Sejarah Permusuhan Arab Saudi Terhadap Iran 5
Banyak yang telah diupayakan Arab Saudi untuk mencegah terkuaknya hubungan dan keterkaitannya dengan kelompok-kelompok radikal dan teroris di kawasan. Di sisi lain, Riyadh berusaha menampilkan sebagai negara di front terdepan dalam pemberantasan terorisme.
Alih-alih mengindikasikan tujuan dan niat serius Saudi dalam pemberantasan terorisme, upaya tersebut justru menimbulkan kekhawatiran di tingkat global soal politik dualisme Arab Saudi. Karena di balik sandiwara upaya pemberantasan terorismenya, Arab Saudi mendukung kelompok-kelompok teroris.
Pasca serangan 11 September 2001, muncul berbagai asumsi soal keterlibatan Arab Saudi dalam serangan teror tersebut. Dalam hal ini, kelompok neo-konservatif Amerika Serikat mengemukakan peran Arab Saudi sebagai sumber, pendidikan dan perkembangan gerakan-gerakan teror di kawasan Timur Tengah, dan oleh karena itu Riyadh harus dihukum.
Borok itu sekarang semakin jelas terbukti. Oleh karena itu, Arab Saudi dengan berbagai politik sandiwara dan dengan klaim anti-terorisme, berusaha membebaskan diri dari tuduhan tersebut. Karena kian terungkapnya hubungan orang-orang Saudi dengan kelompok-kelompok radikal dan teroris seperti Daesh, akan mengguncang posisi Arab Saudi di kancah internasional.
Meski pemerintah Arab Saudi dalam beberapa dekade lalu menekankan kehati-hatian dalam politik luar negerinya, akan tetapi dengan menganalisa kinerja politik luar negeri negara ini dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa Riyadh merasa sangat asldfkj tidak aman. Arab Saudi menilai perubahan perimbangan kekuatan di kawasan akan sangat merugikannya. Atas dasar kekhawatiran tersebut, Arab Saudi memanfaatkan kelompok-kelompok radikal dan teroris untuk menggapai tujuan politik luar negerinya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Arab Saudi memperkuat kelompok-kelompok radikal di Suriah untuk menggulingkan pemerintah Presiden Bashar Al-Assad dan juga di Irak untuk melemahkan pemerintah Baghdad. Kehadiran kelompok-kelompok teroris Daesh merupakan peluang strategis bagi Saudi untuk menggapai tujuannya sehingga dengan demikian, Riyadh berharap dapat mereduksi kelemahan strategisnya di hadapan negara-negara rival.
Menguatnya kelompok teroris Daesh dan pendudukan lebih dari sepertiga wilayah di dua negara Suriah dan Irak pada tahun 2014, serta aksi-aksi brutal mereka di hadapan kelompok target, merupakan salah satu tujuan strategis penting bagi Arab Saudi di kancah global dalam dua tahun terakhir. Kemunculan Daesh dan perluasan wilayah pendudukannya, bukan hanya hanya menimbulkan jatuhnya korban jiwa dan pengungsian warga Irak dan Suriah, melainkan merusak keamanan dan stabilitas kawasan Timur Tengah dan bahkan dunia.
Pada prosesnya, Arab Saudi selain relatif mengiringi gelombang baru internasional anti-terorisme dan Daesh, Arab Saudi memanfaatkan gelombang dan atmosfer baru tersebut untuk mencapai tujuan regionalnya. Oleh karena itu, meski Arab Saudi menunjukkan kemauan untuk memerangi terorisme Daesh, akan tetapi prinsip dan pondasi ideologi Salafi-Wahabi Arab Saudi dan peran regional mereka, membuat para pejabat rezim Al-Saud terus melanjutkan politik mereka. Bagian terpenting dari politik tersebut adalah bahwa di bawah kedok anti-terorisme itu, Arab Saudi menggulirkan gerakan dan langkah-langkah negatif anti-Iran.
Dengan mengandalan berbagai keunggulan seperti letak geografis, sumber-sumber minyak melimpah serta dua kota suci Mekkah dan Madinah—di mana Raja Arab Saudi memperkenalkan diri sebagai Khadim Al-Haramain—Arab Saudi selama beberapa dekade terakhir mengklaim sebagai pemimpin dunia Islam dan juga berusaha keras untuk menjadi kekuatan besar regional.
Mengingat Arab Saudi ditutun memiliki sebuah ideologi dan prinsip pemikiran atau sebuah perspektif khusus untuk berubah menjadi kekuatan besar regional, maka orang-orang Saudi menyebarkan pemikiran Salafi-Wahabi sebagai ideologi politiknya untuk menebar pengaruhnya di kawasan.
