Jejaring Sosial dan Perdagangan Artefak Kuno
Setelah minyak, penyelundupan barang antik dan artefak kuno telah dan terus menjadi sumber pendapatan paling penting bagi pasukan Daesh (ISIS). Banyak benda bersejarah bernilai jutaan dolar yang dijarah oleh kelompok teroris ini dari situs kuno dan dengan mudah dijual di pasar gelap atau melalui internet.
Belum lama sejak Daesh menjadi berita utama dan setiap hari media menggambarkan kejahatan mereka. Kami tidak lupa bahwa unsur-unsur Daesh setiap kali memasuki setiap kota hampir tindakan pertama yang mereka lakukan adalah menghancurkan monumen bersejarah dan nasional. Menurut UNESCO, elemen-elemen Daesh sepenuhnya menghancurkan dan menjarah barang-barang antik seperti Nimrud, Hatra dan museum Mosul di Irak, serta monumen kuno dan bersejarah di Suriah seperti Aleppo, Idlib, Daraa, Hama dan kota bersejarah Palmyra.
Daesh tidak pernah menyembunyikan penghancuran monumen kuno Suriah dan Irak, bahkan mesin propaganda kelompok teroris ini, dengan menerbitkan gambar dan tulisan kepada dunia, telah mengungkapkan berbagai dendam aneh pada sejarah dan sisa-sisa masa lalu dan serius menghancurkan sejarah dan identitas rakyat.
Mengenai permusuhan Daesh terhadap barang antik dan artefak kuno, seringkali ada dua pandangan yang tumpang tindih; alasan ideologis dan alasan ekonomi.
Majalah online, yang dikenal sebagai "Dabiq", terkat alasan dan motif utama anasir teroris Daesh untuk menghancurkan artefak kuno mengklaim sebagai berikut, orang-orang Kafir menemukan patung dan reruntuhan generasi sebelumnya dan berusaha mengidentifikasi mereka sebagai bagian dari identitas mereka, padahal mereka tidak memiliki nilai sama sekali.
Dalam menganalisa masalah ini kita dapat menyebutkan beberapa alasan; Alasan pertama terkait kebencian kelompok ini dari masa lalu dan sejarah. Alasan kedua, keuntungan dari penjualan artefak kuno yang dijarah menjadi pendapatan kelompok ini. Sebagai alasan ketiga, dapat juga dicatat bahwa penghancuran dan penjarahan artefak bersejarah secara simultan, pada kenyataannya adalah membangun sistem yang kejam dan tidak mengenal belas kasihan di kota-kota yang diduduki dan mengontrol mental masyarakat di wilayah ini.
Tetapi banyak laporan dan studi menunjukkan bahwa signifikansi ekonomi dari perilaku Daesh adalah yang pertama dan terutama penting dan setelah penjualan minyak, hampir setengah dari pendapatan bulanan Daesh dihasilkan dari penjarahan karya-karya kuno dan penyitaan properti.
Selain Daesh, yang secara historis menghancurkan situs bersejarah di wilayah yang diduduki atau menyelundupkan barang antik, selama empat tahun terakhir selama perang Saudi terhadap Yaman, sejarah Arab telah menghadapi invasi lain yang mengarah pada kehancuran.
'Amidah Sya'lan, seorang arkeolog mengatakan, "Warisan budaya Yaman dan peradaban manusia Yaman sedang di ambang kehancuran, dan penghancuran bendungan, istana, kuil, patung, masjid, dan kastil yang telah berusia empat ribu tahun di negara ini sangat memprihatinkan."
Sebelumnya, dengan kedatangan kelompok-kelompok teroris al-Qaeda dan Daesh di provinsi selatan Yaman, termasuk Marib, banyak warisan kuno dari daerah ini dihancurkan dan yang lainnya dicuri lalu diselundupkan ke luar negeri. Selain penjarahan, beberapa kastil dan masjid di kota-kota bersejarah Yaman telah menjadi tempat konflik dan peperangan, termasuk Masjid dan Madrasa al-Amiriya di kota Rada, Yaman (dari abad kesepuluh atau 16 M) Yang dihancurkan oleh serangan al-Qaeda. Dinding benteng kota Rada, juga dibangun pada abad ketiga, dihancurkan dalam bentrokan teroris al-Qaeda pada tahun 2014.
Jelas, Daesh tidak sendirian dalam penghancuran sejarah dan pencurian identitas ini dan mendapat keuntungan besar dari keterlibatan negara-negara asing. Karya-karya ini awalnya dibeli oleh perantara di Turki dan Lebanon dan kemudian para broker menjual karya-karya ini ke kolektor di Eropa atau Amerika Serikat, sehingga sumber dari mana barang antik ini didapatkan menjadi tersembunyi.
Deborah Lohr, ketua dan pendiri "Koalisi Global untuk Perlindungan Barang Antik" mengatakan, "Para petugas bea cukai tahu bahwa satu kilo kokain ilegal, tetapi ketika mereka melihat vas kuno, mereka tidak tahu apakah Itu adalah pembelian seorang turis atau potongan yang berusia tiga ribu tahun."
Meskipun permintaan internasional telah meningkat untuk menghentikan perdagangan ini, tetapi laporan menunjukkan beberapa barang antik yang dijarah Suriah dijual di Facebook. Seperti dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah koin kuno, tablet bunga, patung emas dan manuskrip dalam bahasa Ibrani dan Aramaic telah disiapkan untuk dijual di jejaring sosial ini.
