Rencana Kesepakatan Abad; Pengkhianatan terhadap Cita-cita Palestina
Amerika Serikat bersama sejumlah rezim Arab termasuk Al Saudi dan Al Khalifa mengejar rencana rekayasa untuk menyelesaikan masalah Palestina yang tidak mengakui sedikitpun hak bagi rakyat Palestina.
Mengabaikan hak-hak jutaan pengungsi Palestina, pelucutan senjata Muqawama, pembentukan negara Palestina tanpa tentara dan mengubah kota Quds pendudukan lebih berwajah zionis termasuk salah satu klausa penting dari rencana "Kesepaktan Abad" Amerika Serikat, yang bahkan tidak disetujui satu pun dari kelompok Palestina.
Peran Arab dalam Rencana Kesepakatan Abad
Donald Trump, Presiden Amerika Serikat telah mengusulkan Kesepakatan Abad sejak 2017 dengan menekan Arab Saudi, Bahrain dan Uni Emirat Arab untuk membiayai rencana tersebut. Dalam kerangka yang sama, pertemuan Bahrain, yang merupakan tahap pertama dari implementasi rencana Kesepakatan Abad akan diadakan di Manama pada 25-29 Juni 2019.
Salman Razavi, pakar masalah Palestina terkait rencana Kesepakatan Abad Amerika Serikat mengatakan, "Sejumlah negara Arab akan membayar proyek tersebut, yang berarti bahwa Amerika hanya akan membayar 20%, Eropa 10%, dan negara-negara Arab 70%.
Arah Konferensi Manama mengungkapkan bahwa rezim Saudi dan Bahrain melangkah di jalur pengkhiatan terhadap cita-cita Palestina, meskipun ditentang oleh umat Islam.
Dalam berbagai momen, Umat Islam menyatakan penentangan mereka terhadap rencana Kesepakatan Abad Amerika dan menekankan bahwa mereka tidak akan pernah mundur dari perlawanan.
Dalam hal ini, Sekretaris Jenderal Hizbullah Libanon Sayid Hasan Nasrallah menekankan bahwa menghadapi Kesepakatan Abad merupakan kewajiban agama, moral, nasional dan politik umat Islam. Sekjen Hizbullah mengatakan, "Poros Muqawama akan menghadapi perealisasian rencana Amerika ini."
Pemimpin Besar Revolusi Islam tentang rencana Kesepakatan Abad Amerika Serikat menekankan, "Rencana yang dikenal dengan Kesepakatan Abad tidak akan berhasil."
Ayatعllah Khamenei dalam khutbah Idul Fitri tahun ini di Mosalla Imam Khomeini merujuk pada masalah Palestina dan plot pengkhiatan Amerika Serikat sebagai "Kesepakatan Abad" dan menyebutkan sebagai salah satu masalah pertama di dunia Islam. Rahbar menjelaskan, "Pengkhianatan beberapa negara di dunia Islam, seperti Bahrain dan Arab Saudi telah mengilhami rencana semacam itu."
Merujuk pada penyelenggaraan Konferensi Ekonomi di Bahrain yang merupakan satu paket dengan rencana Kesepakatan Abad, Pemimpin Besar Revolusi Islam mengatakan, "Konferensi itu disponsori Amerika, tetapi penguasa Bahrain dengan kelemahan, ketidakmampuan dan semangat anti-Muslim dan anti-Islam justru menjadi tuan rumah dan , dan mempersiapkan segala demi konferensi ini. Para penguasa Bahrain dan Arab Saudi harus tahu betapa mereka telah melangkah di lumpur hidup!"
Perencanaan Konferensi Ekonomi Manama di Bahrain dan mengabaikan masalah Palestina pada dua pertemuan puncak Arab baru-baru ini di Dewan Kerja Sama Teluk Persia dan Liga Arab di Mekah (30 dan 31 Mei 2019) adalah tanda-tanda nyata pengabaian rezim Saudi dan Al Khalifa akan cita-cita dan hak mendasar bangsa Palestina.
Upaya normalisasi dari beberapa rezim Arab dengan rezim Zionis adalah fokus utama dari rencana Kesepakatan Abad yang bertujuan untuk menjamin keamanan rezim yang rapuh ini dan pengembangan wilayah pendudukan Palestina.
Pendudukan Zionis Israel sepenuhnya atas al-Quds merupakan keinginan Amerika Serikat dan diperkirakan dalam rencana Kesepakatan Abad dan adopsi kedaulatan palsu Zionis Israel di Dataran Tinggi Golan Suriah juga dalam konteks kerangka itu.
Dalam keadaan seperti itu, rezim Saudi, Al Khalifa dan Uni Emirat Arab sedang mengejar perealisasian rencana Amerika Serikat, bahkan mereka siap untuk mengorbankan cita-cita Palestina demi kebijakan non-Islam mereka.
Sekaitan dengan hal ini, Karim Emile Bitar, Direktur Institut Ilmu Politik di Universitas Saint Joseph, Beirut, Lebanon, menyinggung penolakan tegas rakyat Palestina dengan rencana Amerika Serikat seraya mengatakan, "Substansi sebenarnya rencana Kesepakatan Abad merupakan upaya untuk menciptakan hhubungan dekat antara Zionis Israel dengan negara-negara di sekitar Teluk Persia dengan harga mengorbankan hak-hak rakyat tertindas Palestina."