Pada hakikatnya pemerintah Arab Saudi dalam beberapa dekade terakhir dengan berbagai langkah ideologis dan keamanan dalam memperluas Salafi-Wahabisme serta pembentukan kelompok-kelompok radikal. Salafisme dan kelompok-kelompok radikal itu menjadi senjata utama Arab Saudi di kawasan dan dalam upaya menyukseskan politik luar negerinya.
Dengan kinerja tersebut dan dengan meluasnya terorisme di kawasan, Arab Saudi mengklaim Iran mengintervensi negara-negara regional, mendukung terorisme dan menjadi ancaman keamanan bagi kawasan. Skenario itu dikemukakan bersamaan dengan penyebaran isu "bulat sabit Syiah" yang kemudian memantik friksi antara Syiah dan Ahlussunnah. Sangat jelas sekali langkah-langkah tersebut adalah dalam rangka menutupi dukungan Saudi untuk kelompok-kelompok teroris.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adil Al-Jubeir, pada 19 Juli dalam sebuah wawancara mengemukakan klaim-klaim repetitif anti-Iran, Irak, Suriah dan HIzbullah Lebanon. Al-Jubeir mengklaim bahwa Arab Saudi tidak melakukan tindakan negatif apapun terhadap Iran. Dia mengklaim bahwa Iran mendukung terorisme di kawasan dan juga kekacauan di Suriah, Irak, Kuwait, Bahrain, Arab Saudi dan Yaman yang pada akhirnya menimbulkan sektarianisme.
Pernyataan itu mengemuka di saat televisi ABC News dalam laporan yang dirilis pertengahan Juli menyinggung dokumen terkait keterlibatan Arab Saudi dalam serangan 11 September dan bahwa ada dua poin yang harus disebutkan dalam hal ini. Pertama adalah tentang laporan 28 halaman tentang peran para pejabat Arab Saudi dalam mendukung Al-Qaeda dan rencana 11 September. Kedua, mengapa ketika CIA mengetahui kehadiran para teroris Al-Qaeda di Amerika Serikat, tidak menginformasikannya kepada FBI dan Gedung Putih.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh inspektuf jenderal CIA, tidak ada satu orang pun di FBI atau Gedung Putih yang mengetahui informasi itu meski 56 personil CIA telah mengetahui masalah ini. Para direktur CIA memberlakukan instruksi agar informasi tersebut jangan sampai bocor.
Pada tahap awal terjadi kebungkaman penuh makna baik di tingkat regional maupun global di hadapan Daesh, namun setelah kelompok itu berubah menjadi ancaman serius bagi para pemain regional dan kekuatan internasional, maka bermunculan sikap geram di hadapan kelompok itu yang pada akhirnya berujung pada pembentukan koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat. Koalisi yang meliputi banyak negara regional yang bernotabene menggulirkan politik standar ganda di hadapan kelompok-kelompok radikal dan teroris. Mereka mendadak tampil sebagai negara-negara di front terdepan dalam memerangi terorisme.
Dalam hal ini, nama Arab Saudi sangat menonjol di mana melalui koordinasi dengan Amerika Serikat terhdap posisi Daesh khususnya di Suriah, Riyadh dapat menampilkan diri serius dalam memberantas terorisme. Namun padaa saat yang sama, Arab Saudi tidak dapat memungkiri hubungan erat perspektif politik dan ekstrim kelompok-kelompok teroris di Timur Tengah dengan rezim Riyadh. Wajar pula bila muncul berbagai pertanyaan soal tujuan dan niat Arab Saudi memberantas terorisme.
Proyek pengobaran perang oleh kelompok-kelompok Takfiri di Suriah dan Irak, sekarang selain terbukti gagal bahkan kontraproduktif bagi Arab Saudi. Masalah yang dihadapi Arab Saudi semakin pelik dan menumpuk. Ditambah lagi dengan perang di Yaman dan paritipasi Arab Saudi dalam penumpasan protes rakyat Bahrain. Belum lagi borok Saudi yang baru saja terbongkar terkait kasus penghapusan nama rezim Al-Saud dari daftar hitam negara-negara pelanggar hak anak oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan mengancam Sekjen PBB, Ban Ki-moon.
Di sisi lain, Arab Saudi sekarang membuka secara terang-terangan hubungannya dengan rezim Zionis dengan harapan untuk mengejar kelemahan strategisnya dari pintu lain. Namun Arab Saudi lupa bahwa rezim Zionis sedang memanfaatkan Al-Saud dan anasir Takfirinya sebagai pionnya, untuk membebaskan dirinya dari dari mimpi buruk muqawama dan juga untuk memperlemah Iran. Dalam peta permainan politik ini diupayakan agar perhatian negara-negara regional untuk tidak tidak terfokus pada Israel dan lebih mengkhawatirkan musuh fiktif. Dan sayang sekali, Arab Saudi sedang mempermulus jalan bagi Israel untuk mencapai tujuan itu.