Perlawanan Rusia atas Barat di Suriah
(last modified Sat, 22 Sep 2018 10:36:04 GMT )
Sep 22, 2018 17:36 Asia/Jakarta

Dengan memperhatikan operasi militer pasukan pemerintah Suriah dan sekutunya untuk membebaskan Provinsi Idlib, barat laut Suriah dari tangan teroris, dalam beberapa pekan terakhir negara-negara Barat terlihat sangat cemas dan berulangkali mengeluarkan peringatan soal operasi ini.

Amerika Serikat dan sekutu Eropanya yaitu Inggris dan Perancis yang selama ini selalu memberi dukungan atas teroris di Suriah, memperingatkan jika sampai terjadi penggunaan senjata kimia di Idlib, maka ketiga negara itu akan menyerang Suriah.

Kenyataannya, kemenangan militer Suriah dan sekutunya di berbagai wilayah negara itu, dan sekarang tengah bersiap membebaskan Idlib, benteng terakhir teroris, memicu reaksi keras dari negara-negara pendukung teroris terutama Amerika. Idlib adalah perlindungan terakhir dan tempat berkumpulnya sejumlah kelompok teroris di Suriah.

Perbandingan kekuatan Rusia dan Amerika Serikat

Pengamat terorisme Amerika, Stephen Landman mengatakan, Front Al Nusra yang berada di bawah payung dukungan Amerika dan kelompok-kelompok teroris afiliasi Al Qaeda lainnya, saat ini memegang kontrol Idlib.

Ia menambahkan, berkedok pemberontak atau pasukan anti-pemerintah Suriah di Idlib, mereka tidak lain adalah pasukan bayaran Dinas Intelijen Amerika, CIA dan Agen Intelijen rezim Zionis Israel, Mossad yang bekerja untuk kepentingan Amerika, NATO, Israel dan para penguasa kawasan yang memusuhi independensi serta kekuatan Suriah.

Mengingat militer Suriah dan sekutunya akan segera menggelar operasi pembebasan Idlib, sekarang Washington sedang berusaha mencari alasan untuk menyerang Suriah guna menyelamatkan teroris dukungannya.

Amerika dan sekutu Eropanya memperingatkan kemungkinan penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah dalam operasi militer di Idlib dan menegaskan, segala bentuk serangan kimia oleh militer Suriah akan mendapat reaksi keras.

Perkembangan terakhir dalam masalah ini, delapan negara Eropa hari Kamis, 6 September 2018 mengeluarkan pernyataan bersama bertema "Situasi Idlib" yang menurut mereka mengkhawatirkan karena akan menjadi sasaran eskalasi langkah militer Suriah dan Rusia. Mereka mengklaim, operasi militer Suriah dan Rusia di Idlib dapat menciptakan bencana kemanusiaan bagi warga sipil.

Hal ini disampaikan Belgia, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Polandia, Swedia dan Inggris. Seperti juga Amerika, mereka berbicara soal kemungkinan penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah.

Kedelapan negara Eropa itu juga menyinggung pertemuan segitiga Iran, Rusia dan Turki di Tehran dan meminta ketiga negara tersebut untuk menjaga gencatan senjata dan penerapan zona deeskalasi yang sebelumnya sudah disepakati.

Kemenangan Bashar Al Assad dan pemerintah Suriah dalam perang internal di negara itu serta kesiapan militer Suriah dan sekutunya untuk membebaskan Idlib, secara langsung melahirkan keputusasaan Barat atas kelompok teroris dukungannya di Suriah. Deputi juru bicara pemerintah Jerman, Ulrike Demmer terkait hal ini menyatakan, kami berharap Rusia mencegah pemerintah Suriah dari bencana semacam ini.

Sebelumnya Barat juga pernah menuduh Suriah menggunakan senjata kimia dan dua kali menyerang negara itu atas tuduhan tersebut. Kali ini Barat menggunakan tuduhan serupa untuk menyerang Suriah namun mendapat protes keras dari Rusia.

Wakil tetap Rusia di PBB, Vasily Nebenzya mengatakan, Moskow berharap pemerintah Amerika dan sekutunya yaitu Perancis dan Inggris menunjukkan penghormatan terhadap aturan internasional dan memberikan informasi ke Organisasi Pelarangan Senjata Kimia, OPCW soal gudang-gudang yang menurut klaim mereka digunakan Suriah untuk memproduksi senjata kimia.

Perlawanan Rusia atas Barat

Permintaan itu tidak pernah digubris baik oleh Amerika maupun sekutu Eropanya, karena ini hanyalah alasan mereka untuk menyerang Suriah. Terlebih karena atas kesepakatan Amerika, Rusia dan Suriah, seluruh gudang kimia Suriah dan isinya sudah dimusnahkan di bawah pengawasan internasional.

Wakil tetap Amerika di PBB, Nikki Haley sempat menunjukkan foto warga Idlib di Twitternya dan menulis komentar, saat Rusia dan Suriah bersikeras memerangi terorisme, realitasnya mereka ingin membombardir sekolah, rumah sakit dan rumah-rumah warga di Idlib.

