikir guna merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan sejak awal. Mereka berusaha melemahkan pemikiran Ahlul Bait, tapi setiap kali mereka berusaha, selalu saja menemui jalan buntu.

 

Banyaknya mazhab pemikiran menyebabkan beragamnya pendapat yang berujung buruk pada pemisahan budaya di antara umat Islam. Para penguasa Bani Abbasiah memanfaatkan kondisi ini untuk melemahkan pemikiran dan keyakinan para pengikut Ahul Bait.

 

Di sini Imam Ali al-Hadi as dengan kecakapannya mampu membongkar strategi Bani Abbasiyah. Sekalipun Imam Hadi berada di bawah pengawasan ketat para penguasa Bani Abbasiah dan membatasi kesempatan beliau untuk berhubungan dengan para pengikutnya, Imam Hadi as secara cerdas menghadapi penyimpangan pemikiran mereka.

 

Imam Ali al-Hadi as dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran dan riwayat mampu menghadapi penyimpangan dengan menekankan berpikir logis. Imam Hadi dalam menjelaskan derajat akal mengatakan, “Nikmat Allah paling utama yang diberikan kepada manusia adalah keselamatan akal. Allah menciptakan manusia lebih mulia dari makhluk yang lain dikarenakan kesempurnaan akal yang diberikan kepadanya.” (Tuhaf al-‘Uqul, hal 854)

 

Penjelasan akan posisi akal yang disampaikan Imam bertujuan manusia semakin mengenal kemampuan luar biasa yang dianugerahkan kepadanya. Akal menjadi salah satu sumber penting bagi pengetahuan manusia. Jelas, akal adalah sumber petunjuk. Artinya, setiap manusia dapat memilih dan memilah kebenaran dari kebatilan dengan menggunakan sumber petunjuk atau akal disertai bimbingan Allah dan para utusan-Nya.

 

Satu dari pemikiran menyimpang yang terjadi di masa Imam Ali al-Hadi yang menggoyahkan keyakinan masyarakat waktu itu adalah kelompok sufi. Mereka memperkenalkan dirinya sebagai orang yang zuhud, arif, penyembah Allah dan tidak menyukai dunia untuk menyesatkan masyarakat. Predikat yang suci ini lalu dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak benar. Para sufi biasanya berkumpul di tempat-tempat suci seperti masjid Nabawi di Madinah. Mereka mengucapkan zikir secara bersama-sama. Mereka mencitrakan dirinya sebagai penyembah Allah yang murni, sehingga masyarakat mengira mereka manusia paling bertakwa di dunia.

 

Imam Ali al-Hadi as mereaksi dengan tepat kelompok sufi ini dan membongkar substansi mereka. Sebagai contoh, suatu hari para sufi memasuki masjid Nabawi dan duduk melingkar di sebuah sudut masjid. Mereka kemudian mulai mengucapkan zikir Laa Ilaaha Illallah (tiada tuhan selain Allah).

 

Ketika Imam Hadi melihat perbuatan mereka, kepada para sahabatnya beliau berkata, “Jangan memperhatikan kelompok penipu itu. Mereka adalah sahabatnya setan dan perusak fondasi agama. Demi meraih tujuan keduniaan, mereka menunjukkan dirinya sebagai hamba yang zuhud. Demi membohongi masyarakat yang polos mereka melakukan salat malam. Mereka berzikir kalimat Tauhid untuk menipu masyarakat. Ketahuilah bahwa para sufi menentang kami Ahlul Bait. Jalan mereka berbeda dengan jalan kami. Mereka berusaha memadamkan cahaya ilahi, tapi Allah berkehendak menyebarkan cahaya-Nya kepada seluruh manusia, sekalipun orang-orang Kafir tidak menerimanya.” (Safinah al-Bihar, jilid 2, hal 58)

 

Kelompok lainnya di masa Imam Ali al-Hadi as adalah mereka yang membayangkan Allah memiliki jasad. Kelompok ini dalam sejarah Islam dikenal dengan nama kelompok Mujassimah. Mereka punya cara pandang yang sederhana tentang agama dan tidak mampu memahami banyak hal yang keluar dari jasad dan materi. Itulah mengapa mereka mengingkari segala sesuatu yang bukan materi. Berita mengenai tersebarnya pemikiran ini di tengah-tengah umat islam akhirnya sampai juga ke Imam Ali al-Hadi as. Dalam sebuah suratnya, imam hadi menyatakan Allah Maha Suci dari apa yang dipikirkan mereka.

 

Imam Ali al-Hadi as berkali-kali menjelaskan poin penting bahwa seseorang hanya dapat melihat sesuatu dengan matanya bila sama-sama jasad. kKlaziman dari keyakinan bahwa Allah berjasad jelas-jelas tidak dapat diterima. Karena, pertama Allah bukan jasad, sehingga mata inderawi dapat melihatnya. Kedua, Allah tidak terbatas, sehingga dapat dibatasi oleh mata manusia. Imam Hadi as dalam sebuah kalimat menulis, “Maha Suci Allah yang tidak berbatas. Allah tidak dapat disifati dengan cara seperti ini. Allah tidak memiliki sekutu. Allah Maha Mendengar dan Mengetahui.” (Tauhid Syeikh Shaduq, hal 97)

 

Sebagian dari upaya Ahlul Bait di bidang pemikiran dan budaya adalah menjelaskan masalah kepemimpinan dan Imamah di tengah umat Islam. Masalah ini semakin penting di masa Imam Ali al-Hadi. Karena pada waktu itu dapat dikatakan puncak dari serangan terhadap pemikiran Ahlul Bait. Itulah mengapa penjelasan dan sosialisasi masalah kepemimpinan di tengah umat Islam menjadi sangat penting. Sementara di sisi lain, pengawasan ketat para penguasa Bani Abbasiah membuat aktivitas Imam Ali al-Hadi menjadi sangat sempit dan sulit. Tapi Imam Hadi tidak kehilangan inspirasi dan meninggalkan warisan berharga yang dikenal dengan doa Ziarah Jami’ah (ziarah lengkap).

 

Dalam doa Ziarah Jami’ah ini Ahlul Bait Nabi Saw diperkenalkan sebagai tambang dan sumber ilmu. Ziarah Jami’ah ini patut mendapat pujian karena kefasihannya, sementara kandungannya mencakup ajarah akidah yang tinggi. Warisan tak ternilai ini menjadi metode terbaik yang digunakan Imam Hadi untuk menuntun pemikiran masyarakat Islam dan menjadi lingkaran penyambung umat dan Ahlul Bait.

 

Kami akan menukil sebagian dari isi Ziarah Jami’ah:

“salam kepada para Imam pemberi hidayah, pelita kegelapan, panji ketakwaan dan pemilik akal.

 

Salam kepada kalian, tambang rahmat kebenaran dan khazanah ilmu dan makrifat ilahi...

 

Allah mengingat kalian dengan penuh keagungan, sementara kalian menyebut-Nya Akbar.

 

Kalian tak pernah lepas dari zikir kepada Allah dan tetap merawat janji-Nya.

 

Kalian mengajak manusia dengan argumentasi, hikmah dan nasihat serta menyeru mereka ke jalan kebenaran.

 

Kalian telah menggembirakan Allah dengan berjuang menegakkan agama dan membenarkan setiap hukum yang dibawa oleh para nabi ilahi.”

Tags