Menurut Keith Paul, seorang arkeolog dan profesor sejarah di Ohio University, tim peneliti memantau 95 kelompok Facebook yang anggotanya adalah penjarah, penjual dan pembeli barang antik. Tim datang ke empat kelompok di Suriah, yang mengumumkan penjualan barang antik Yaman di 56 pos dan menawarkan 450 barang antik untuk menjual barang antik Suriah.
Dia mengatakan, "Masih ada 91 kelompok lain masih tetap untuk melakukan penelitian. Jumlah barang antik yang ditawarkan untuk dijual signifikan. Prasasti terukir, patung perunggu dan barang antik termasuk karya-karya seperti itu."
Tentu saja, Facebook telah menghapus halaman tentang barang-barang curian ini setelah menerima laporan bisnis ilegal ini, tetapi laporan menunjukkan bahwa Daesh berencana untuk menjual barang-barang curian melalui perantara di jejaring sosial lain karena museum dan rumah Lelang di seluruh dunia telah diperingatkan untuk melakukan transaksi seperti itu.
Perlu dicatat bahwa pada November 2015, saluran televisi al-Alam mengutip seorang pejabat di Kongres Rakyat Yaman bahwa Abdul Aziz bin Fahd Al Saud, salah satu pangeran Saudi terlibat dalam penjarahan enam puluh dan tiga artefak bersejarah Yaman dan menyelundupkannya ke luar negeri.
Pejabat Yaman itu mengatakan, "Laporan intelijen mengkonfirmasi bahwa pangeran Saudi telah melelang artefak kuno curian di rumah lelang di Inggris, sebuah artefak bersejarah dari provinsi Marib yang bernilai jutaan dolar."
Pada Juli 2017, surat kabar Daily Telegraph di London menulis dalam sebuah laporan yang dikutip oleh korespondennya di New York, "Perusahaan Amerika Serikat menjual karya seni Hobby Lobby, dalam rangka penyelesaian hukum, ribuan barang bersejarah diselundupkan dari Irak dengan menggunakan informasi palsu dari Uni Emirat Arab dan Zionis Israel ke Amerika Serikat. Perusahaan itu telah setuju untuk membayar 3 juta dolar sebagai denda dan mengirimkan 5.500 benda bersejarah yang diselundupkan dari Irak.
Poin penting adalah bahwa tidak ada referensi untuk keterlibatan kelompok teroris dalam kasus ini, tetapi Hobby Lobby telah mengakui bahwa mereka tidak mengetahui kompleksitas yang terlibat dalam berinteraksi dengan benda-benda bersejarah ini, dan dalam konteks ini, hanya puas dengan pengalaman para pedagang dan perusahaan kargo dan masalah ini telah menyebabkan "kesalahan yang menyedihkan".
Pada akhirnya, kita perlu menunjukkan bahwa peristiwa seperti itu tidak eksklusif untuk negara-negara Arab, dan penjarahan serta penghancuran karya-karya kuno di negara-negara seperti Afghanistan juga telah dicatat. Pada bulan Juni 2018, "Laeeq Ahmadi" yang bertanggung jawab di departemen arkeologi Universitas Bamyan mengatakan, "Negara-negara asing, dan di puncaknya, Inggris, menggunakan agen domestik untuk menghancurkan dan menyelundupkan artefak Bamyan dan patung-patung besar Buddha, karya-karya yang tidak bergerak untuk dipindahkan ke museum-museum Inggris."
Ahmad Jooyande, anggota Komisi Hubungan Internasional Parlemen Afghanistan juga mengatakan bahwa pasukan militer asing siang dan malam sedang menggali beberapa area untuk mencari artefak kuno negara itu.
Dalam nada yang sama, Ahmed Hammoud, kepala Departemen Kepurbakalaan Suriah mengatakan bahwa setidaknya 10.000 situs arkeologi Suriah mengalami kerusakan, penjarahan dan pengeboran ilegal, dan bahwa perbukitan kuno negara itu dihancurkan oleh pengeboran ilegal dan harta karunnya hilang.
Hammoud menjelaskan bahwa setidaknya satu juta artefak kuno dikeluarkan dari Suriah lewat perbatasan, khususnya perbatasan bersama dengan Turki, Yordania dan Palestina pendudukan. Ia menyatakan bahwa ada sekitar 16 ribu manuskrip yang telah dicuri. Ia juga menyinggung pencurian lebih dari 6.000 barang antik dari Museum Raqqah (yang waktu itu berada di bawah pendudukan Daesh) dan mengatakan bahwa sebagian besar dari karya-karya ini akan dikirim melalui Turki ke bagian lain dunia.
Beberapa media telah menulis bahwa kota Gaziantep, Turki, adalah pusat penjualan sejarah dan barang antik terbesar yang dijarah anggota kelompok teroris Daesh dari Suriah, kota tempat Daesh menyelundupkan minyak melalui Aleppo, utara Suriah ke Gaziantep.
Sangat menarik untuk mengetahui bahwa para pendukung kelompok teroris juga mendukung mereka, bahkan dalam menjarah dan menjual barang antik. Menteri pariwisata Suriah, Besher Riad Yazji mengatakan, beberapa barang antik Suriah dikirim ke rezim Zionis, dan sebagian besar kelompok yang menjarah barang antik terkait dengan rezim ini.