Tanpa menyinggung sedikitpun kejahatan teroris di Idlib, Haley mengklaim, Rusia dan Suriah ingin menghukum warga sipil yang seharusnya dipuji karena berani berdiri melawan Bashar Al Assad.

Televisi CNN mengutip pernyataan pejabat Amerika mengabarkan, para pakar intelijen dan militer Amerika sudah menyiapkan daftar target jika serangan ke Suriah jadi dilakukan. Menurut CNN, jika pemerintah Suriah dalam operasi di Idlib menggunakan senjata kimia, maka Amerika akan membalasnya.

Presiden Amerika, Donald Trump memperingatkan Rusia dan Iran bahwa kerja sama dengan pemerintah Suriah dalam menyerang Idlib adalah sebuah kesalahan fatal. Trump mengatakan, Rusia dan Iran melakukan kesalahan besar jika ikut serta dalam tragedi kemanusiaan ini dan mungkin saja ratusan ribu orang tewas. Oleh karena itu, Barat termasuk Amerika dan beberapa negara Eropa saat ini memberikan tekanan besar kepada Suriah. 

Meningkatnya tekanan Amerika dan penempatan jet tempur serta kapal perang Amerika di sekitar Suriah yang jelas-jelas merupakan pertanda serangan ke Suriah, mendapat reaksi dari Rusia. Moskow menggelar manuver militer besar di Laut Mediterania Timur dan perairan sekitar Suriah.

Angkatan Laut dan Angkatan Udara Rusia ikut serta dalam latihan militer besar itu. Manuver militer tersebut dihadiri oleh 26 komandan armada utara, Baltik dan Laut Hitam serta armada Kaspia yang meliputi dua kapal selam dan pesawat pembom strategis, pesawat anti-kapal selam, dan digelar tanggal 1-8 September 2018.

Meski pihak Rusia mengaku bahwa latihan militer ini tidak ada kaitannya dengan ancaman terbaru Amerika terhadap Suriah, namun kenyataannya, manuver militer itu dilakukan di saat ketegangan antara Amerika dan Rusia terkait masalah Suriah, mencapai puncaknya.

Bendera Amerika Serikat dan Rusia

Manuver militer besar Rusia di Laut Mediterania Timur, mengingat personil militer dan peralatan yang digunakan, juga waktu pelaksanaannya, jelas menunjukkan bukan hanya peringatan serius untuk Barat, tapi dukungan nyata Moskow atas Damaskus dalam upaya pembebasan Idlib. Terutama karena radar-radar yang dipasang di kapal-kapal perang Rusia dapat mengirim informasi ke sistem rudal S-400 di Suriah untuk melacak rudal-rudal jelajah Amerika dan Eropa.

Rusia dan Suriah menuding Barat sedang mempersiapkan skenario serangan kimia di Idlib lalu melemparkan tuduhan kepada militer Suriah sehingga membuka peluang serangan militer Amerika dan sekutu Eropanya ke Suriah.

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov sudah menyerahkan bukti-bukti skenario serangan kimia fiktif di Suriah ke PBB dan OPCW. Moskow mengumumkan, bukti-bukti kuat dari berbagai sumber sudah diserahkan kepada PBB dan OPCW. Lavrov memperingatkan Barat agar tidak bermain api di Idlib.

Dalam menghadapi ancaman dan tuduhan Barat terutama Amerika, Rusia punya pandangan lain tentang situasi Idlib. Presiden Rusia, Vladimir Putin menegaskan, kelompok-kelompok teroris yang tersisa, berkumpul di Idlib dan mereka berusaha merusak gencatan senjata serta menggunakan senjata kimia untuk provokasi.

Menurut Putin, prioritas Rusia adalah memberantas terorisme di Suriah dan tujuan kami adalah mengusir teroris dari Idlib yang merupakan bahaya bagi rakyat Suriah. Putin mengaku memiliki bukti-bukti kuat yang menunjukkan teroris sedang mempersiapkan skenario dan langkah provokatif.

Ia menuturkan, terjadi pertempuran di dalam Idlib dan kami juga berpendapat itu harus diakhiri. Teroris menjadikan warga sipil sebagai tameng hidup. Di Raqqa juga sempat terjadi, dan upaya kami adalah mengevakuasi warga sipil dari wilayah-wilayah perang.

Wakil tetap Rusia di PBB, Kamis, 6 September 2018 dalam sidang luar biasa Dewan Keamanan mengatakan, Moskow meminta Washington untuk mengumumkan target-target yang akan diserang di Suriah jika sampai terjadi serangan kimia.

Di sisi lain, pemerintah Amerika tidak pernah bisa menunjukkan bukti keberadaan senjata kimia Suriah. Menurut Vasily Nebenzya, apa perlunya pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia untuk menyerang warganya sendiri, terlebih karena mereka sudah pernah dibombardir dua kali atas tuduhan ini.