Perkembangan Terakhir RUU TPKS di DPR
Presiden RI Joko Widodo menilai, keberadaan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) diperlukan untuk memberikan perlindungan maksimal bagi korban kekerasan seksual.
Oleh karena itu, ia berharap agar pembahasan dan pengesahan RUU itu dapat dipercepat.
"Saya berharap RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini dapat segera disahkan," ujar Jokowi dalam keterangan video yang diunggah kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (4/1/2022).
RUU TPKS sendiri proses pembentukannya telah dimulai sejak 2016 dan hingga kini masih berproses di DPR.
Melihat lamanya proses pembentukannya, Jokowi akhirnya memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga untuk segera berkoordinasi dan berkonsultasi dengan DPR.
Tak sampai situ, Jokowi juga telah meminta kepada gugus tugas pemerintah yang menangani RUU TPKS, untuk segera menyiapkan daftar inventarisasi masalah terhadap draf RUU yang sedang disiapkan DPR.
Sedikit ditarik ke belakang, proses pembentukan RUU TPKS ini sempat tersendat ketika RUU itu tak jadi dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada Desember 2021 lalu.
Ada beberapa kendala yang dicatat Kompas.com pada saat itu:
1. Draf tak disetujui dua fraksi
Saat Badan Legislasi menggelar rapat pada 8 Desember, diputuskan untuk menyetujui draf RUU TPKS. Tujuh fraksi menyetujui draf tersebut. Sementara, ada dua fraksi yang tak setuju.
Mereka yang setuju yaitu Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP.
Fraksi Golkar meminta agar persetujuan ditunda karena masih ingin mendengarkan masukkan publik. Sementara Fraksi PKS tegas menolak draf itu.
2. PKS minta larangan perzinaan dan LGBT diatur
Salah satu alasan Fraksi PKS menolak lantaran tidak diaturnya larangan perzinaan dan LGBT di dalam draf RUU tersebut.
Lewat juru bicaranya, Al Muzzammil Yusuf, PKS menilai, kedua hal itu harus diatur sebagai perluasan dari pasal terkait di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Fraksi PKS menolak RUU TPKS sebelum didahului adanya pengesahan larangan perzinaan dan LGBT yang diatur dalam Undang-undang yang berlaku," ujar Muzzammil.
Sebelumnya saat rapat Panja Penyusunan RUU TPKS pada 17 November 2021, PKS mengusulkan agar RUU itu disebut sebagai RUU Tindak Pidana Kesusilaan.
Menurut Muzzammil, bila harus menggunakan TPKS, maka harus disandingkan dengan RKUHP.
Hanya saja, ia menyadari bahwa RKUHP justru hingga kini tak kunjung dilakukan pembahasan, apalagi disahkan menjadi UU.
3. Fraksi Golkar minta ditunda
Sementara itu, Fraksi Golkar masuk dalam bagian yang tidak setuju draf RUU TPKS dalam rapat Baleg saat itu.
Kendati demikian, Juru Bicara Fraksi Partai Golkar Ferdiansyah membeberkan alasan pihaknya tak setuju lantaran penyusunan RUU TPKS dinilai masih perlu dibahas di masa sidang berikutnya.
"Kami Fraksi Partai Golkar menyatakan mengusulkan RUU TPKS untuk dilanjutkan kembali pembahasannya dalam masa sidang yang akan datang agar kesempurnaan dan ketika sudah diundangkan tidak ada lagi celah dari pihak lain untuk melakukan judicial review," kata dia dalam rapat Baleg, Rabu (8/12/2021).
4. Interupsi Fraksi PKB
Saat rapat paripurna digelar, anggota Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah sempat melayangkan interupsi lantaran tidak disahkannya RUU ini.
Interupsi itu disampaikan Luluk pada saat Ketua DPR Puan Maharani hendak menyampaikan pidato penutupan.
Luluk menyayangkan RUU TPKS yang tidak disahkan dalam rapat tersebut. Padahal, menurutnya sudah banyak pihak yang menganggap Indonesia darurat kekerasan seksual.
"Saat ini ada ratusan ribu korban kekerasan seksual di luar sana, dan sebagian bahkan ada di gedung ini, benar-benar berharap atas kebijaksanaan pimpinan dan kita semua agar dalam forum yang terhormat ini, kita bisa bersama-sama mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR," ujar Luluk, Kamis.
Luluk meminta agar DPR mengutamakan kemanusiaan dibandingkan kepentingan politik jangka pendek. (RM)