Pengabaian beberapa rezim Arab terhadap masalah pertama dunia Islam, yakni Quds dan cita-cita Palestina, sementara para peringatan Hari Quds Sedunia tahun ini berubah menjadi penentangan besar-besaran dari bangsa-bangsa Islam-Arab dan kelompok-kelompok Palestina dengan rencana Amerika Kesepakatan Abad dan dukungan untuk Quds.
Pesan Global Hari Quds Sedunia
Pawai Hari Quds Sedunia tahun ini diselenggarakan di lebih dari 100 negara dan menunjukkan bahwa cita-cita dan hak-hak rakyat Palestina tidak dapat dinegosiasikan dengan rencana apa pun, dan "Muqawama" akan mencegah rencana Amerika-Arab-Zionis bernama Kesepakatan Abad.
Carlos Santa Maria, pakar urusan politik dari Kolombia mengatakan, "Penting menyelenggarakan pawai Hari Quds Sedunia agar masalah Palestina tetap hidup dan deklarasi solidaritas dengan rakyat Palestina harus tetap hidup selamanya."
Pawai Hari Quds Sedunia tahun ini menunjukkan rencana Kesepakatan Abad tidak diakui satupun dari faksi-faksi Palestina dan umat Islam-Arab. Rencana tersebut mengabaikan hak-hak mendasar rakyat Palestina, khususnya para pengungsi Palestina dan hanya bertujuan untuk memperluas pendudukan rezim Zionis Israel.
Dengan semakin menguatnya persatuan dan solidaritas di negara-negara Islam, rencana Kesepakatan Abad hanya akan berakhir dengan kegagalan dan pengalaman dari pelbagai rencana masa lalu Amerika Serikat untuk menyelesaikan masalah Palestina membuktikan hal ini.
Pelbagai pemerintah yang berkuasa di Amerika Serikat masing-masing berusaha untuk mengakhiri masalah Palestina dan Zionis Israel dalam satu rencana sepihak, tetapi masing-masing proyek ini gagal karena tidak sesuai dengan kenyataan sejarah Palestina dan hanya demi kepentingan rezim Zionis.
Negosiasi normalisi yang dilakukan selama bertahun-tahun antara Otorita Palestina dan rezim Zionis adalah contoh nyatanya yang diupayakan dengan dukungan pemerintah AS, tetapi gagal mencapai tujuannya karena tidak memperhatikan sedikitpun hak bagi cita-cita Palestina.
Dalam nada yang sama, pakar urusan luar negeri, Hossein Ajorloo mengatakan, "Pelbagai rencana AS untuk Palestina sampai sekarang bukan saja tidak pernah dilaksanakan, tetapi juga belum divalidasi. Amerika Serikat yang mengakui dirinya sebagai kekuatan hegemoni global ingin mengatakan bahwa kami punya rencana untuk masalah Palestina dan berusaha menunjukkannya."
Persatuan Faksi-faksi Palestina
Rencana Kesepakatan Abad disampaikan di tingkat regional dan internasional, ketika faksi-faksi Palestina yang sekalipun memiliki perbedaan pendapat di antara mereka, tapi memiliki satu sikap terkait rencana Amerika ini.
Kapan saja, hak dan aspirasi rakyat Palestina telah menjadi sasaran kekuatan-kekuatan global, faksi-faksi Palestina akan mengambil posisi bersama dan tegas menolaknya.
Dalam nada yang sama, Mahmoud Abbas, Pemimpin Otorita Palestina, baru-baru ini merujuk ke pertemuan Bahrain yang bertujuan membahas ekonomi rencana Kesepakatan Abad Amerika mengatakan, "Kesepakatan Abad atau kesepakatan memalukan dan konferensi ekonomi Bahrain, keduanya akan bergabung di jahannam."
Mahmoud Abbas menambahkan, "Rencana Kesepakatan Abad tidak akan dilaksanakan dan masalah Palestina hanya memiliki solusi politik."
Ziyad Al-Nakhaleh, Sekjen Gerakan Jihad Islami Palestina juga menekankan bahwa rencana Kesepakatan Abad menjadi awal untuk mendominasi seluruh negara Islam seraya mengatakan, "Dalam kondisi yang demikian, Muqawama menjadi wajib hukumnya bagi semua umat Islam di dunia."
Saat ini, perhatian utama umat dan pemerintah Islam adalah masalah Palestina dan lamban dalam hal ini adalah pengabaian terhadap hak-hak kaum tertindas. Mengejar pemenuhan hak-hak kaum tertindas juga memiliki aspek Islam, moral, agama dan kemanusiaan.
Dalam hal ini, Republik Islam Iran secara konsisten memperjuangkan hak-hak warga Palestina yang tertindas di kawasan dan dunia dan tidak pernah meninggalkan upaya untuk memenuhi hak-hak Palestina dan untuk memperkuat kekuatan pencegahan kelompok-kelompok perlawanan Palestina menghadapi rezim Zionis Israel.
Ali Shamkhani, Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran mengatakan, "Republik Islam dengan segala masalah dan sanksi yang dihadapinya tetap melanjutkan dukungan atas kelompok-kelompok Muqawama, khususnya di Palestina."
Yahya al-Sinwar, Ketua Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) di Jalur Gaza baru-baru ini dalam Konferensi Internasional Mendukung Intifada Bangsa Palestina di kota Gaza mengatakan, "Bila tidak ada dukungan Iran, hari ini Muqawama Islam Palestina tidak akan memiliki kekuatan seperti ini."