Dimensi Baru Kejahatan Saudi di Yaman
https://parstoday.ir/id/radio/west_asia-i17524-dimensi_baru_kejahatan_saudi_di_yaman
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan laporan baru seputar jumlah warga yang tewas dan cidera selama 500 hari agresi brutal Arab Saudi ke Yaman. Lebih dari 6.500 warga sipil tewas dan lebih dari 32.000 orang lainnya terluka. Dari setiap 10 orang Yaman, delapan di antaranya membutuhkan bantuan kemanusiaan. Hampir tiga juta warga Yaman telah meninggalkan tempat tinggal mereka dan lebih dari dua juta masih tercatat sebagai pengungsi.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Aug 13, 2016 11:28 Asia/Jakarta

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan laporan baru seputar jumlah warga yang tewas dan cidera selama 500 hari agresi brutal Arab Saudi ke Yaman. Lebih dari 6.500 warga sipil tewas dan lebih dari 32.000 orang lainnya terluka. Dari setiap 10 orang Yaman, delapan di antaranya membutuhkan bantuan kemanusiaan. Hampir tiga juta warga Yaman telah meninggalkan tempat tinggal mereka dan lebih dari dua juta masih tercatat sebagai pengungsi.

Dua pertiga pengungsi lokal sudah lebih dari 10 bulan meninggalkan rumah mereka. Lebih dari 14 juta warga Yaman tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya dan lebih dari setengah dari mereka menghadapi krisis pangan. Hampir 20 juta warga Yaman dari total populasi 21 juta jiwa tidak punya akses ke air bersih, dan lebih dari 14 juta orang tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan.

Laporan badan PBB ini menambahkan bahwa blokade perdagangan Arab Saudi terhadap Yaman telah melumpuhkan perekonomian yang sekarat di negara miskin tersebut. Perkara ini mendorong naiknya angka inflasi dan membuat harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Dari sisi lain, PBB menerbitkan laporan tentang persaingan sengit dua kelompok teroris Al Qaeda dan Daesh di Yaman untuk menduduki berbagai pangkalan militer dan merekrut anggota baru.

PBB mengatakan organisasi teroris Al Qaeda dan Daesh sedang bersaing di tengah kebuntuan politik di Yaman untuk merebut pangkalan-pangkalan militer dan merekrut petempur baru. Berdasarkan laporan tersebut, Daesh dan Al Qaeda memperkuat pengaruhnya di Yaman ketika koalisi Arab pimpinan Arab Saudi sedang sibuk membombardir pangkalan militer dan daerah pemukiman penduduk.

Di tengah persaingan itu, anak-anak dan perempuan tercatat sebagai korban terbesar agresi Al Saud ke Yaman. Mereka menjadi korban tewas dan luka-luka, serta dipaksa mengungsi selama 500 hari serangan Arab Saudi. Menurut laporan terbaru Sekjen PBB Ban Ki-moon, serangan terhadap anak-anak di Yaman meningkat enam kali lipat selama satu tahun lalu dan mencapai 1.953 kasus. Akibat serangan ini dan hanya dalam rentang waktu satu tahun, 785 anak-anak Yaman meninggal dunia.

Rakyat Yaman tidak hanya menjadi korban agresi rezim Al Saud. Mereka juga menjadi korban kebungkaman dan sikap pasif negara-negara Barat, yang mengaku membela hak asasi manusia. Negara-negara Barat adalah sekutu dekat dan strategis Arab Saudi dan menutup mata atas kejahatan Riyadh demi mengamankan kepentingannya. Al Saud melakukan segala jenis kejahatan di Yaman karena mendapat dukungan terselubung dan terang-terangan dari sekutunya di Barat.

Arab Saudi menjadi pembeli utama senjata Amerika Serikat dan negara-negara Eropa pada tahun 2015 di Timur Tengah. Kegiatan penjualan senjata modern Barat ke Saudi terus berlanjut. Rudal yang dipakai untuk membunuh warga sipil Yaman merupakan kombinasi dari bom buatan negara-negara besar Eropa dengan pesawat tempur keluaran AS dan Inggris. Dengan pemboman ini, sarana infrastruktur kota dan industri Yaman juga ikut porak-poranda.

Anehnya, Barat – yang mengaku peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan – tidak malu-malu untuk mendukung pelanggaran berat HAM yang dilakukan Saudi di Yaman. Padahal, gambar anak-anak dan perempuan Yaman yang dikeluarkan dari rumah-rumah yang hancur dibom oleh jet tempur Saudi tersebar ke seluruh dunia. Dalam satu kasus, Deputi Menteri Luar Negeri Inggris Tobias Ellwood terpaksa mengakui adanya pelanggaran HAM di Yaman setelah ditanya oleh beberapa aktivis pembela hak-hak sipil.

Dalam satu pernyataan, Ellwood mengatakan, "Ada kesalahan jika dalam penilaian kasus ini menyebutkan bahwa sama sekali tidak ada bukti yang mengindikasikan pelanggaran hukum humaniter internasional di Yaman oleh Arab Saudi." Ia mengoreksi pernyataan yang dikeluarkan oleh tiga menteri Inggris terkait serangan Saudi ke Yaman. Para menteri sebelumnya mengatakan bahwa kami menilai belum ada pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Saudi di Yaman.

Setelah perilisan laporan tentang serangan udara koalisi pimpinan Saudi ke rumah sakit dokter lintas batas di Provinsi Saada, Mantan Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond pada Januari lalu mengatakan, sama sekali tidak ada dokumen yang menunjukkan pelanggaran HAM.

Namun, pemerintah Inggris dipaksa untuk menarik kembali sejumlah pernyataan tertulis dan lisan kepada parlemen, yang mengatakan para menteri telah menilai bahwa Saudi tidak melanggar hukum humaniter internasional di Yaman. Partai Liberal Demokrat Inggris berulang kali menyatakan bahwa kampanye militer Saudi telah menargetkan warga sipil.

Juru bicara urusan luar negeri Partai Liberal Demokrat, Tom Brake mengatakan, Menlu Ellwood telah dibuat pusing setelah mencoba untuk mempertahankan posisi munafik pemerintah tentang Arab Saudi dan Yaman. Ia menambahkan, "Setelah menghabiskan banyak waktu, pemerintah mengaku telah membuat penilaian apakah Saudi telah melanggar hukum humaniter internasional di Yaman, kita sekarang mengetahui bahwa mereka tidak membuat penilaian seperti itu dan anggota parlemen dibuat sesat tentang masalah ini."

Peran PBB dalam mengabaikan kejahatan Saudi serta pembantaian perempuan dan anak-anak Yaman juga merupakan sebuah kasus, yang menjadi noktah hitam dalam kinerja 10 tahun Ban Ki-moon. Padahal, tim pakar PBB dalam laporannya menempatkan nama Arab Saudi dalam daftar negara-negara pelanggar hak-hak anak. Namun sungguh mengejutkan dan amat disayangkan ketika Ban menarik kembali nama Saudi dari daftar tersebut dalam laporannya ke Dewan Keamanan.

Langkah Sekjen PBB mengundang banyak pertanyaan seputar kinerja badan dunia itu. Mengapa Ban terpaksa harus mencabut nama Saudi dan koalisi pimpinannya dari daftar hitam pelaku pelanggaran hak-hak anak? Apakah aksi-aksi seperti ini sudah sering digeluti PBB? Lalu, apa implikasi dari tindakan ceroboh Sekjen PBB ini?

Duta Besar Iran untuk PBB Gholamali Khoshroo dalam pertemuan Dewan Keamanan untuk membahas isu anak dan konflik bersenjata, mengatakan keputusan menghapus nama Arab Saudi dari daftar hitam sebagai pengkhianatan terbesar terhadap anak-anak yang tidak berdaya. Dia menegaskan, "Serangan udara di Yaman yang menewaskan anak-anak Yaman, tidak menghasilkan apapun selain mendorong pertumbuhan Al Qaeda dan Daesh."

Khoshroo menyebut penerapan tekanan dan pengaruh politik untuk menutupi pembantaian anak-anak dan penghancuran gedung sekolah dan rumah sakit sebagai hal yang patut disesalkan dan memprihatinkan. Ia menambahkan, "Tahun lalu, rezim Zionis Israel meskipun terang-terangan melakukan kejahatan terhadap anak-anak di Gaza, namun namanya tidak masuk daftar hitam PBB dan tahun ini kita menyaksikan bagaimana koalisi Arab pimpinan Saudi, yang telah ditetapkan oleh tim ahli PBB bertanggung jawab atas pembantaian warga sipil Yaman termasuk 785 anak-anak, pada awalnya nama mereka masuk daftar hitam PBB, namun amat mengejutkan ketika nama mereka ditarik kembali akibat tekanan politik dan ancaman pendanaan."

Negara-negara Barat juga memilih bungkam atas kejahatan rezim Al Saud di Yaman karena mengharapkan minyak Saudi dan dana investasi dari negara itu. Barat juga tidak peduli dengan dukungan Saudi terhadap terorisme dan ekstremisme di Suriah dan daerah-daerah lain di Timur Tengah. Uang minyak Saudi bahkan membuat keputusan Ban Ki-moon berubah seketika.

Ban sedang merusak reputasinya pada bulan-bulan terakhir masa jabatannya. Ia telah menunjukkan bahwa betapa sekjen PBB berada di bawah pengaruh kebijakan negara-negara Barat, yang mengaku membela HAM.